Autopsi memang kerap muncul berkaitan dengan pengungkapan
sebuah kasus yang melibatkan korban meninggal dunia. Secara mudah, autopsy
dimaknai dengan pemeriksaan tubuh mayat dengan jalan pembedahan untuk
mengetahui penyebab kematian, penyakit, dan sebagainya.
Dunia kedokteran mengenal tiga jenis autopsy. Pertama
autopsy klinis yang dilakukan oleh dokter untuk memeriksa penyebab seseorang
meninggal dunia. Alasan yang dipakai dalam autopsy klinis adalah murni
kesehatan.
Kedua, autopsy anatomis. Autopsi anatomis jenis ini adalah
pembedahan untuk proses belajar calon dokter dengan cara mempelajari anatomi
tubuh manusia. Tujuannya jelas untuk proses pembelajaran.
Ketiga, autopsy forensic. Autopsi ini dilakukan oleh penegak
hukum untuk menyelidiki penyebab kematian seseorang demi penuntasan sebuah
kasus.
Lalu bagaimana pandangan ulama soal proses autopsy? Karena
proses autopsy jelas melakukan tindakan kepada jenazah yang seharusnya dikubur
atau bahkan sudah dikubur.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) pernah mengeluarkan fatwa soal
autopsy. Fatwa tersebut khusus menghukumi autopsy forensic dan klinik.
Komisi fatwa MUI memberikan tiga macam ketentuan hukum soal
ini. Pertama, pada dasarnya setiap jenazah harus dipenuhi hak-haknya, dihormati
keberadaannya dan tidak boleh dirusak.
Jenazah seorang muslim hendaknya segera diurus untuk segera
ditunaikan haknya. Beberapa hak jenazah yang harus dipenuhi antara lain
dimandikan, dikafani, dishalatkan, dan dikuburkan.
Ketentuan kedua, meski pada dasarnya jenazah harus
dihormati, MUI membolehkan proses autopsy jika ada kebutuhan yang ditetapkan
oleh yang berwenang. Pada ketentuan ketiga, MUI menguraikan beberapa ketentuan
yang harus diikuti dalam proses autopsy.
Pertama, autopsy jenazah didasarkan pada kebutuhan yang
dibenarkan secara syariat seperti mengetahui penyebab kematian untuk
penyelidikan hukum, penelitian, atau pendidikan kedokteran.
Kedua, autopsy merupakan jalan keluar satu-satunya dalam
memenuhi tujuan sesuai ketentuan pertama.
Ketiga, jenazah yang diautopsi harus
segera dipenuhi hak-haknya seperti dimandikan, dikafani, dishalatkan, dan
dikuburkan.
Terakhir, jenazah yang dijadikan objek autopsy harus mendapatkan
izin dari dirinya sendiri saat masih hidup melalui wasiat ahli waris atau
pemerintah sesuai peraturan yang berlaku.
Republika 8 April 2016