Metode Tarbiyah Untuk Membangun Umat

Keadaan kaum muslimin saat ini berada pada kondisi yang terpuruk berupa kehinaan dan penindasan kaum kafir terhadap dunia Islam, bukan disebabkan karena mayoritas ulama Islam tidak memahami fiqhul waqi’ (fikih realita) atau tidak mengetahui rencana-rencana dan tipu daya orang-orang kafir sebagaimana anggapan sebagian orang.

Sebuah kesalahan yang amat jelas apabila mencurahkan perhatian secara berlebihan terhadap fiqhul waqi’, hingga menjadikannya sebagai manhaj bagi para da’i dan generasi muda, dimana mereka membina dan terbina diatasnya dengan menganggapnya sebagai jalan keselamatan.


Suatu hal yang telah menjadi kesepakatan para fuqaha bahwa penyebab yang paling mendasar bagi kehinaan kaum muslimin, yaitu:

Pertama, kejahilan atau kebodohan kaum muslimin terhadap Islam yang diturunkan Allah kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Kedua, mayoritas kaum muslimin mengetahui hukum-hukum Islam namun tidak melaksanakannya. Mereka cenderung meremehkan, menggampangkan, dan menyia-nyiakannya.

Jalan Untuk Mencapai Kemuliaan Islam

Tashfiyah dan tarbiyah adalah kata kunci bagi kembalinya kemuliaan Islam dengan cara penerapan ilmu yang bermanfaat dan pengamalannya. Keduanya adalah perkara yang mulia,  sehingga tidak mungkin kaum muslimin dapat mencapai kejayaan dan kemuliaan kecuali dengan menerapkan metode tashfiyah dan tarbiyah yang merupakan kewajiban yang amat penting.

Kewajiban pertama adalah tashfiyah, yaitu:

x. Pemurniaan akidah Islam dari suatu yang tidak dikenal dan telah menyusup masuk kedalamnya seperti kemusyrikan, pengingkaran dan penakwilan terhadap sifat-sifat Allah Ta’ala, atau penolakan hadits-hadits shahih yang berkaitan dengan akidah dan lain sebagainya.

x. Pemurniaan ibadah dari berbagai macam bid’ah yang telah mengotori kesucian dan kesempurnaan agama Islam.

x. Pemurnian fikih islam dari segala bentuk ijtihad yang menyelisihi Al-Qur’an dan As-Sunnah, serta pembebasan akal dari pengaruh-pengaruh taqlid dan kegelapan sikap fanatisme.

x. Pemurnian kitab-kitab tafsir Al-Qur’an, fikih, kitab yang berhubungan erat dengan raqa’iq (kelembutan hati), dan kitab-kitab lainnya dari hadits-hadits lemah atau palsu, serta dongeng israiliyat.

Kewajiban yang kedua adalah tarbiyah, yaitu pembinaan generasi muslim di atas Islam yang telah dibersihkan dari hal-hal yang telah disebutkan di atas, dengan sebuah pembinaan islami yang benar sejak usia dini tanpa pengaruh dari pendidikan ala Barat yang kafir.

Tidak diragukan lagi bahwas upaya untuk mewujudkan dua kewajiban ini (tashfiyah dan tarbiyah) menuntut kesungguhan, saling bahu membahu antara kaum muslimin dengan penuh keikhlasan, baik secara kolektif maupun individual.

Sikap ini sangat diperlukan dari semua komponen masyarakat yang benar-benar berkepentingan untuk menegakkan sebuah masyarakat yang islami yang menjadi idaman di setiap negeri.
Maka, bagi para ulama yang mengetahui hukum-hukum Islam yang benar, harus bersungguh-sungguh mencurahkan perhatian mereka, mengajak kaum muslimin kepada pemahaman Islam yang benar baik akidah maupun manhaj.

Allah Ta’ala berfirman, “Hai orang-orang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (QS. Muhammad: 7)

Makna firman Allah, “Jika kamu menolong (agama) Allah,” adalah jika kamu mengerjakan perintah-Nya, maka Allah akan menolong kamu dari musuh-musuhmu.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jika kalian telah berjual beli dengan sistem bai’ul ‘iinah, dan kalian telah memegang ekor-ekor sapi dan ridho dengan pekerjaan bertani, serta meninggalkan jihad (di jalan Allah), niscaya Allah akan menjadikan kehinaan menguasai kalian. Dia tidak akan mencabutnya dari kalian hingga kalian kembali kepada agama kalian.” (HR. Abu Daud no. 3462, Al-Baihaqi (V/316))

Penyakit yang melanda kaum muslimin bukanlah karena kejahilan terhadap suatu ilmu  tertentu, namun kehinaan itu disebabkan sikap mereka yang menggampangkan dan meremehkan pengamalan hukum-hukum agama, baik yang berasal dari Al-Qur’an ataupun Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Jika kamu berjual beli dengan sistem hai’ul ‘innah,” adalah sebuah isyarat dari beliau yang menunjukkan salah satu jenis mu’amalah yang bermuatan riba dan memakai siasat (tipu daya) terhadap syari’at Allah Ta’ala.

Kemudian sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Dan kalian telah mengambil ekor-ekor sapi,” merupakan isyarat dari beliau yang menunjukkan perhatian yang difokuskan kepada urusan-urusan duniawi, dan kecenderungan kepadanya, serta tidak adanya perhatian terhadap syari’at dan hukum-hukumnya. Dan begitu juga dengan isyarat beliau, “Dan kamu telah ridha dengan pekerjaan pertanian.”

Lalu sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, “Kamu telah meninggalkan jihad,” sebagai buah dari sikap ingin hidup kekal di dunia ini. Hal ini sebagaimana firman Allah Ta’ala, “Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya apabila dikatakan kepadamu, ‘Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah,’ kamu merasa berat dan ingin tinggal ditempatmu. Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit.” (QS. At-Taubah: 38)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Niscaya Allah akan menjadikan kehinaan menguasai kamu. Dia tidak akan mencabutnya dari kalian, hingga kalian kembali kepada agama kalian.”
Merupakan isyarat yang jelas bahwa ‘agama’ yang merupakan kewajiban kita untuk kembali kepada-Nya adalah agama yang disebutkan oleh Allah Ta’ala, “Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam.” (QS. Ali-Imran: 19)

Dengan ilmu, amal shaleh, dan kesabaran, maka Allah akan memberikan kemenangan kepada umat Islam.

Sumber:
Yazid bin Abdul Qadir Jawas. 2006. Syarah ‘Aqidah Ahlu Sunnah wal Jama’ah. Bogor: Pustaka Imam Syafi’i



Related Posts
Previous
« Prev Post