Sebagai pemimpin agama dan umat, Rasulullah sangat perhatian
ke keluarga.
Sebelum bicara terlalu jauh dalam konsep berbangsa dan
bernegara, kesuksesan sebenarnya diawali dari keluarga. Inilah basis
keberhasilan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam memimpin umat yang
dimulai dari keberhasilan dalam keluarga.
Rasulullah bersabda, “Yang terbaik di antara kalian adalah
yang terbaik kepada keluarganya. Dan aku adalah yang terbaik pada keluargaku di
antara kalian.” (HR. Tirmidzi)
Dalam hadis di atas, tergambar bagaimana Islam sangat
memuliakan keluarga. Kendati Rasulullah seorang kepala negara, panglima perang,
dan pemimpin umat, beliau tetap bisa menjadi suami dan ayah terbaik bagi
sembilan rumah tangganya.
Rasulullah merupakan sosok suami sempurna yang mesti
diteladani. Sesibuk apapun aktivitas suami tak boleh luput memperhatikan
keluarga. Sebagaimana penuturan Aisyah, Rasulullah tak segan membantu pekerjaan
rumah tangga (HR. Bukhari).
“Selain imam atau pemimpin dalam keluarga, Rasulullah
menjadi pelindung, pengayom, dan menunaikan hak-hak anggota keluarga dengan
sempurna.”
Beliau tak pernah sekali pun ia mengasari baik perkataan
maupun perbuatan. Betapapun besarnya tanggung jawab beliau di luar rumah
sebagai pemimpin umat, itu tak mengurangi kelembutan dan kasih sayangnya dalam
keluarga.
Bahkan, ketika nabi sedang berbicara dengan tokoh-tokoh
besar Quraisy dalam berdakwah, beliau tak segan memangku, memeluk, dan mencium
cucunya.
Setidaknya ada empat modal dasar Rasulullah yang
menjadikannya figure suami dan ayah terbaik. Moda tersebut adalah jujur,
amanah, cerdas, dan tabligh. Tabligh bukan hanya diartikan menyampaikan,
melainkan juga kemampuan berkomunikasi dengan baik pada siapapun.
Dalam berbagai riwayat disebutkan, Rasulullah tak mau
melewatkan sesi makan bersama keluarga. Rasulullah bersama istrinya, Aisyah
terbiasa memakan bis (sejenis bubur) bersama (HR. Bukhari).
Makan sepiring berdua bukanlah simbol kesederhanaan, apalagi
kemiskinan. Suami-istri makan berdua bisa memupuk rasa kasih sayang dan
kemesraan di antara mereka. “Dan sesungguhnya jika engkau memberikan nafkah,
hal itu adalah sedekah, hingga suapan nasi yang engkau suapkan ke dalam mulut
istrimu.” (HR. Bukhari-Muslim)
Republika 23 Desember 2015