Turki menjadi salah satu negara dengan bangunan megah yang
berarsitektur menawan. Mulai dari masjid, museum, fasilitas umum, dan
bangunan-bangunan lain di Turki, desainnya mengedepankan seni artistic
berkualitas.
Warisan arsitektur Dinasti Seljuk yang kekuasaannya meliputi
Irak, Iran, Kirman, dan Suriah ini mengedepankan kemegahan dan estetika.
Dinasti Islam di Turki ini terkenal dengan karyanya yang sangat spektakuler
dalam bidang arsitektur.
Sebagai contoh adalah masjid. Masjid di Turki hingga kini
memiliki ciri khas tersendiri, terutama menaranya yang terdiri atas sebuah
kubah yang melengkung dengan tiga jendela yang terbuka. Model masjid Seljuk ini
sering kali dihubungkan dengan kompleks bangunan yang luas, seperti caravanserai
dan madrasah.
Museum Aya Sophia
Bangunan ini awalnya merupakan gereja Katholik Ortodox
dengan sebutan Hagia Sophia. Setelah Konstantinopel berhasil dikuasai Sultan
Muhammad II, gereja ini diubah menjadi masjid dan diberi nama Aya Sophia.
Setelah tiga hari penaklukan gereja ini langsung dipakai shalat Jumat.
Meski telah diubah menjadi masjid, penguasa kala itu tidak
mengubah arsitektur bangunan Hagia Sophia. Bahkan kubah besar yang ukuran
tengahnya mencapai 30 meter itu dan menjulang ke atas dari Byzantium tetap
dipertahankan. Benda bersejarah banyak tersimpan di sini, seperti surat
Rasulullah untuk Muaqqis (pemimpin kaum Kopts).
Masjid Sulaiman
Dari konsepnya, masjid ini hampir mirip dengan Masjid Biru.
Dibangun oleh Sultan Sulaiman I Pasha 1550 M. Masjid ini adalah masjid terbesar
di kota dan salah satu objek wisata paling terkenal dari Instanbul. Sultan
Sulaiman mempercayakan pembangunannya kepada arsitek terkenal Mimar Sinan untuk
memperindah bangunan masjid ini.
Masjid Biru
Masjid ini dibangun untuk menandingi Hagia Sophia sebagai
sebuah gereja Katholik Ortodoks. Masjid ini dibangun atas perintah Sultan Ahmad
I pada 1609 M. Masjid yang proses pembangunannya memakan waktu tiga tahun ini
merupakan salah satu masjid megah di Istanbul.
Masjid ini memiliki enam menara dengan tinggi kubah 43
meter. Di sebut masjid biru karena kubah penutupnya berwarna biru. Sultan Ahmad
mempercayakan arsitektur pembangunannya kepada arsitek Sedefhar Mehmet Aga.
Untuk membangun masjid yang berlokasi di dekat situs kuno Hippodrome ini,
Sultan Ahmad menyarankan Mehmet tidak perlu menghemat biaya.
Republika 10 Januari 2016