Program inseminasi bisa menjadi solusi bagi pasutri yang
bermasalah dalam infertilitas.
Pasangan suami-istri di dunia cenderung khawatir dengan
masalah reproduksi, khususnya kesuburan (infertilitas). Namun, masalah kesuburan
ini ternyata sering terjadi pada pasangan suami-istri meskipun keduanya dalam
kondisi prima dan bahkan sehat dalam hubungan intimnya.
Idealnya, sebanyak 84 persen wanita akan hamil secara
alamiah apabila melakukan hubungan seksual dalam kurun waktu satu tahun.
Sayangnya, fakta menunjukkan bahwa kondisi infertilitas ini banyak dialami oleh
banyak pasangan.
Proses inseminasi merupakan salah satu bentuk penanganan
bagi pasien suami istri yang menginginkan keturunan. Salah satu caranya adalah
dengan melakukan pengawetan fertilitas sel telur maupun sperma sehingga dapat
ditanam di rahim.
Pengawetan ini bahkan bisa dilakukan pada pasien kanker yang
tetap ingin memiliki keturunan. Teknik yang dilakukan bisa dalam bentuk
pembekuan jaringan sel telur, sperma, dan embrio.
Setelahnya jaringan indung
telur dapat digunakan di kemudian hari setelah pasien pulih dari kanker.
Inseminasi sangat penting dilakukan, apalagi pengobatan
kanker banyak merusak sel saraf manusia termasuk sperma dan sel telur. Selain
melakukan pengawetan sel telur atau sperma pada pasien kanker, langkan
inseminasi ini juga bisa menjadi solusi untuk pasien dalam kondisi normal.
Untuk pasien normal, syarat melakukan inseminasi ini adalah
adanya gangguan kesuburan yang tidak diketahui penyebabnya, gangguan
infertilitas yang berhubungan dengan endometriosis, masalah sperma pada pria,
wanita yang alergi sperma, hingga masalah dari rahim (serviks) wanita itu
sendiri.
Infertilitas terjadi akibat penyebab yang tidak jelas.
Inseminasi akan dilakukan sebagai penanganan awal dengan menggunakan
obat-obatan perangsang ovulasi.
Kemudian, infertilitas yang berhubungan dengan
endometrioasis, penggunaan kombinasi obat akan digunakan untuk memperoleh sel
telur yang terbaik. Itu merupakan penanganan awal.
Ada juga infertilitas karena faktor pria. Jika karena faktor
ini maka pemeriksaan analisis sperma suami menjadi tahapan awal penilaian
kesuburan. Kemudian, dilanjutkan dengan pemrosesan sperma (memilihkan sperma
yang terbaik).
Selain itu, pada infertilitas karena faktor serviks bisa
terjadi akibat lender yang diproduksi saat ovulasi. Seharusnya, cairan tersebut
memudahkan sperma untuk bergerak dari vagina masuk ke rahim kemudian ke saluran
telur. Namun, apabila cairan terlalu kental maka bisa mengganggu perjalanan
sperma. Langkah inseminasi ini akan memotong jalur tersebut dan menempatkan
sperma langsung ke dalam rahim.
Sementara, pada kondisi wanita yang alergi sperma,
sebenarnya jarang terjadi. Tapi, hal ini terjadi akibat ejakulasi dalam vagina
yang menyebabkan kemerahan, perasaan terbakar, dan bengkak. Inseminasi menjadi
cukup efektif menolong pada keadaan ini karena umumnya protein dalam cairan
ejakulat juga akan tertuang pada pemrosesan sebelum inseminasi.
Bila proses kehamilan terjadi maka tahapan berikutnya adalah
perawatan asuhan antenatal. Perawatan ini merupakan suatu program konsentrasi
ibu hamil sebelum proses melahirkan berlangsung.
Proses ini meliputi konseling dengan dokter, senam hamil,
dan konsultasi gizi selama masa kehamilan. Tujuannya tak lain agar ibu bisa
melahirkan dengan normal dan mengurangi risiko bayi lahir cacat.
Konseling adalah proses interaktif antara tenaga kesehatan
dan ibu serta keluarganya. Selama proses tersebut, tenaga kesehatan mendorong
ibu untu saling bertukar informasi dan memberikan dukungan dalam perencanaan
atau pengambilan keputusan serta tindakan yang dapat meningkatkan kesehatan
ibu.
Anjuran untuk melakukan program ini ternyata sangat penting
dan telah didukung oleh WHO melalui penelitian di sejumlah negara berkembang
termasuk Indonesia.
Republika 26 November 2015