Shale oil

Mengenal Minyak Dan Gas Bumi Non Konvensional

Dunia mengakui Indonesia kaya akan sumber daya alam yang menghasilkan sumber energi. Seperti pada industri hulu migas, istilah minyak dan gas bumi non konvensional bukanlah sesuatu yang baru. Potensi sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan energi ini belum banyak digali karena sejumlah faktor.

Ciri umum yang dimiliki migas non konvensional adalah tingkat permeabilitasnya yang rendah. Rendahnya tingkat permeabilitas membuat kegiatan eksploitasi migas non konvensional dilakukan dengan cara penambangan.

Hal ini berbeda dengan kegiatan eksploitasi pada migas konvensional yang dilakukan secara sumuran. Struktur migas non konvensional di dalam tanah juga berbeda dari migas konvensional.
Sebagai informasi, struktur atau akumulasi migas konvensional yang terperangkap dalam suatu lapisan berasal dari migrasi hidrokarbon dari batuan induk yang menggenerasikan minyak dan gas bumi.

Sementara migas non konvensional tidak mengalami migrasi lateral. Artinya, cadangan migas non konvensional tersimpan di tempat di mana batuan induk tersebut berada. Perbedaan lainnya adalah migas konvensional lebih mudah terlihat karena letaknya tidak terlalu dalam dari permukaan.

Sedangkan migas non konvensional berada di lapisan yang makin dalam. Meski demikian, adanya kegiatan eksploitasi migas konvensional di sebuah cekungan bisa menjadi indikasi kepastian adanya cadangan migas non konvensional di tempat tersebut karena keberadaan batuan induk sebagai sumber migas non konvensional sudah terbukti.

Batuan Induk

Shale oil dan shale gas berasal dari batuan induk (shale) yang sama dengan minyak dan gas bumi konvensional. Shale oil dan shale gas merupakan minyak dan gas bumi yang diperoleh dari serpihan batuan induk.

Karena memiliki tingkat permeabilitas yang rendah, shale oil dan shale gas tidak bisa diproduksikan dengan cara yang sama seperti minyak dan gas bumi konvensional. Proses pengangkatan shale oil dan shale gas menggunakan metode fracturing, yaitu melakukan perekahan lapisan batuan dengan memakai pompa hidrolik bertekanan tinggi.

Di Indonesia, pengembangan shale gas sudah mulai dilakukan. Pemerintah tengah melakukan studi awal untuk melihat potensi shale gas di Indonesia. Sejumlah contoh batuan induk dari berbagai wilayah telah diambil dan sedang diteliti di laboratorium.

Sejauh ini, potensi shale gas di Indonesia diperkirakan ada di Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Papua dengan perkiraan cadangan sebesar 570 triliun kaki kubik. Sementara gas metana batubara adalah gas metana yang terperangkap dan terakumulasi di dalam pori-pori batubara selama masa pembatubaraan.

Gas ini umumnya terperangkap di dalam matriks atau pori atau celah batubara yang disebut cleats. Semakin banyak cleats di dalam batubara, semakin baik permeabilitasnya dan semakin besar peluang kandungan gas metana.

Gas ini tetap bermigrasi atau berpindah apabila dalam sistem batubara tersebut mengalami gangguan (sesar) yang membentuk celah yang menjadi jalan keluar gas. Saat ini, pemerintah sudah mengupayakan pengembangan gas metana batubara di 54 wilayah kerja.

Sumber migas non konvensional lainnya adalah methane-hydrate atau dikenal dengan sebutan natural gas hydrate. Methane-hydrate merupakan material berbentuk Kristal es, dimana molekul air (molekul tuan rumah) membentuk struktur seperti kurungan atau clathrate sehingga memiliki rongga yang dapat terisi oleh molekul gas (molekul tamu)

Memberi Keuntungan

Berada di dua daerah, yaitu di laut dalam dan area permafrost atau kutub, methane-hydrate banyak terdapat di tepi-tepi benua. Banyak keuntungan yang bisa diperoleh apabila methane-hydrate bisa dikembangkan.

Pertama, jumlah cadangan methane-hydrate di dunia lebih banyak dibanding energi fosil lainnya yang ada sekarang.

Berdasarkan Energy Outlook 2007, cadangan gas bumi di dunia mencapai 96 miliar ton karbon, minyak sebesar 160 miliar ton karbon, dan batubara sebesar 675 miliar ton karbon. Sedangkan cadangan methane-hydrate mencapai 3 triliun ton karbon.

Kedua, methane-hydrate mampu mencukupi kebutuhan energi bagi manusia selama dua ribu tahun. Dari satu meter kubil methane-hydrate bisa menghasilkan 170 meter kubik gas.

Ketiga, tempratus dan tekanan gas ini relative stabil sehingga bisa memudahkan penyimpanan.
Hanya saja, pengembangan methane-hydrate bukan hal yang mudah. Karena berada di laut dalam, pengambilan methane-hydrate tidak bisa dilakukan dengan cara ditambang seperti mengambil batubara.

Artinya, pengambilan methane-hydrate harus menggunakan sumur seperti dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas konvensional. Ada tiga teknik yang bisa digunakan untuk mengambil methane-hydrate, yakni depressurization, thermal injection, dan inhibitor injection.

Namun ketiga teknik ini sulit diterapkan karena membutuhkan dukungan energi yang sangat besar sehingga dari sisi keekonomian kurang menguntungkan.

Meski pengembangan migas non konvensional belum semasif migas konvensional, upaya untuk menemukan teknologi yang efektif dan efisien terus dilakukan. Dengan dukungan teknologi yang murah dan mampu memberikan hasil yang maksimal, migas non konvensioanl bisa menjadi sumber daya untuk memenuhi kebutuhan energi manusia di masa depan.

Republika 11 Desember 2015



Related Posts
Previous
« Prev Post