Gringsing: Kain Tenun Dengan Proses Pembuatan Sangat Lama

Gringsing: Kain Tenun Dengan Proses Pembuatan Sangat Lama
Salah satu kain tenun nusantara yang proses pembuatannya memakai metode ikat ganda adalah kain tenun gringsing. Penyelesaian kain gringsing setidaknya membutuhkan waktu 2-5 tahun. Kain gringsing merupakan khas Desa Tengganan, Bali.

Kata gringsing diambil dari kata gring yang bermakna “sakit” dan sing yang bermakna “tidak”. Oleh karenanya, secara harfiah, gringsing berarti tidak sakit. Kandungan makna dari kata gringsing yaitu sebagai penangkal bencana. Dalam banyak upacara di Bali, semisal kegiatan adat potong gigi, pernikahan, dan acara keagamaan lainnya, masyarakat begitu mengandalkan kekuatan kain gringsing.

Sejarah

Keberadaan kain gringsing berdasar cerita rakyat, berasal dari kisah Dewa Indra, sosok dewa pelindung dan guru bagi penduduk Tengganan. Keindahan langit pada malam hari menjadikan Dewa Indra begitu terkagum-kagum. Rakyat Tengganan merupakan rakyat pilihan Dewa Indra. Para wanita dari rakyat Tengganan pun diajarinya cara menenun kain gringsing yang menggambarkan keelokan langit di malam hari.
Kain gringsing yang dipercaya memiliki kekuatan mistis, serta sering dipakai dalam upacara keagamaan dan adat, umumnya yang digunakan adalah yang berwarna hitam. Kekuatan kain gringsing warna hitam diyakini dapat menghilangkan penyakit dan tolak bala.

Para pakar sejarah tekstil berpendapat bahwa hanya Tengganan (Bali), Jepang, dan India yang pernah ditemukan mampu menguasai teknik pembuatan kain gringsing.

Proses dan Teknik Pembuatan

Metode tradisional dengan menggunakan tangan masih begitu dominan dalam pembuatan kain gringsing. Bahkan benang yang digunakan untuk menenun kain gringsang pun dihasilkan dari proses pemintalan dengan alat pintal tradisional. Benang hasil pemintalan selanjutnya akan direndam dalam minyak kemiri. Proses perendaman setidaknya berlangsung selama 40 hari, hingga satu tahun. Benang yang lama direndam akan menghasilkan benang yang kuat dan lembut.

Untuk menghasilkan kain tenun yang rapat, maka benang dipintal dengan menggunakan tulang kelelawar. Langkah berikutnya, juru ikat akan mengikat kain hasil pemintalan dengan pola yang telah dibuat. Dua tali rafia, warna jambon dan hijau muda, diperlukan untuk mengikat kain. Ikatan kain akan dibuka jika telah diperoleh motif dan warna yang sesuai.

Metode ikat ganda adalah proses dimana pewarnaan, pengikatan, dan penataan benang berada disisi lungsi dan pakan. Diperlukan keterampilan dan ketelitian agar seluruh warna pada lungsi terlihat serasi dan diperoleh motif yang indah.
Pewarna
Dalam pewarnaan motif kain gringsing dikenal dengan istilah tridatu, yaitu penggunaan tiga warna. Warna alami diambil dari kelopak pohon Kepundung putih dengan pencampuran akar pohon mengkudu untuk hasil warna merah, buah kemiri tua yang dicampur air serbuk abu kayu untuk warna kuning, kemudian pohon Taum yang menghasilkan warna hitam.

Motif

Setidaknya terdapat 20 jenis motif kain gringsing. Namun saat ini hanya 14 jenis motif yang masih diproduksi. Di antaranya:

- Lubeng, motif khas berupa kalajengking yang dipakai untuk upacara adat dan keagamaan.

- Sanan empeg, motif khas berupa tiga bentuk kotak-kotak yang dipakai dalam kegiatan keagamaan dan adat.

- Cecempakaan, dengan ciri khas bunga cempaka

- Cemplong, motif khas berupa bunga besar di antara bunga-bunga kecil.

- Gringsing isi, motif berisi dan penuh ke seluruh kain.

- Wayang, berupa gringsing wayang kebo dan gringsing wayang putri. Inilah motif tersulit yang memerlukan waktu penyelesaian hingga lima tahun. Motif ini hanya memiliki dua warna, yaitu hitam dan putih.

Warna dan motif kain gringsing mulai mengalami perubahan dengan mengikuti perkembangan zaman.

Sumber: Wikipedia


Read More

Kain Ulos

Kain Ulos
Salah satu karya kain tradisional yang cukup terkenal di nusantara adalah kain ulos. Kain ulos merupakan kain khas suku Batak, Sumatera Utara. Ulos sendiri bermakna kain. Pembuatan kain ulos masih menggunakan metode sederhana, yaitu dengan alat tenun tradisional.

Seperti halnya kain songket, motif pada ulos juga dihias dari benang emas maupun perak. Merah, hitam, dan putih menjadi warna yang dominan pada kain ulos.

Umumnya ulos berbentuk sarung atau selendang yang dipakai dalam acara resmi atau seremoni adat Batak. 

Namun sekarang dapat ditemukan varian bentuk kerajinan ulos berupa sarung bantal, ikat pinggang, tas, pakaian, dompet, bahkan gorden.

Beberapa motif langka yang sulit ditemukan antara lain motif Ulos Raja, Ulos Ragi Botik, Ulos Gobar, Ulos Saput, dan Ulos Sibolang.

Ulos memilik nilai yang sakral dalam kehidupan adat suku Batak, hingga dibuat aturan khusus mengenai tata cara pemakaian ulos, seperti:

            - Hanya sanak saudara yang berada dibawa kita yang bisa menerima ulos, seperti orang tua kepada anak.
            - Ulos yang diserahkan kepada sanak kerabat harus sesuai, seperti Ragihotang diserahkan pada menantu lelaki.

Berdasar pemakaiannya, yaitu:

Siabithonon yang (dikenakan ke badan seperti baju atau sarung) maka memakai ulos ragidup, sibolang, runjat, jobit.

Sitalitalihononhon (ikat kepala) dipakai ulos padang rusa, mengiring, ulos tumtuman.
        
Sihadanghononhon (dipakai di bahu) digunakan ulos mangiring, bolean, sumbat, sirara.

Jenis, Makna, dan Fungsi Ulos

Ulos Antakantak

Ulos Antakantak biasa digunakan untuk selendang orangtua pada acara kunjungan ke orang yang telah meninggal. Ulos ini digunakan juga pada saat kegiatan manortor (menari).

Ulos Bintang Maratur

Ulos Bintang Maratus adalah jenis ulos yang sering digunakan saat kegiatan upacara adat Batak Toba, seperti saat memperoleh tempat tinggal baru, serta ketika acara kehamilan memasuki masa 7 bulan.

Ulos Bolean

Saat acara duka cita, maka digunakanlah ulos bolean yang dimanfaatkan seperti selendang.          

Ulos Mangiring

Bentuknya seperti selendang. Biasa dipakai untuk menggendong anak. Ulos mangiring ini diserahkan ke cucu pertama yang baru saja lahir sebagai harapan lahirnya anak yang berikutnya.

Ulos Pinuncaan

Memiliki lima unsur yang dirangkai secara terpisah yang kemudian disatukan sampai terbentuk menjadi ulos. 

Fungsi ulos pinuncaan yaitu:
      - Dikenakan ketika kegiatan melayat. Dalam upacara adat, ulos ini digunakan oleh ketua adat.
      - Sedangkan rakyat biasa memakai ulos pinuncaan dalam acara pesta pernikahan atau kegiatan adat.
      - Saat acara perkawinan, ulos ini digunakan sebagai ulos passamot, yaitu ulos yang diberikan orangtua pengantin wanita kepada orangtua pengantin laki-laki sebagai simbol kedua keluarga telah menjadi saudara dekat.

Ulos Ragi Hotang

Ulos ragi hotang diserahkan kapada pasangan pengantin yang mengadakan upacara adat yang dikenal istilah ulos hela. Penyerahan ulos hela bermakna bahwa orangtua pengantin wanita telah merestui putrinya dinikahi lelaki yang diistilahkan dengan hela (menantu).

Ulos Ragi Huting

Jenis ulos ragi huting telah jarang ditemui pemakainya. Kabarnya ketika zaman penjajahan Indonesia, para gadis memakai ulos ini sebagai pakaian sehari-hari yang dililitkan ke dada, sebagai pertanda bahwa ia adalah gadis suku Toba yang beradab.

Ulos Sibolang Rasta Pamontari

Umumnya digunakan saat terjadi peristiwa duka cita.

Ulos Si Bunga Umbasang dan Ulos Simpar

Bentuknya berupa selendang. Biasanya digunakan oleh para ibu ketika menghadiri upacara adat, serta kedatangannya hanya sebagai tamu biasa yang dikenal dengan sebutan panaropi (yang meramaikan).

Ulos Sitolus Tuho

Digunakan sebagai ikat kepala serta selendang.

Ulos Suri-Suri Ganjang

Digunakan untuk selendang saat acara margondang (menari dengan iringan musik Batak), serta dipakai pula oleh orangtua dari pihak istri saat menyerahkan berkat pada pihak kerabatnya.

Ulos Ragi Pakko & Ulos Harangan

Digunakan oleh kalangan kaum berada sebagai selimut. Ulos ini juga dipakai untuk menyelimuti orang yang telah meninggal.

Ulos Tumtuman

Digunakan sebagai talitali oleh anak, bermakna bahwa ia adalah anak tertua.

Ulos Tutur-Tutur

Dikenakan sebagai ikat kepala dan selendang yang diserahkan orangtua kepada sanak keturunannya.

Sumber: Wikipedia
Read More

Tentang Tapis Lampung

Tentang Tapis Lampung
Kain tapis adalah kerajinan kain tenun khas suku Lampung. Kain tenun tapis dibuat dari benang kapas, kemudian dihias dengan motif yang dirangkai dari benang emas atau benang perak dengan sistem sulam.

Suku Lampung

Suku bangsa Lampung dikenal mempunyai bentuk adat yang berbeda dengan ada kebudayaan lain di nusantara. Pepadun dan Saibatin adalah dua kelompok adat dari suku Lampung asli.

Masyarakat adat Saibatin atau Lampung Pesisir antara lain: Kepaksian Sekala Brak, Keratuan Melinting, Keratuan Balau, Keratuan Darah Putih, Keratuan Semaka, Keratuan Komering, Cikoneng Pak Pekok.

Masyarakat adat Pepadun atau Lampung Pedalaman antara lain: Sungkai Bunga Mayang, Buay Lima Way Kanan, Pubian Telu Suku, Mego Pak Tulang Bawang, Abung Siwo Mego.

Lampung juga dijuluki sebagai Sang Bumi Ruwa Jurai yang bermakna “bumi yang dua dalam kesatuan”.

Tentang Kain Tapis

Kain tapis merupakan kain sarung yang umumnya dipakai oleh kaum wanita. Motif kain tapis pada umumnya terinspirasi dari alam, tumbuhan, binatang. Seiring masuknya agama Islam ke Lampung, maka motif tulisan Arab turut memperkaya khazanah motif kain tapis.

Pembuatan kain tapis masih tergolong tradisional karena belum menggunakan peralatan yang cukup canggih dan modern. Pada umumnya pengerjaan kain tapis dilakukan oleh para gadis atau ibu rumah tangga. Kain tapis biasanya digunakan untuk upacara-upacara adat atau keagamaan sehingga pada masa lalu kain tapis dianggap sakral.

Sejarah Kain Tapis

Berdasar penelitian Van der Hoop, sejak abad ke-2 Sebelum Masehi, masyarakat Lampung telah mengenal metode tenun kain brokat yang disebut nampan dan kain pelepai. Kain ini dikenal dengan kepercayaan mistis karena motifnya biasanya berupa pohon atau bangunan yang didiami roh.

Tidak dapat dipungkiri jika adanya kesamaan motif antara kain tapis Lampung dengan motif kain tradisional dari suku lain di nusantara. Hal ini sangat wajar karena sejak dahulu telah terjalin komunikasi dan transportasi antara suku Lampung dengan suku-suku lain, terutama di masa kejayaan maritim kerajaan Islam nusantara pada abad ke-14 sampai 15 Masehi.

Jenis-Jenis Tapis Menurut Daerah Pembuatannya

Berikut ini contoh tapis yang lazim dipakai oleh suku Lampung Pepadun dan Saibatin.

Tapis Pesisir: Tapis Paksi Pak, Tapis Jinggu, Tapis Cukkil, Tapis Kuning, Tapis Semaka, Tapis Cucuk Andak, Tapis Inuh.

Tapis Pubian Telu Suku: Tapis Lawok Handak, Tapis Lawok Silung, Tapis Sasap, Tapis Tuho, Tapis Cucuk Handak, Tapis Pucuk Rebung, Tapis Raja Medal, Tapis Laut Linau, Tapis Balak, Tapis Jung Sarat.

Tapis Sungkai Way Kanan: Tapis Lawok Silung, Tapis Raja Medal, Tapis Tuha, Tapis Lawok Halom, Tapis Kuning, Tapis Kaca, Tapis Halom, Tapis Pucuk Rebung, Tapis Balak, Tapis Jung Sarat.

Tapis Tulang Bawang Mego Pak: Tapis Cucuk Sutero, Tapis Cukkil, Tapis Kibang, Tapis Kaco Mato di Lem, Tapis Jung Sarat, Tapis Kilap Turki, Tapis Sasab, Tapis Limar Tunggal, Tapis Bintang Perak, Tapis
Ratu Tulang Bawang, Tapis Limar Sekebar, Tapis Dewosano.

Tapis Abung Siwo Mego: Tapis Serdadu Baris, Tapis Kaco, Tapis Kuning, Tapis Sasap, Tapis Gajah Mekhem, Tapis Cucuk Semako, Tapis Pucuk Rebung, Tapis Balak, Tapis Cucuk Andak, Tapis Nyelem di Laut Timbul di Gunung, Tapis Raja Medal, Tapis Jung Sarat, Tapis Lawet Linau, Tapis Lawet Silung, Tapis Lawet Andak, Tapis Rajo Tunggal.

Ragam Tenun Tapis Berdasar Pemakai

Tapis Jung Sarat
Pada upacara perkawinan, pengantin wanita menggunakan tapis jenis Jung Sarat. Biasa juga digunakan oleh istri saudara yang lebih tua saat mengikuti kegiatan adat berupa pemberian gelar pangeran atau sutan, pengantin, dan muli cangget (gadis penari).

Tapis Raja Medal
Tapis jenis ini umumnya dikenakan oleh istri kerabat yang tertua (tuho penyimbang) saat seremoni pengambilan gelar dan perkawinan.

Tapis Laut Andak
Tapis Laut Andak digunakan para muli cangget (gadis penari) ada acara adat. Dapat juga digunakan oleh istri adik yang mengiringi dalam seremoni pengambilan gelar.

Tapis Balak
Tapis Balak dikenakan adik perempuan dan istri dari anak seseorang yang menjalani proses pengambilan gelar atau dapat juga dikenakan saat upacara pernikahan.

Tapis Silung
Tapis Silung dikenakan orangtua yang masih kerabat dekat dalam acara pernikahan, pengambilan gelar, atau saat mendampingi pengantin.

Tapis Laut Linau
Tapis Laut Linau dikenakan oleh kerabat istri yang masuk dalam golongan saudara jauh saat menghadiri seremoni adat.

Biasa dikenakan juga oleh gadis yang mengiringi penganti pada upacara turun pengantin atau pengambilan gelar adat.

Tapis Cucuk Andak
Tapis Cucuk Andak umumnya digunakan oleh pengantin wanita dan dapat juga dipakai oleh para istri saat mengikuti upacara adat.

Tapis Cucuk Pinggir
Tapis Cucuk Pinggir biasa digunakan oleh para istri ketika mengikuti upacara adat dan gadis yang mengiringi pengantin.

Tapis Tuho
Tapis ini dipakai oleh seorang isteri yang suaminya sedang mengambil gelar sutan.

Tapis Agheng/Areng
Tapis Agheng digunakan para istri yang suaminya telah memperoleh gelar sutan saat upacara pengarakan naik pepadun.

Kain tapis ini umumnya dipakai pada saat menghadiri upacara-upacara adat. Tapis ini berasal dari daerah Krui, Lampung Barat.

Tapis Dewosano
Tapis Dewosano berasal dari kota Menggala dan Kotabumi, biasa dikenakan oleh pengantin wanita saat mengikuti upacara adat.

Tapis Kaca
Tapis Kaca biasanya digunakan oleh wanita saat mengikuti upacara adat.

Tapis Bintang
Tapis Bintang ini dipakai oleh pengantin wanita pada saat upacara adat.

Tapis Bidak Cukkil
Tapis Bidak Cukkil umumnya dipakai para lelaki ketika mengikuti upacara adat.

Tapis Bintang Perak
Tapis Bintang Perak biasa digunakan saat upacara adat.

Sumber: Wikipedia



===================================================================
Aneka Kain Tapis Hiasan Dinding 
===================================================================
Kain Tapis Motif Ayat Kursi Bordir
Panjang = 100 cm dan lebar = 60 cm
Motif dibordir
Harga Rp 200.000,-
============================================
Kain Tapis Motif Ayat Kursi Sulam
Panjang = 100 cm dan lebar = 60 cm
Motif disulam, tanpa bordir
Harga Rp 500.000,-
====================================================
Kain Tapis Motif Ayat Kursi Full Benang Emas

Panjang = 100 cm dan lebar = 60 cm90% kain dasar dihias motif benang emas
Motif disulam
Harga Rp 700.000,-
===================================================
Kain Tapis Motif Asmaul Husna
Panjang = 150 cm dan lebar = 75 cm
Motif disulam
Harga Rp 1.800.000,-
===============================================
Kain Tapis Motif Al-Fatihah
Panjang = 100 cm dan lebar = 60 cm
Motif disulam
Harga Rp 700.000,-
=========================================
Kain Tapis Motif Kapal
Panjang = 100 cm dan lebar = 60 cm
Motif disulam
Harga Rp 650.000,-
==================================================
Kain Tapis Motif Kapal Naga

Panjang = 100 cm dan lebar = 60 cm
Motif disulam
Harga Rp 800.000,-
Read More

Keunikan Batik Indonesia

Keunikan Batik Indonesia
Batik adalah sebuah teknik celup lapisan lilin yang digunakan pada seluruh kain. Batik juga dibuat dengan merangkai lapisan titik dan garis dengan menggunakan alat yang disebut canting, atau dengan mencetak lapisan lilin dengan sebuah alat stampel tembaga yang disebut cap. Penggunaan celup lapisan lilin membolehkan perajin untuk mewarnai dengan selektif dengan cara merendam kain di satu warna, kemudian mengganti lilin dengan air mendidih, dan mengulanginya jika menginginkan aneka variasi warna.

Tradisi pembuatan batik dapat ditemukan di berbagai negara, di antaranya Nigeria, China, India, Malaysia, Philipina, dan Srilanka. Namun, batik Indonesia adalah yang paling dikenal. Batik Indonesia yang dibuat di pulau Jawa memiliki sejarah akulturasi yang panjang, dengan beragam pola yang dipengaruhi oleh beraneka jenis budaya. Pada Oktober 2009, UNESCO menganugerahkan Batik Indonesia sebagai karya warisan dunia.

Etimologi

Kata batik berasal dari istilah bahasa Jawa. Kata batik barangkali juga berasal dari kata bahasa jawa amba (menulis) dan titik, atau mungkin diperoleh dari sebuah akar kata Proto-Austronesian beCik (menato). Kata beCik terdapat dalam Encyclopedia Britannica tahun 1880 yang mana kata ini dieja battik. Hal ini dibuktikan bahwa selama masa kolonial Belanda, terdapat beragam bentuk kata: mbatek, mbatik, batek, dan batik.

Sejarah

Kain celup lapisan lilin adalah karya kuno. Kain jenis ini telah ada di Mesir pada abad ke 4 sebelum Masehi, dimana kain ini digunakan untuk membungkus mumi. Di Asia, teknik celup lilin dipraktikkan di China pada masa Dinasti Tang, dan di India maupun Jepang selama periode Nara. Di Afrika, teknik kain celup lilin dipraktikkan oleh suku Yoruba di Nigeria, suku Soninke dan Wolof di Senegal.

Seni membatik paling berkembang pesat di Pulau Jawa. Di Jawa, semua bahan pembuatan batik sangat mudah didapat. Catatan tertulis mengenai batik Indonesia, G.P. Gouffaer membantah bahwa teknik membatik yang telah dikenalkan selama abad ke 6 atau 7 berasal dari India atau Srilanka. Pendapat lain, arkeolog Belanda J.L.A Brandes dan arkeolog Indonesia F.A. Sutjipto meyakini batik Indonesia merupakan tradisi asli Indonesia seperti di Toraja, Flores, Halmahera, dan Papua, yang memiliki tradisi membatik dan tidak banyak terpengaruh oleh kebudayaan Hindu.

Raouffaer melaporkan bahwa pola gringsing sudah diketahui sejak abad ke-12 di Kediri, Jawa Timur. Ia menyimpulkan bahwa pola lembut dapat diciptakan hanya dengan menggunakan canting, sebuah alat untuk membuat sketsa, berbentuk wadah kecil berisi lilin panas, dan menunjukkan bahwa cantik ditemukan di Jawa pada periode tersebut. Pola detail kain dipakai patung dari Jawa Timur, Prajnaparamita, sekitar abad ke-13, menunjukkan pola bunga yang rumit dalam garis bulat, sama dengan tradisi jawa saat ini, yaitu motif batik jlamprang atau ceplok. Motif ini mewakili gambaran lotus, bunga suci dalam kepercayaan Hindu-Budha. Fakta ini menunjukkan bahwa pola kain rumit pada batik dengan menggunakan canting telah ada sejak abad ke-13 atau bahkan lebih awal lagi.

Di Eropa, teknik membatik digambarkan pertama kali dalam buku History of Java yang diterbitkan di London pada 1817 oleh Stamford Raffles yang saat itu menjadi gubernur di pulau Jawa. Pada 1873, saudagar Belanda, Van Rijkevorsel memberikan beberapa potong kain koleksinya yang diperoleh dari Indonesia kepada museum ethnografi di Rotterdam. Saat ini Tropenmuseum merupakan pemilik koleksi batik Indonesia terbesar yang berada di Belanda.

Pada 1920an, orang-orang jawa yang membuat batik bermigrasi ke Malaya (sekarang Malaysia) untuk memperkenalkan penggunaan lilin dan blok tembaga pada masyarakat Malaya di Pantai Timur.

Di Afrika Subsahara, batik jawa diperkenalkan pada abad ke-19 oleh pedagang Belanda dan Inggris. Masyarakat lokal mengadaptasi batik Jawa, dengan motif yang lebih besar dan lebih banyak warna. Pada 1970an, batik diperkenalkan ke Australia, dimana perajin aborigin telah mengembangkan hasil karya mereka sendiri.

Budaya

Pola batik Indonesia kebanyakan merupakan sebuah simbol tertentu. Batik yang digunakan sebagai kain gendongan, merupakan simbol harapan agar sang bayi mendapat keberuntungan, dan rancangan batik tertentu dipesan untuk kamar pengantin. Beberapa desain batik dipesan untuk royalti, bahkan dilarang untuk digunakan oleh orang-orang umum. Konsekuensinya, kedudukan seseorang dapat dilihat dengan pola batik yang digunakannya.

Pakaian batik memainkan peran penting pada ritual budaya Jawa, seperti upacara pemilihan batik untuk gunung berapi. Pada upacara Jawa naloni mitoni, calon ibu dibungkus dalam tujuh lapis batik, merupakan harapan agar ia senantiasa mendapatkan keberuntungan dan hal-hal baik. Batik juga dikenakan dalam upacara tedak siten, saat seorang anak menyentuh bumi untuk pertama kalinya.

Sumber: Wikipedia

Pic: https://furniturebatik.files.wordpress.com
Read More

Tentang Provinsi Lampung

Tentang Provinsi Lampung
Lampung berada di bagian paling Selatan Pulau Sumatra, berada di daerah tropis dan dilalui oleh garis khatulistiwa. Provinsi Lampung disebelah Barat berbatasan dengan Samudera Indonesia, disebelah Timur berbatasan dengan Laut Jawa, disebelah Utara berbatasan dengan Sumatera Selatan dan Bengkulu, disebelah Selatan berbatasan dengan Selat Sunda. Luas wilayahnya 35.288 km2.
Beberapa pulau yang termasuk ke dalam wilayah Lampung, sebagian besar berada di Teluk Lampung, antara lain; Pulau Darot, Pulau Legundi, Pulau Tegal, Pulau Sebuku, Pulau Ketagian, Pulau Sebesi, Pulau Poahawang, Pulau Krakatau, Pulau Putus, dan Pulau Tabuan.
Topografi Lampung
Secara topografi, Lampung dapat dibagi dalam lima daerah topografi:
1. Daerah topografis berbukit sampai bergunung, umumnya ditutupi vegetasi hutan primer atau sekunder yang meliputi Bukit Barisan dengan puncak-puncak Gunung Tanggamus, Gunung Pesawaran, dan Gunung Rajabasa. Sedangkan di Utara, terdapat puncak-puncak Gunung Punggung, Gunung Sekincau, dan Gunung Pesagi.
2. Daerah topografis berombak sampai bergelombang yang membatasi daerah pegunungan dengan dataran alluvial, vegetasi yang terdapat di daerah ini adalah tanaman pertanian-perladangan seperti, padi, jagung, dan sayur-sayuran, tanaman perkebunan seperti kopi, cengkeh, lada. Daerah ini meliputi Kedaton di wilayah Bandar Lampung; Gedong Tataan di wilayah Pesawaran; Sukoharjo dan Pulau Pugung di Kabupaten Tanggamus; serta Kalirejo dan Bangunrejo di Lampung Tengah.
3. Daerah dataran alluvial sangat luas, meliputi Lampung Tengah sampai mendekati pantai sebelah Timur yang merupakan bagian hilir dari sungai-sungai besar seperti Way Sekampung, Way Tulang Bawang, dan Way Mesuji.
4. Daerah dataran rawa pasang surut, terdapat sepanjang pantai Timur dengan ketinggian 0,5 m sampai 1 m.
5. Daerah river basin, dimana terdapat lima river basin utama, river basin Tulang Bawang, river basin Seputih, river basin Sekampung, river basin Semangka, river basin Way Mesuji.
Sungai-sungai yang mengalir di daerah Lampung antara lain, Way Sekampung (265 km), Way Semaka (90 km), Way Seputih (190 km), Way Jepara (50 km), Way Tulang Bawang (136 km), Way Mesuji (220 km).

Sumber:
Sujadi, Firman. 2012. Lampung: Sai Bumi Ruwai Jurai. Penerbit Cita Insan Madani: Jakarta
Pic: http://kebudayaanindonesia.net/
Read More