Kain tapis Lampung adalah kain tenun yang menjadi ciri khas masyarakat adat Lampung. Umumnya kain tenun ini dihias dengan aneka motif sulaman benang emas atau perak. Keindahan dan kerumitan sulaman benang emas inilah yang menjadikan kain tapis memiliki nilai jual ekonomi yang sangat tinggi. Sulaman benang emas dirangkai dengan sangat detail, rumit, namun rapi, sehingga seringkali untuk menyelesaikan satu kain dengan motif penuh menghabiskan waktu berbulan-bulan.
Kain tapis Lampung secara umum dibuat masih dengan
menggunakan metode tradisional, karena masih mengandalkan peralatan yang
tradisional pula. Kain tenun ditenun dengan peralatan tradisional, sedangkan
motifnya disulam dengan menggunakan metode sulam tangan. Oleh karenanya,
dibutuhkan kejelian dan kesabaran dalam menyelesaikan sebuah produk kain tapis.
Kain tapis Lampung biasanya dikerjakan oleh ibu-ibu rumah
tangga. Tidak banyak generasi muda yang memiliki minat untuk mempelajari proses
penenunan dan penyulaman kain tapis. Jadi tidak heran jika pengrajin tapis
kebanyakan adalah orang-orang yang sudah berusia paruh baya dan lansia. Selain
proses pembuatannya yang cenderung rumit dan sulit, menjadi pengrajin kain
tapis masih dianggap sebagai profesi yang belum dapat menjamin kesejahteraan
hidup.
Kain tapis Lampung memang telah dikenal oleh sejumlah kalangan
dalam negeri. Namun nilai jual yang cukup mahal, menjadikan hanya sedikit orang
yang akhirnya berminat untuk membeli kain tapis. Beberapa pengrajin memang
telah berinovasi untuk mengakali biaya produksi tapis agar lebih murah dengan
menerapkan metode bordir dalam pembuatan motif kain tapis. Penggunaan metode bordir
selain menjadikan biaya produksi lebih murah, juga menjadikan waktu pembuatan
kain tapis lebih singkat. Namun bagi para pecinta kain tenun, mereka tetap
lebih menyukai penyulaman dengan metode tangan daripada dengan menggunakan
mesin, karena sulam tangan menjadi ciri khas dari kain tenun itu sendiri.
Masyarakat Lampung sendiri umumnya menggunakan kain tapis
untuk kegiatan-kegiatan resmi seperti acara pernikahan atau upacara adat. Di
rumah-rumah mereka biasanya juga memiliki koleksi kain tapis dalam bentuk
hiasan dinding. Meskipun motif kain tapis tidak mengalami perubahan yang
signifikan, namun model dan desain kain tapis tetap modern dengan selalu
mengikuti perkembangan zaman. Dalam beberapa kesempatan fashion festival,
sejumlah desainer menjadikan kain tapis sebagai tema rancangan busananya. Jadi
motif dan desain kain tapis mulai banyak diminati desainer seperti halnya kain
tradisional dari daerah lain.
Namun kendala terbesar untuk meningkatkan taraf ekonomi
pengrajin dan pedagang kain tapis lampung adalah pemasaran. Target dan pangsa
pasar yang terbatas menjadikan kain tapis cukup sulit dijual dan bersaing
dibanding kain tradisional dari wilayah lain. Meskipun dikenal oleh beberapa
kalangan, namun nyatanya tapis belum dikenal masyarakat secara luas. Masyarakat
masih lebih mengenal batik atau songket dibandingkan kain tapis. Bahkan bagi
masyarakat di daerah tertentu di Indonesia, seperti Indonesia Timur, mereka masih
asing dengan nama Lampung. Untuk mengenalkan tapis kepada masyarakat luas
ternyata masih merupakan suatu tantangan berat, belum lagi berupaya untuk
memperluas pangsa pasar penjualan tapis, tentu memerlukan strategi yang tidak
mudah.
Kain tapis Lampung memiliki ciri khas etnik yang tidak dimiliki kain
tenun dari wilayah lain. Bahkan untuk motif kain tapis kuno, didapati bahwa
kolektornya kebanyakan adalah orang asing. Ini membuktikan bahwa kain tapis
memiliki nilai etika dan estetika yang tinggi. Upaya melestarikan kain tapis
memanglah tidaklah mudah. Kain tapis Lampung merupakan aset nasional, sehingga
melestarikannya bukan hanya menjadi kewajiban masyarakat Lampung, namun juga
menjadi kewajiban seluruh rakyat Indonesia. Daripada kelak meratapi punahnya
suatu kebudayaan negeri yang bernilai tinggi, lebih baik memikirkan sedini
mungkin agar tapis dapat terus lestari