Sebagian orang banyak yang menganggap batu empedu berawal
dari sakit maag. Padahal gejalanya tidak sesederhana itu. Terbentuknya batu
empedu memang kerap diketahui jika penderitanya mengalami sejumlah gejala,
seperti timbul rasa sakit di perut kanan atas dan punggung yang mirip sakit
maag. Jika sudah muncul gejala-gejala tersebut, masyarakat cenderung mendiamkan
rasa sakitnya sabagai rasa sakit akibat maag biasa. Padahal bisa jadi, hal
tersebut merupakan gejala awal terjadinya penumpukan batu di dalam saluran empedu.
Saat minum obat maag memang akan sembuh, tapi tak lama akan
kambuh.
Untuk gejala jangka panjang, apabila seseorang sering
merasakan gejala-gejala tersebut, dokter akan mengangkat batu empedu agar tidak
menimbulkan rasa sakit berkepanjangan terhadap pasien. Caranya, dengan
melakukan tindakan operasi dengan metode
pembedahan perut, endoskopi, maupun laparoskopi bedah invasif.
Biasanya operasi dilanjutkan dengan pengangkatan kantong
empedu yang terdapat endapan batu. Pasien tidak perlu khawatir akan hal ini
karena tidak seperti kehilangan salah satu ginjal, jika pasien kehilangan
kantong empedu tidak akan terlalu berpengaruh pada tubuh.
Hilangnya kantong empedu tidak terlalu berpengaruh
signifikan terhadap kondisi kesehatan. Berbeda jika kita kehilangan salah satu
fungsi ginjal kita.
Saat pengangkatan selesai, harus dilakukan pembersihan
total. Hal ini berguna agar tidak terjadi permasalahan kemudian hari.
Walau batu empedu kebanyakan diderita orang berusia 40
tahun, bisa saja penyakit ini menyerang remaja. Apalagi, batu empedu disebabkan
oleh infeksi saluran pencernaan, demam tifoid yang tak terselesaikan, dan
tipus.
Penyakit inilah yang menyebabkan penderita batu empedu tidak
lagi didominasi orang yang berusia di atas 40 tahun, tetapi menjalar ke usia
lebih muda.
Saat ini ada sejumlah pendekatan guna mendeteksi keberadaan
batu empedu. Cara paling dasar adalah melakukan pemeriksaan ultrasonografi.
Dengan metode itu, 97 persen batu empedu di kantong empedu bisa terlacak.
Untuk pengobatannya, apabila pasien memilih metode bedah
minimal invasive akan dibuat luka sayatan sebesar satu sampai 1,2 cm, jauh
lebih kecil dibandingkan dengan pembedahan konvensional yang luka sayatan bisa
sebesar 30 cm. Jika sumber masalah sulit diatasi dengan laparoskopi, proses
pembedahan harus dikembalikan ke metode konvensional.
Jika batu tersebut ada di saluran empedu, harus dilakukan
tindakan ERCP dengan menggabungkan endoskopi dan fluoroskospi untuk
mendiagnosis ataupun terapi sejumlah masalah yang ada di saluran empedu
tersebut.
Republika 4 September 2015