Daging beku kerap dipandang sebelah mata. Makanan yang
diolah dari daging beku biasanya dianggap bermutu rendah. Sangat dipahami
pilihan sekelompok masyarakat yang segan membeli daging impor yang dibekukan.
Daging sapi terbaik tentu saja yang segar, berasal dari ternak yang baru
disembelih.
Unsur tersebut tak mungkin terpenuhi oleh daging sampi
impor. Betapa tidak. Untuk bisa sampai ke tangan pembeli, daging sapi asal
negeri seberang harus dibekukan segera setelah ternak disembelih. Proses
pembekuan daging segar itu berlangsung supercepat, tak sama seperti freezer
rumahan.
Proses pembekukan seketika oleh freezer skala industry
membuat mikroorganisme yang ada pada daging tidak bisa memperbanyak diri.
Kesegaran daging pun terjaga dengan stabilnya suhu freezer.
Persoalan baru
timbul jika kualitas freezer kurang baik. Daging akan lebih cepat menurun
kualitasnya saat disimpan di lemari pembeku yang tempraturnya berfluktuasi.
Kalau freezernya bagus, daging bisa disimpan sampai enam bulan. Sementara itu,
jika lemari pembekunya kualitas sedang, bisa jadi masa simpan dagingnya hanya
bisa dua bulan.
Daging lokal sebetulnya juga mustahil bila semuanya tak
pernah masuk lemari pembeku sama sekali. Di rumah potong hewan, sebagian daging
dibekukan segera setelah ternak disembelih. Begitu sampai ke tangan penjual,
daging ada yang berpindah freezer dan sebagian lain dilumerkan untuk dijual di
pasar modern atau tradisional.
Titik rawan ada di masa penjualan. Terkadang, daging yang
sudah digantung di pasar atau diletakkan di chiller supermarket tidak langsung
habis terjual. Stok yang tersisa lantas dimasukkan ke dalam lemari pembeku.
Proses beku-lumer-beku ini membuat kualitas daging merosot.
Peluang berkembangnya bakteri pun lebih besar. Daging lokal atau impor sama
saja risiko penurunan kualitasnya kalau diperlakukan seperti itu.
Kriteria mutu daging
Sejumlah kriteria daging sapi berkualitas yang selama di
pegang masyarakat ternyata tak sepenuhnya tepat. Daging sapi impor, contohnya,
tak cocok dengan masakan indonestrea. Rendang, semur, ataupun empal gentong
dianggap akan lebih pas raanya kalau terbuat dari daging sapi lokal.
Bukan lokal atau impor yang menjadi cocok tidaknya daging
sapi untuk masakan tradisional Indonesia. Kuncinya adalah di potongan primary
cut atau secondary cut.
Untuk makanan Indonesia, tak masalah jika bahannya daging
impor. Saat dimasak bersama aneka bumbu, cita rasa rempah akan meresap. Rasa
khas daging sapi yang berasal dari ternak berpakan rumput atau dedak tidak akan
jelas kentara di lidah orang awam.
Republika, 10 Juli 2016