Fungsi Organ Hati

Kenali Si Pengatur Gula Darah

Hati adalah organ satu-satunya yang menghasilkan glukosa setelah masa penyerapan makanan berakhir.

Sebagai orang yang memproduksi insulin, pankreas kerap dikaitkan dengan penyakit diabetes mellitus yang diakibatkan meningkatnya kadar gula dalam darah seseorang. Namun, ternyata tidak banyak yang tahu bahwa hati atau liver juga memiiki peranan penting guna membantu mengatur kadar gula dalam darah.

Zat glukosa pada aliran darah sejatinya memang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia karena berfungsi sebagai sumber energi. Bahkan, bagi darah dan otak, zat glukosa merupakan sumber energi yang paling utama.

Akan tetapi, apabila kelebihan zat glukosa, tentu juga tidak baik kesehatan tubuh dan malah akan menyebabkan berbagai penyakit, salah satunya yang paling terkenal adalah diabetes. Agar tubuh dapat bekerja dengan baik, normalnya diperlukan kadar gula sekitar 20-100 mg/dl. Tapi, tanpa kita sadari, kebutuhan ini dapat meningkat saat tubuh sedang melakukan aktivitas atau mengalami stress.

Pada saat kita makan, nantinya makanan tersebut akan dipecah di dalam tubuh. Hal inilah yang kemudian akan meningkatkan kadar gula di dalam darah.

Pada masa ini, kebutuhan glukosa sel dapat diperoleh langsung dari dalam darah. Sementara itu, sisa glukosa yang tidak dipakai akan disimpan oleh hati dalam bentuk glikogen, mulai 10 menit hingga dua jam setelah makan.

Setelah dua jam, kadar glukosa darah akan mulai menurun.

Pada fase ini, hati nantinya akan mempertahankan kadar glukosa dengan memecah cadangan glikogen menjadi glukosa atau membentuk glukosa dari protein  dan lemak (gluconeogenesis). 

Sifatnya yang mudah dipecah menjadikan glikogen sebagai cadangan energi yang penting.

Bahkan, glikogen mencakup 10 persen volume hati secara keseluruhan. Hal ini juga menjadikan hati tidak hanya sebagai organ penyimpan glikogen, tetapi juga pengatur kadar gula dalam darah di antara waktu makan.

Keseimbangan kadar glukosa darah di antara waktu makan dipengaruhi oleh produksi glukosa darah oleh hati dan penggunaan glukosa oleh jaringan. Hati adalah organ satu-satunya yang menghasilkan glukosa setelah masa penyerapan makanan berakhir. Sementara, produksi glukosa ini sangat sensitive dan bergantung pada kerja insulin.

Oleh karena itu, adanya resistensi insulin dan defisiensi insulin akan berdampak besar terhadap produksi glukosa oleh hati dan kadar glukosa di dalam darah. Pada penderita diabetes mellitus tipe 2, resistensi insulin menyebabkan hati menjadi kebal terhadap sinyal yang dihantarkan insulin sehingga jumlah glukosa yang dihasilkan hati menjadi terlalu banyak.

Namun, rupanya produksi glukosa tersebut lebih banyak terjadi akibat gluconeogenesis, bukan akibat glikogenolisis. Glukoneogenesis berlebihan pada penderita diabetes mellitus tipe 2 menunjukkan adanya gangguan dalam penghambatan produksi glukosa di hati.

Hal ini dapat terjadi akibat hiperglukagonemia dan peningkaan oksidasi asam lemak bebas intrahepatic. Sehingga, menyebabkan tingginya kadar glukosa darah pada masa postabsortif. Pasien dengan gluconeogenesis berlebihan biasanya juga memiliki kadar glukosa darah puasa yang tinggi.

Resistensi insulin sendiri mulai terjadi saat berat badan meningkat dan lingkar perut melebar. Pada orang yang memiliki faktor genetic dan penyakit liver, risiko resistensi insulin juga akan meningkat.

Tidak semua orang punya konsep perut kecil itu juga sehat. Semua itu, awalnya diukur dari lingkar perut seseorang. Lingkar perut ideal wanita adalah 80 cm, sedangkan pria 90 cm. Jika lebih dari itu, lama-kelamaan akan terjadi sindrom metabolis yang mengarah pada diabetes.

Selain itu, pasien juga harus memperbaiki pola makan dan menambah aktivitas fisik dengan cara berolahraga agar masa lemak di dalam perut mengecil.

Republika 2 November 2015



Related Posts
Previous
« Prev Post