Penyakit pembekuan darah berkaitan erat dengan penyebab
kematian utama di Indonesia, yaitu stroke dan jantung.
Penyakit darah beku merupakan suatu penyakit yang disebabkan
oleh darah yang manggumpal dan menyumbat di dalam tubuh. Darah beku umumnya
dapat terjadi di bagian tubuh mana saja, seperti otak, pembuluh darah vena,
jantung, paru-paru, dan bagian kaki manusia.
Pembekuan darah menjadi salah satu penyebab kematian utama
di Indonesia. Hal ini disebabkan penyakit pembekuan darah berkaitan dengan
stroke dan jantung.
Kita tahu stroke dan jantung adalah penyakit pembunuh nomor
satu di Indonesia. Sebesar 80-85 persen stroke adalah stroke iskemik yang
disebabkan thrombosis atau pembekuan darah. Sementara jantung, menyumbang 70 persen,
yang juga diakibatkan oleh thrombosis.
Secara garis besar, thrombosis adalah suatu kondisi
terjadinya pembentukan gumpalang-gumpalan darah di dalam pembuluh darah
manusia. Sehingga, tak jarang kondisi tersebut menimbulkan masalah dan menjadi
sumber penyakit. Trombosis dapat terjadi pada pembuluh darah manapun dan dapat
menimbulkan risiko yang fatal, apabila menghambat aliran darah menuju organ
vital.
Trombosis bisa terjadi akibat gangguan keseimbangan antara
faktor koagulan, antikoagulan, dan fibrinolysis.
Berdasarkan gejalanya, penyakit darah beku ini dibagi
menjadi dua jenis, yakni venous thrombo embolism (VTE), yang menyebabkan
embolus. Embolus adalah lepasan bekuan darah yang kemudian melayang-layang di
pembuluh darah. Embolous-embolous itu jadi ancaman ketika dibawah darah
jalan-jalan sampai ke paru-paru sehingga dapat menyebabkan kematian mendadak.
Sementara itu, jenis lainnya bernama deep vein thrombosis
(DVT) yang merupakan pembekuan pada pembuluh darah vena bagian dalam. DVT
umumnya terjadi keluhan pada kaki yang sering pegal-pegal, membengkak,
mengalami perubahan warna, dan terasa nyeri.
Beberapa penelitian dari WHO mengungkapkan bahwa kejadian
pembekuan darah jenis VTE setiap tahunnya meningkat sesuai umur.
Perbandingannya dengan angkat kejadian 1 per 10 ribu hingga 20 ribu populasi di
bawah umur 15 tahun. Begitu juga yang terjadi pada kasus usia di atas 80 tahun,
meningkat secara eksponsensial sesuai dengan umur tersebut hingga 1 per seribu
kasus per tahunnya.
Setiap orang berisiko mengalami VTE maupun DVT. Namun orang
dengan kondisi tertentu memiliki potensi lebih besar mengalami VTE. Faktor
risiko VTE sendiri bersifat multifactorial, seperti umur, jenis kelamin, faktor
genetic, kebiasaan merokok, kanker, diabetes mellitus, dan hipertensi.
Selain itu, faktor paparan atau pencetus, seperti operasi,
stroke, infeksi paru, infark jantung, inflamasi, gemar merokok, serta gaya
hidup yang tidak sehat juga menjadi faktor penyakit pembekuan darah jenis VTE.
Kebiasaan sering berbaring lebih dari tiga hari atau duduk lebih dari delapan
jam juga menjadi faktor pemicunya.
Untuk itu, dalam mencegah dan mengobati penyakit tersebut,
dibutuhkan terapi dengan menggunakan teknologi terbaru, seperti terapi
antikoagulan. Terapi ini berpotensi mematikan darah yang beku sehingga aliran
darah kembali lancar.
Saat ini masih banyak dilakukan terapi pengobatan dengan
cara lama akibat ketiadaan alat. Hal ini menyebabkan pasien tidak mendapatkan
pengobatan yang maksimal.
Republika 30 Oktober 2015