Bolehkah Memakan Jamuan Dari Pemeluk Agama Lain

Pada prinsipnya, umat Islam bermuamalah dalam hubungan sosial, bergaul dan berinteraksi dengan masyarakat, tidaklah dibatasi oleh agama yang dianut oleh teman bergaul kita. Artinya, kita boleh bergaul dengan siapa saja dan apapun agama yang dianutnya. Syaratnya, tidak ada pembauran akidah atau perbuatan yang mencampuradukkan aspek akidah dan keimanan.


Dengan demikian, memenuhi dan mengikuti undangan jamuan makan dari teman yang memeluk agama lain, hukum dasarnya adalah boleh. Misalnya, kawan atau pimpinan itu mendapat promosi jabatan, kelahiran anak, pindah rumah, dan sebagainya. Lalu ia mengundang makan-makan rekan sejawat sebagai bentuk ungkapan syukur atas kebaikan/keberuntungan yang telah diperolehnya.

Dalam hal ini yang harus diperhatikan dan dicermati adalah jenis makanan yang disuguhkan. Tentu makanan yang dikonsumsi itu harus yang diyakini kehalalannya. Kalau diduga bercampur dengan yang haram, maka sebaiknya dihindarkan. Apalagi kalau jelas bahwa di restoran tempat makan itu biasa disediakan makanan olahan dari bahan babi, umpamanya. Maka yang demikian itu tentu terlarang.

Selanjutnya, kalau undangan makan itu berkaitan dengan ritual keagamaan yang khas, bersifat khusus. Maka itu jelas juga terlarang. Umat Islam tidak boleh mencampuradukkan akidah dan peribadatan agamanya (Islam) dengan akidah dan peribadatan agama lain. Seperti acara natal bersama, yang di dalamnya biasanya juga ada acara makan-minum bersama. Seperti makan roti misa, yang dinisbatkan dengan suguhan dari Yesus. Atau minum anggur atau minuman jus berwarna merah yang dinisbatkan sebagai meminum darah pengorbanan dari Yesus. Atau makanan-minuman yang telah didoakan atau diberkati secara khusus oleh pemimpin upacara keagamaan yang diselenggarakan itu. Bahkan dalam hal ini, Komisi Fatwa MUI, pada 7 Maret 1981, telah mengeluarkan fatwa haram hukumnya umat Islam mengikuti upacara natal bersama. Dan ini juga bisa dianalogikan dengan ritual keagamaan lain.

Selain itu, lazimnya dalam acara keagamaan, sebelum atau ketika memulai acara makan-makan, ada doa bersama yang dipimpin oleh penyelenggara acara. Dalam hal ini, seorang muslim tidak boleh mengikuti dan mengamini doa yang dipimpin oleh non-muslim.

(Jurnal Halal No. 87 Januari-Februari Th. XIV 2011)



Related Posts
Previous
« Prev Post