Pribadi Muslim Ideal

“Dan sesungguhnya engkau (wahai Muhammad) benar-benar berada di atas akhlak yang agung.” (QS. Al-Qalam: 4)

Dalam hadits Muslim diceritakan bahwa suatu hari Khalifah Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu berkata kepada Umar bin Khattab, “Marilah kita berangkat ke tempat Ummu Aiman radhiyallahu ‘anha, mari kita ziarah kepadanya sebagaimana dulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berziarah kepadanya.” Ketika keduanya telah sampai di tempat Ummu Aiman, mendadak Ummu Aiman menangis. Khalifah Abu Bakar dan Umar merasa heran, lalu berkata, “Mengapa engkau menangis? Apakah engkau tidak mengetahui bahwa yang ada disisi Allah lebih baik bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?” Ummu Aiman menjawab, “Aku menangis bukan karena tidak tahu bahwa apa yang ada disisi Allah lebih baik bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Aku menangis karena wahyu terputus dari langit.” Perkataan Ummu Aiman tersebut sangat memilukan hati Khalifah Abu Bakar dan Umar, sehingga keduanya ikut menangis bersamanya. (Hadits dalam Riyadhus Shalihin no. 360)


Di kesempatan lain, sejak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam meninggal, Bilal bin Rabah tidak bersedia lagi menjadi muadzin. Beliau kemudian memilih pindah dan tinggal di Syam. Dimasa Khalifah Umar bin Khattab, beliau sempat berkunjung ke Syam. Disana umat Islam meminta beliau agar Bilal bersedia mengumandangkan adzan, meskipun hanya untuk sekali shalat saja. Bilal pun setuju. Ketika suara adzan Bilal terdengar, para sahabat bercucuran air mata, terutama Khalifah Umar bin Khattab. Mereka teringat kenangan dimasa lalu, ketika suara adzan itu biasa terdengar sebelum shalat ditegakkan, yaitu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam masih hidup ditengah mereka.

Kenangan para sahabat terhadap kepribadian dan akhlak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sangat mendalam, hingga ketika beliau telah wafat pun, mereka masih selalu ingat keluhuran budi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Tangisan kesedihan mereka ketika teringat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membuktikan bahwa beliau memiliki akhlak yang luar biasa, sedang para sahabat sendiri memiliki kepekaan hati yang tinggi.

Suatu hari datang seorang utusan putri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang meminta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjenguk cucunya yang sedang menghadapi sakratul maut. Tidak lama kemudian beliau datang bersama beberapa orang sahabat. Setelah tiba disana, anak kecil itu dibawa kepada Rasulullah shallallahu ‘alaih wasallam, lalu didudukkan kepangkuan beliau. Melihat nafas anak itu yang tersengal-sengal, seketika itu air mata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berjatuhan. Beliau tidak kuasa menahan iba melihat penderitaan cucunya. Sa’ad bin Ubaidah yang hadir disana bertanya, “Apakah ini ya Rasulullah?” (Maksudnya, mengapa Anda menangis ya Rasulullah?) Beliau menjawab, “Ini adalah rahmat yang Allah Ta’ala jadikan ada dihati-hati para hamba-Nya.” Dalam riwayat lain, “Dalam hati-hati siapa saja yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah merahmati hamba-hamba-Nya yang pengasih.” (Muttafaq ‘alaih)

Banyak sekali ayat maupun hadits yang menjelaskan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat memiliki akhlak yang lemah lembut dan peka hatinya.

Dari imam-imam ahlu sunnah kontemporer, seperti Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz atau Syaikh Nashiruddin Al-Albani rahimahumallah, beliau memiliki kepekaan hati yang tinggi. Syaikh bin Baz ketika sedang berceramah, beliau sempat menyinggung sifat-sifat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, kemudian beliau menangis sesenggukan. Syaikh Al-Albani dalam sebuah kajian, beliau menerima pertanyaan via telepon dari seorang muslimah. Begitu antusiasnya muslimah tersebut kepada kebaikan, Syaikh Al-Albani pun menangis, tidak mampu berkomentar apa-apa.

Ketika kita mengklaim sebagai pengikut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka parameter yang paling mudah untuk membuktikan kebenaran klaim itu ialah dengan melihat akhlaknya. Seorang ahlu sunnah pastilah ingin meniti jejak Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menyebarkan rahmat kesegala penjuru dunia, bahkan terhadap musuh sekalipun. Wallahu a’lam

Sumber:
Diringkas dari Majalah Islam Al-Bashirah Edisi 07 Tahun II



Related Posts
Previous
« Prev Post