Pernikahan adalah puncak dari pencapaian cinta. Kisah cinta
tidak akan sempurna jika tidak berujung pada pernikahan. Pernikahan merupakan
pena yang kelak akan menuliskan keabadian kisah cintanya di langit.
Tidaklah mudah untuk mempertahankan pernikahan agar langgeng
dalam waktu yang lama. Setiap pasangan pasti mengharapkan pernikahannya mampu
bertahan hingga maut memisahkan mereka. Namun sayangnya, banyak dari pasangan itu
yang justru berpisah ketika ruh masih di kandung badan. Mereka berpisah tentu dengan
banyak alasan, walaupun sebenarnya perpisahan itu dapat dihindari jika saja
mereka berusaha untuk menyatu dalam satu tindakan, yaitu berusaha untuk saling
mencintai lagi.
Tidaklah mudah untuk menjalani pernikahan dengan
kesempurnaan. Cinta memang kadang terang dan kadang pula redup menyala. Namun jangan
biarkan cinta menjadi sekarat dan mati. Jika cinta dibiarkan mati, maka
kebencian yang akan menyulut nalar dan menguasai hati. Pernikahan yang awalnya
dipenuhi cinta dan suka cita, justru berakhir dengan amarah dan kebencian.
Itulah sebabnya, untuk mempertahankan eksistensi ikatan
pernikahan agar bertahan lama, kita perlu melakukan beberapa usaha.
Pertama, berusaha saling memahami. Pernikahan telah
menyatukan dua insan dengan jenis kelamin, latar belakang pendidikan, suku,
watak, kepribadian yang berbeda. Jangan jadikan perbedaan itu sebagai biang
dari keretakan rumah tangga. Justru karena perbedaan laki-laki dan perempuan,
maka mereka dibolehkan untuk menikah. Seandainya laki-laki dengan laki-laki,
maka tidak mungkin sah pernikahan itu. Perbedaan yang muncul dari kehidupan
berumah tangga tidak akan menjadi penghalang kelanggengan pernikahan, jika
suami-istri berusaha saling memahami. Oleh karenanya, setiap suami atau istri
harus berusaha untuk mempelajari kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh
pasangannya. Dengan demikian akan muncul sikap maklum, berlapang dada, karena
suami atau istri sudah saling memahami pasangannya.
Kedua, selalu bersabar. Seringkali suami atau istri tidak
sabar dengan perilaku, perkataan, atau kebiasaan buruk yang dilakukan
pasangannya. Mereka terlalu mudah tersulut emosi ketika ada tindakan yang
mengecewakan dari pasangannya. Padahal untuk mengubah atau menghilangkan
sesuatu membutuhkan proses dan waktu yang tidak sebentar. Bahkan bisa jadi
kebiasaan yang tidak menyenangkan itu tidak bisa dihilangkan, hanya bisa
dikurangi kadarnya. Itulah sebabnya, suami atau istri harus pandai bersabar,
berlapang dada, dan banyak memaafkan pasangannya yang sering mengecewakannya.
Ketiga, setia. Ketika kesetiaan dihianati, maka kehancuran
rumah tangga tinggal menunggu waktu. Kesetiaan merupakan faktor penting agar
kelanggengan rumah tangga bertahan lama. Tanpa adanya kesetiaan, perjalanan
rumah tangga hanya akan dihiasi percekcokan dan pertengkaran. Cintai pasangan
Anda apa adanya. Jangan menuntut berlebih, karena Anda pun belum tentu sanggup
jika terus menerus dituntut. Seringkali perselingkuhan terjadi karena suami
atau istri menemukan orang yang lebih istimewa dibanding pasangannya. Pasangan
Anda memang tidak sempurna, justru kehadiran Anda untuk menutupi kekurangannya.
Sekalipun banyak kekurangan pada pasangan Anda, cobalah untuk menerimanya, dan
jangan menghianati cintanya. Bisa jadi karena Anda berusaha menerima
kekurangan-kekurangannya, maka Tuhan pun menggantinya dengan anak-keturunan
yang istimewa. Kita sering melihat orang-orang kaya yang orang tuanya begitu
miskin. Karena sabar menjalani kemiskinan itu, Tuhan pun menganugerahkan
kelimpahan harta benda pada anak-keturunannya. Kita juga sering melihat
orang-orang pintar yang orang tuanya berpendidikan rendah. Orang tua mereka
berpendidikan rendah bukan karena malas, tapi karena sedari kecil harus menjadi
tulang punggung ekonomi keluarga. Namun kesabaran menerima kekurangan, Tuhan
anugerahkan kelimpahan ilmu pada anak-keturunannya. Pasangan Anda pasti memiliki
kekurangan. Namun tetaplah bersabar, jangan terpancing untuk ‘melirik’ kelebihan
yang ada pada orang lain, karena Tuhan kelak akan membalas kesabaran itu dengan
ganjaran yang lebih baik.
Ketika dua insan memutuskan untuk menikah, maka terikat
didalamnya suatu komitmen yang harus dipenuhi dan janji yang harus ditepati,
dimana dua insan tersebut harus rela bersama-sama mengarungi samudera
kehidupan, baik dikala kehidupan itu dipenuhi kesenangan atau saat diterpa
badai. Tidak ada perahu pernikahan yang tak pernah merasakan terpaan badai
kehidupan. Ada yang bertahan, ada pula yang karam. Pada yang bertahan itulah
harusnya kita belajar, bukan dengan mengikuti yang karam. Perpisahan bukanlah
sesuatu yang dilarang, namun terjadinya perpisahan tetap saja akan sangat
menyakitkan.