Kota Jeddah

Jeddah Nan Bersejarah

Pada 647 M, Jeddah mulai berfungsi sebagai pintu masuk bagi jamaah haji.

Jeddah bukanlah kota yang asing bagi umat Islam di Indonesia, khususnya yang pernah menunaikan ibadah haji atau umrah. Ya, karena kota ini merupakan gerbang menuju Tanah Suci. Meski demikian, tak banyak orang yang tahu bahwa Jeddah adalah kota bersejarah yang erat kaitannya dengan perkembangan Islam.

Terletak di wilayah Hijaz Tihamah, pantai Laut Merah, Jeddah kini merupakan kota terbesar kedua di Arab Saudi setelah ibu kota negara, Riyadh. Kota ini merupakan salah satu pusat kegiatan ekonomi Arab Saudi. Posisinya yang berada dibibir Laut Merah juga membuatnya menjadi salah satu kota resor utama di Arab Saudi. Dan, karena dekat dengan Laut Merah pula, Jeddah kondang dengan budaya makanan laut dan aktivitas memancingnya. Hal inilah yang membedakan Jeddah dengan kota-kota lainnya di Saudi.

Secara etimologi, nama kota ini konon berasal dari bahasa Arab, yakni ‘Jaddah’ yang berarti nenek. Hal ini berkaitan dengan keyakinan bahwa nenek moyang umat manusia, yakni Hawa, dimakamkan di kota ini.

Lain lagi dengan Kementrian Luar Negeri Inggris yang lebih suka menyebut kota ini dengan ejaan lama, yakni ‘Jedda’. Namun pada 2007, hal itu berubah dan Pemerintah Inggris mulai menyebut kota ini, ‘Jeddah’. Begitupun dengan dokumen dan peta resmi Arab Saudi yang menyebut kota ini ‘Jeddah’.

Memiliki area kurang lebih 2400 km persegi dengan panjang garis pantai mencapai lebih dari 80 km, Jeddah dikenal dengan sebutan The Bride Of The Red Sea (pengantin Laut Merah). Julukan ini diberikan karena letak geografis Jeddah yang berada di pesisir Laut Merah.

Sejarah juga mencatat pada sekitar 2500 tahun silam, sudah ada pelabuhan di pesisir Laut Merah, Jeddah. Di dekat pelabuhan itu terdapat sebuah pemukiman nelayan kecil. Seiring berjalannya waktu, pelabuhan itu berkembang dan sempat menjadi pusat perdagangan yang didatangi pedagang dari mancanegara, seperti Yaman dan negara-negara dari Eropa.

Pada 647 M, Jeddah mulai berfungsi sebagai pintu masuk bagi jamaah haji yang hendak menuju Tanah Suci Makkah. Sejak saat itu, Jeddah menjelma menjadi kota yang memiliki posisi penting bagi pelaksanaan ibadah haji. Pada tahun itu pula, Khalifah Utsman bin Affan menetapkan Jeddah sebagai pelabuhan utama untuk mengakses kota Makkah melalui jalur laut. Saat itu, Jeddah masih dikenal dengan sebutan Balad Al-Qanasil.

Dalam buku catatan perjalanannya, Ibnu Batutah dan Ibnu Jubair mengatakan, “Jeddah merupakan kota yang indah. Banyak bangunan megah dan kebanyakan bergaya arsitektur Persia.”

Jeddah merupakan kota yang aman dan penuh dengan pedagang serta orang kaya. Jeddah juga merupakan lading harta bagi Makkah dan tempat tinggal bagi orang Yaman dan Mesir.

Ada masjid di sana, namun masyarakat sulit mendapatkan air meskipun kota ini memiliki banyak penampuangan air. Masyarakat mendapatkan air dari tempat yang sangat jauh.

Mayoritas penduduk Jeddah berasal dari kawasan Persia. Kota ini memiliki lorong-lorong lurus yang kondisinya terawat dengan baik. Sayangnya, kota ini sangat panas.

Dari sisi pemerintahan, Jeddah selama beberapa periode dipimpin oleh penguasa Muslim, mulai dari Dinasti Umayah, Abbasiah, Ayyubiyah, hingga Mamluk. Di antara beberapa dinasti tersebut, Mamluk merupakan dinasti yang paling lama menguasai Jeddah. Di bawah kekuasaan Dinasti Mamluk, posisi Jeddah kian mapan sebagai jalur perdagangan dan haji. Dinasti ini memiliki komitmen yang kuat untuk menjaga Tanah Suci dan dua masjid yang berada di dalamnya, yakni Masjidil Haram dan Masjid Nabawi.

Penguasaan Turki Utsmani

Pada abad ke-16, awal masa Kesultanan Turki Utsmani, Jeddah mendapat tekanan dari banyak pihak, di antaranya penjajah Portugis yang terus-menerus melancarkan serangan. Bahkan pada 1516, armada Portugis sempat memasuki Jeddah. Baruntung, pasukan penjajah dari Eropa tersebut dapat dihalau pasukan Turki Utsmani.

Pada 1517, Turki Utsmani berhasil menaklukkan Dinasti Mamluk sekaligus merebut Makkah dan Jeddah. Setelah berkuasa, Turki Utsmani membangun dinding pertahanan di Jeddah. Dinding pertahanan yang dibuat untuk menangkal serangan portugis ini dilengkapi enam menara pengawas, dan enam gerbang kota.


Republika 23 November 2015

Related Posts
Previous
« Prev Post