Kerumitan Seorang Wanita

Perempuan dan Kompleksitasnya

Di tiap fase kehidupannya, perempuan mengalami sejumlah perubahan yang dapat memengaruhi kualitas kehidupannya.

Perempuan merupakan sosok yang istimewa juga  kompleks. Jika dikaruniai umur panjang, perempuan akan mengalami tiga fase kehidupan. Fasenya dimulai dari masa kanak-kanak (0-12 tahun), berlanjut ke fase usia produktif ( 13 hingga 44 tahun), hingga akhirnya mencapai fase menopause (di atas 45 tahun).

Pada setiap fase tersebut, kaum hawa akan mengalami perubahan di dalam tubuhnya, sebut saja ketika memasuki usia produktif. Di fase ini, perempuan mengalami menstruasi yang merupakan akibat dari perubahan fisiologis dalam tubuh perempuan yang dipengaruhi oleh hormone reproduksi, baik esterogen maupun progesterone.

Mestruasi merupakan tanda awal masa kesuburan atau masa produktif perempuan. Sementara itu, di tahap menopause, masa kesuburan berakhir menyusul mulai menurunnya produksi hormone estrogen dan progesterone. Perubahan fisiologis dalam tubuh perempuan bukan hanya memengaruhi perubahan pada fisik, melainkan juga kondisi psikisnya. Secara psikis, fluktuatifnya hormone estrogen dan progesterone berpengaruh pada mood.

Fase mestruasi terjadi ketika lapisan dinding rahim luruh dan dikeluarkan dari tubuh. Penyebabnya adalah berkurangnya kadar hormone estrogen dan progesterone. Hal ini menyebabkan daya tubuh menurun, tubuh mudah lelah, dan timbul mood swing.

Sebanyak 72 persen perempuan usia produktif di Indonesia mengalami masalah keperempuanan. Sekitar 62 persen di antaranya mengalami nyeri haid (dismenorea). Gangguan itu muncul ketika tubuh melepaskan hormone prostaglandin yang bekerja merangsang kontraksi otot. Hormon ini diperlukan untuk meluruhkan lapisan dinding rahim saat tak terjadi pembuahan. Seiring kontraksi otot rahim untuk meluruhkan lapisan dinding rahim, rasa nyeri atau kram umumnya juga turut menyertai.

Dismenorea ada dua jenis, yakni primer dan sekunder. Dismenorea primer diderita oleh 50 persen perempuan usia reproduksi aktif dengan sikluk ovulatorik. Dismenorea primer berdampak luas di berbagai bidang, seperti kehilangan kesempatan kerja, sekolah, dan kehidupan berkeluarga.
Dismenorea primer sering disertai gangguan mual, munta, dan frekuensi defekasi. Dimenorea primer disebabkan faktor intrinsic uterus. Kondisi ini berhubungan erat dengan ketidakseimbangan steroid seksovarium tanpa adanya kelainan organik.

Lain halnya dengan dismenorea sekunder. Pada jenis sekunder ini, ada kelainan organic dalam pelvia, seperti mioma uteri, kista, dan radang panggul. Dismenorea sekunder disebut juga dismenorea organic, dapatan, ekstrinsik dan dapat timbul kapan saja sepanjang hidup.

Nyeri menstruasi pada perempuan menimbulkan tiga masalah utama, yakni gangguan pada diri penderita dan keluarganya, kerugian dalam bidang industry dan komersial, serta kerugian pada ekonomi nasional. Sebagai contoh Amerika, telah kehilangan 600 jam per tahun atau setara dengan 2 miliar dolar AS akibat dismenorea primer yang diderita oleh perempuan usia reproduksi. Di Swedia, 30 persen perempuan pekerja industry menurun penghasilannya, namun pengeluarannya justru meningkat karena harus membeli obat analgesic.

Gejalan klinis dismenorea dimulai atau tepat sebelum pendarahan haid. Puncak nyeri dicapai dalam 24 jam prahaid, berlangsung 8 hingga 12 jam. Terdapat keragaman pola pada tiap individu. Ada beberapa tipe perempuan yang berisiko tinggi terkena dismenorea, yakni perempuan dengan kadar lemak tinggi, hormon estrogennya tidak seimbang, ada kelainan di indung telur atau di kepala, yang faktor eksternal, seperti biaya hidup di daerah yang penuh tekanan.


Republika 28 April 2015

Related Posts
Previous
« Prev Post