Osteoporosis merupakan gangguan tulang yang mengalami
pengeroposan atau rapuh. Sebagai salah satu penyakit silent killer,
osteoporosis berpotensi menimbulkan cacat permanen pada tulang apabila tidak
segera ditangani.
Gejala penyakit tulang osteoporosis biasanya ditunjukkan
dengan gejala kerapuhan tulang yang memudahkan terjadinya fraktur stress (patah
tulang). Fraktur itu muncul dari tekanan pada tulang sewaktu melakukan kegiatan
normal.
Fraktur stress dapat terjadi pada kaki sewaktu berjalan atau
melangkah turun dari tanjakan atau tangga. Fraktur ini tidak bisa hilang hingga
bertahun-tahun kemudian.
Gejala penyakit tulang osteoporosis terjadi tanpa
menimbulkan sensasi apapun. Namun, tulang yang keropos oleh osteoporosis dan kemudian
patah bisa menyebabkan rasa nyeri.
Gejalan osteoporosis dengan rasa nyeri yang muncul secara
bertahap menghilang seiring dengan proses penyembuhan fraktur. Proses
penyembuhannya bisa berlangsung selama berbulan-bulan. Namun pada sebagian
orang, nyeri osteoporosis bisa berlanjut hingga menjadi kronis.
Osteoporosis yang menyerang tulang belakang akan menyebabkan
tulang keropos hingga tubuh terlihat memendek dan menjadi bungkuk. Walau penyakit ini bisa menyerang
usia muda, namun para wanita usia lanjut yang sudah menopause adalah kelompok
yang paling rentan mengalami osteoporosis dibandingkan dengan pria.
Keadaan ini disebabkan oleh berkurangnya kalsium dalam tubuh
wanita seiring dengan waktu. Wanita mengalami masa hamil dan menyusui, dimana
ketika kebutuhan kalsium untuk janin dan bayi kurang maka tubuh akan
mengambilnya dari tubuhnya sendiri, yaitu tulang.
Selain itu, kebanyakan wanita usia 50 tahun ke atas akan
mengalami menopause. Ketika mengalami kondisi tersebut, proses resorpsi tulang
jadi tidak terkendali dan tidak dapat mengimbangi oleh proses formasi tulang.
Hormon estrogen yang berperan dalam proses penyerapan kalsium berkurang saat
wanita mengalami menopause.
Untuk itu, selain pentingnya menerapkan pola hidup sehat
dengan mengonsumsi makanan yang sehat dan rajin berolahraga diperlukan pula
pemeriksaan laboratorium yang dapat menilai aktivitas pembentukan dan
pembongkaran tulang guna mengetahui risiko osteoporosis.
Republika 9 November 2015