Mencuri, mematenkan, lalu menjual dengan harga berlipat
hasil curian yang sudah dipatenkan itu ke negara asal mereka melakukan pencurian.
Pada Mei 1995, dua ilmuwan di University of Missisipi
mendapatkan paten untuk penggunaan kunyit dalam pengobatan luka tertentu. Temua
mereka terlihat hebat, karena ekstrak tanaman yang biasa dijumpai tumbuh liar
di Asia ini mampu menyembuhkan luka itu dengan cepat, yang bahkan dengan
obat-obatan modern perlu waktu lama.
Temuan baru? Nanti dulu. Sebuah organisasi riset India,
Indian Council Of Scientific and Industrial Research mengajukan keberatan.
Alasannya, masyarakat India telah menggunakan kunyit sebagai salep luka selama
ribuan tahun. Mereka menyodorkan sejumlah bukti, termasuk sebuah manuskrip kuno
berbahasa Sansekerta. Paten dibatalkan tahun 1997.
Tak hanya itu, universitas di AS itu dituding melakukan
praktik biopiracy alias pembajakan kekayaan hayati dari komunitas asalnya,
dalam hal ini India. Praktik ini ditengarai telah lama dilakukan negara-negara
kaya terhadap negara-negara miskin dan berkembang untuk keuntungan mereka.
Biopiracy adalah sebuah konsep yang diperkenalkan pada tahun
1993 oleh aktivis dan pengusaha Kanada Pat Mooney. Mooney menggunakan istilah
itu untuk menyebut perampasan pengetahuan dari masyarakat adat atau lokal oleh
individu atau lembaga untuk mendapatkan control eksklusif atau monopoli melalui
paten atas sumber daya dan pengetahuan itu. Ia meyakini, paten adalah predator
bagi hak-hak dan pengetahuan masyarakat petani dan masyarakat adat.
Sangat merugikan, karena jika dihitung, angka kerugian dari
praktik biopiracy tidak main-main. Dalam sebuah studi, Afrika kehilangan lebih
dari 15 miliar dolar AS dari keanekaragaman hayati yang dicuri dan dipatenkan
sebagai obat-obatan, kosmetik, atau produk pertanian. Sasaran pencurian lainnya
adalah sejumlah negara di Asia dan Amerika Latin.
Disisi lain, tak banyak negara yang mengambil sikap siap
perang seperti India. Sikap negara ini, ketika mereka tahu sumber daya hayati
mereka dicuri, maka rakyat dan pemerintah pasang badan untuk memperjuangkannya
kembali. Pada 2011 misalnya, otoritas keanekaragaman hayati India mengumumkan
rencana untuk menuntut Mosanto untuk melaksanakan penelitian tanpa izin dan
melakukan rekayasa genetika atas tanaman terong lokal. Meskipun terong telah
dikonsumsi dan berkembang di seluruh dunia, tanaman itu adalah asli negara di
Asia Selatan ini dnegan lebih dari 2.500 varietas. Setidaknya, belasan dari
puluhan pertempuran paten dimenangkan India.
Perusahaan farmasi paling banyak dituding berada dibalik
aksi ini. Jika tingkat keberhasilan obat kimia baru adalah 1:10000, maka obat
yang berasal dari ekstraksi obat tradisional mencapai 1:12.
Bila India memilih untuk menggugat dan membatalkan paten,
Brasil memilih untuk memaksa 35 perusahaan membayar denda hingga 44 juta dolar
AS melalui pengadilan untuk kasus biopiracy.
Republika, 26 Februari 2016