Anak usia tujuh sampai 12 tahun dapat menggali potensi diri
tanpa harus takut ditekan keinginan pribadi orang tua.
Anak merupakan anugerah tidak ternilai yang diberikan oleh
Allah Ta’ala. Pendidikan dan pemahaman yang baik sangat diperlukan mereka untuk
menjadi manusia berguna bagi orang banyak.
Namun, pada usia anak tujuh tahun sampai 12 tahun, umumnya
orang tua memberikan batasan dalam membesarkan mereka. Contohnya, membatasi
mereka untuk bermain di luar dan mengembangkan potensi yang dimiliki. Mereka
diarahkan fokus untuk pencapaian akademis sehingga menghambat proses
pertumbuhannya.
Pola asuh seperti itu dapat membatasi keinginan dan
kebutuhan anak untuk bereksplorasi. Apalagi, dengan kasus gizi buruk yang marak
terjadi ikut membatasi perkembangan fisik mereka.
Semua keterbatasan ini tanpa disadari dappat menghambat anak
dalam mengungkapkan diri dengan bebas. Sehingga, otomatis anak tidak dapat
berkembang menjadi yang sebenarnya mereka inginkan.
Di usia sekian, anak-anak juga mengalami proses transformasi
yang paling intens dalam hidupnya. Pada tahap ini mereka dalam tahap
mengembangkan kemampuan dan pengetahuan yang baru, seiring dengan pertumbuhan
fisik mereka. Tapi, hal itu juga kurang didukung kondisi mereka di usianya
tersebut.
Anak-anak Indonesia masih banyak yang mengalami kekurangan
asupan energi dan protein, dengan 11,2 persen mengalami kekurangan gizi dan
26,4 persen anemia. Selain dapat menghambat pertumbuhan, kekurangan gizi juga
berdampak pada perkembangan fisik, menimbulkan kelelahan dan emosi, serta
memberikan dampak pada keterampilan sosial mereka saat ini dan di masa depan.
Asupan nutrisi yang tepat dan seimbang memang menjadi faktor
penting yang tidak dapat ditoleransi. Pemenuhan gizi seimbang juga merupakan
kunci selama masa pertumbuhan dan perkembangan seorang anak. Dengan mengonsumsi
makanan padat nutrisi, mereka mendapat dukungan untuk pertumbuhan yang sehat
dalam menggapai minat, bakat, dan prestasi yang baik di sekolah.
Terkait soal pemahaman anak tujuh sampai 12 tahun, mereka
kebanyakan memiliki bakat dan minat besar dalam aspek kognitif, sosial,
emosional, dan fisik. Sejatinya, kemampuan berpikir mereka saat itu bisa diasah
melalui stimulasi serta pengaruh dari lingkungan sekitar.
Saat-saat itulah yang merupakan periode transformasi yang
sensitive. Pada tahap ini sebagian besar anak dibesarkan dengan pola asuh yang
tradisional dan penuh kekhawatiran dari orang tua. Dalam mengatasinya,
diperlukan peran bersama kedua orang tua dalam mendidik dan mengasuh mereka.
Hal ini penting agar anak dapat menggali potensi diri tanpa
harus takut ditekan oleh keinginan pribadi orang tua. Sekaligus, ini dapat
membentuk anak untuk tumbuh menjadi sosok special melalui cara mereka sendiri.
Anak-anak diusia ini umumnya memiliki keunikan tersendiri.
Salah satunya adalah kadar emosi yang cenderung labil. Terkadang, mereka bisa
ceria, tapi sejurus kemudian bisa tidak
bersemangat.
Dalam hal ini, disarankan agar orang tua memahaminya sebagai
tahap anak-anak menyesuaikan diri menuju remaja. Untuk itu, para orang tua
dihimbau meningkatkan pemahamannya dan tidak memaksakan kehendak. Dengan
begitu, anak merasa nyaman dan tetap bisa menggali potensi diri tanpa takut
dilarang orang tuanya.
Republika 26 April 2016