Detoksifikasi atau kemampuan tubuh anak penyandang autis
untuk mengeluarkan racun sangat rendah, hanya di bawah 10 persen. Ini menjadi
alasan disiplin diet sangat penting untuk penyembuhan mereka.
Anak penyandang autis pantang mengonsumsi gula, terigu,
susu, cokelat, kedelai, jagung, makanan-makanan mengandung kasein, serta buah
berfenol tinggi. Ini untuk memperbaiki fungsi-fungsi abnormal di otaknya,
supaya saraf bekerja lebih baik dan akhirnya gejala autis bisa berkurang,
bahkan hilang.
Diet teratur membantu keberhasilan terapi hingga 40 persen.
Makanan-makanan tersebut bersifat toksik yang diserap oleh
usus dan masuk ke otak. Toksik itu mengganggu perilakunya, sehingga anak tidak
bisa diam dan tenang. Jika penerapan diet biomedik berhasil, anak biasanya bisa
tidur sepanjang malam, kemampuan komunikasinya meningkat, ada kontak mata,
lebih tenang, dan stimming berkurang.
Sampai kapan diet dilakukan? Jawabannya berbeda untuk
masing-masing anak dan jenisnya pun tidak sama bagi setiap pasien. Kabar
baiknya adalah kebanyakan anak bisa berhenti diet dnegan menunggu sampai usus
sembuh atau 80 persen dari sistem imun di usus kembali bekerja. Ini karena
sistem imun sebelumnya terganggu akibat vaksin, bakteri, virus atau jamur,
sehingga perlu perbaikan.
Diet pada autism menggunakan teknik rotasi dan eliminasi,
yaitu memberikan makanan yang tepat untuk anak yang berbeda setiap hari. Orang
tua perlu mengeksplorasi dan memanipulasi bahan, juga bumbu makanan. Rotasi
bisa dilakukan setiap empat sampai tujuh hari. Jika ada makanan yang bereaksi
negative terhadap anak, jenis itu dieliminasi dari daftar menu. Terapis akan
mengidentifikasi penyebabnya, apakah dari bumbu atau bahan makanan.
Untuk aktivitas anak, tidak ada larangan bagi mereka,
termasuk berolahraga. Berenang itu nomor satu buat anak autism.
Republika 7 April 2016