Keunikan Batik Indonesia

Batik adalah sebuah teknik celup lapisan lilin yang digunakan pada seluruh kain. Batik juga dibuat dengan merangkai lapisan titik dan garis dengan menggunakan alat yang disebut canting, atau dengan mencetak lapisan lilin dengan sebuah alat stampel tembaga yang disebut cap. Penggunaan celup lapisan lilin membolehkan perajin untuk mewarnai dengan selektif dengan cara merendam kain di satu warna, kemudian mengganti lilin dengan air mendidih, dan mengulanginya jika menginginkan aneka variasi warna.

Tradisi pembuatan batik dapat ditemukan di berbagai negara, di antaranya Nigeria, China, India, Malaysia, Philipina, dan Srilanka. Namun, batik Indonesia adalah yang paling dikenal. Batik Indonesia yang dibuat di pulau Jawa memiliki sejarah akulturasi yang panjang, dengan beragam pola yang dipengaruhi oleh beraneka jenis budaya. Pada Oktober 2009, UNESCO menganugerahkan Batik Indonesia sebagai karya warisan dunia.

Etimologi

Kata batik berasal dari istilah bahasa Jawa. Kata batik barangkali juga berasal dari kata bahasa jawa amba (menulis) dan titik, atau mungkin diperoleh dari sebuah akar kata Proto-Austronesian beCik (menato). Kata beCik terdapat dalam Encyclopedia Britannica tahun 1880 yang mana kata ini dieja battik. Hal ini dibuktikan bahwa selama masa kolonial Belanda, terdapat beragam bentuk kata: mbatek, mbatik, batek, dan batik.

Sejarah

Kain celup lapisan lilin adalah karya kuno. Kain jenis ini telah ada di Mesir pada abad ke 4 sebelum Masehi, dimana kain ini digunakan untuk membungkus mumi. Di Asia, teknik celup lilin dipraktikkan di China pada masa Dinasti Tang, dan di India maupun Jepang selama periode Nara. Di Afrika, teknik kain celup lilin dipraktikkan oleh suku Yoruba di Nigeria, suku Soninke dan Wolof di Senegal.

Seni membatik paling berkembang pesat di Pulau Jawa. Di Jawa, semua bahan pembuatan batik sangat mudah didapat. Catatan tertulis mengenai batik Indonesia, G.P. Gouffaer membantah bahwa teknik membatik yang telah dikenalkan selama abad ke 6 atau 7 berasal dari India atau Srilanka. Pendapat lain, arkeolog Belanda J.L.A Brandes dan arkeolog Indonesia F.A. Sutjipto meyakini batik Indonesia merupakan tradisi asli Indonesia seperti di Toraja, Flores, Halmahera, dan Papua, yang memiliki tradisi membatik dan tidak banyak terpengaruh oleh kebudayaan Hindu.

Raouffaer melaporkan bahwa pola gringsing sudah diketahui sejak abad ke-12 di Kediri, Jawa Timur. Ia menyimpulkan bahwa pola lembut dapat diciptakan hanya dengan menggunakan canting, sebuah alat untuk membuat sketsa, berbentuk wadah kecil berisi lilin panas, dan menunjukkan bahwa cantik ditemukan di Jawa pada periode tersebut. Pola detail kain dipakai patung dari Jawa Timur, Prajnaparamita, sekitar abad ke-13, menunjukkan pola bunga yang rumit dalam garis bulat, sama dengan tradisi jawa saat ini, yaitu motif batik jlamprang atau ceplok. Motif ini mewakili gambaran lotus, bunga suci dalam kepercayaan Hindu-Budha. Fakta ini menunjukkan bahwa pola kain rumit pada batik dengan menggunakan canting telah ada sejak abad ke-13 atau bahkan lebih awal lagi.

Di Eropa, teknik membatik digambarkan pertama kali dalam buku History of Java yang diterbitkan di London pada 1817 oleh Stamford Raffles yang saat itu menjadi gubernur di pulau Jawa. Pada 1873, saudagar Belanda, Van Rijkevorsel memberikan beberapa potong kain koleksinya yang diperoleh dari Indonesia kepada museum ethnografi di Rotterdam. Saat ini Tropenmuseum merupakan pemilik koleksi batik Indonesia terbesar yang berada di Belanda.

Pada 1920an, orang-orang jawa yang membuat batik bermigrasi ke Malaya (sekarang Malaysia) untuk memperkenalkan penggunaan lilin dan blok tembaga pada masyarakat Malaya di Pantai Timur.

Di Afrika Subsahara, batik jawa diperkenalkan pada abad ke-19 oleh pedagang Belanda dan Inggris. Masyarakat lokal mengadaptasi batik Jawa, dengan motif yang lebih besar dan lebih banyak warna. Pada 1970an, batik diperkenalkan ke Australia, dimana perajin aborigin telah mengembangkan hasil karya mereka sendiri.

Budaya

Pola batik Indonesia kebanyakan merupakan sebuah simbol tertentu. Batik yang digunakan sebagai kain gendongan, merupakan simbol harapan agar sang bayi mendapat keberuntungan, dan rancangan batik tertentu dipesan untuk kamar pengantin. Beberapa desain batik dipesan untuk royalti, bahkan dilarang untuk digunakan oleh orang-orang umum. Konsekuensinya, kedudukan seseorang dapat dilihat dengan pola batik yang digunakannya.

Pakaian batik memainkan peran penting pada ritual budaya Jawa, seperti upacara pemilihan batik untuk gunung berapi. Pada upacara Jawa naloni mitoni, calon ibu dibungkus dalam tujuh lapis batik, merupakan harapan agar ia senantiasa mendapatkan keberuntungan dan hal-hal baik. Batik juga dikenakan dalam upacara tedak siten, saat seorang anak menyentuh bumi untuk pertama kalinya.

Sumber: Wikipedia

Pic: https://furniturebatik.files.wordpress.com

Related Posts
Previous
« Prev Post