Minyak goreng merupakan salah satu bahan kebutuhan pokok
dalam pengolahan makanan. Cairan ini berfungsi sebagai penghantar panas,
penambah rasa gurih, dan penambah nilai kalori bahan pangan.
Umumnya, minyak goreng bersumber dari lemak atau minyak yang
berasal dari tumbuhan, seperti kelapa puan, kelapa sawit, jagung, kedelai, biji
bunga matahari, biji buah zaitun, wijen, dan sebagainya. Ada pula minyak yang
berasal dari lemak hewan.
Banyak yang mengira minyak goreng dari tumbuhan sudah pasti
halal. Produsen minyak goreng sering menambahkan bahan lain yang perlu dikaji
kehalalannya.
Salah satu bahan yang sering ditambahkan dalam pembuatan
minyak goreng adalah betakaroten. Beta karoten adalah pigmen kuning yang
berasal dari wortel yang terdapat dalam berbagai bentuk, seperti alfa, beta,
atau gama yang dapat diubah menjadi vitamin A dalam tubuh. Betakaroten juga
bisa berasal dari zat kimia sintesis.
Walaupun berasal dari tumbuhan atau zat kimia sintesis, beta
karoten tersebut bisa jadi tidak halal. Sifatnya yang tidak stabil membuat
produsen sering menambahkan bahan penstabil. Bahan penstabil minyak bisa
berasal dari gelatin babi atau hewan ternak yang disembelih tidak sesuai dengan
syariat.
Selain beta karoten, produsen minyak goreng sering menyaring
minyak dengan bantuan karbon aktif yang perlu dikaji kehalalannya. Karbon aktif
merupakan bahan pendukung atau penolong proses. Sumber bahan baku untuk
pembuatan karbon aktif adalah tempurung kelapa, kayu, serbuk gergaji, batu bara,
atau tulang hewan.
Dalam proses produksi, karbon aktif bersentuhan langsung
dengan bahan atau campuran bahan makanan dan minuman. Oleh karena itu,
kehalalan karbon aktif memengaruhi kehalalan makanan.
Karbon aktif yang berasal dari tulang hewan perlu dikaji
kembali, apakah berasal dari tulang hewan haram atau hewan halal yang
disembelih tidak sesuai aturan syariah. Sedangkan, karbon aktif yang berasal
dari tumbuhan bersifat halal.
Di beberapa negara, produsen minyak goreng boleh
mencantumkan produknya sebagai minyak sayur walaupun terdapat sedikit
penambahan lemak hewan. Penambahan ini umumnya berkisar antara 10-15 persen.
Minyak goreng yang bersumber dari hewan umumnya terbuat dari
lemak babi dan lemak sapi. Lemak babi sangat jelas keharamannya. Sedangkan
lemak sapi tergantung pada cara penyembelihannya apakah sesuai syariat atau
tidak.
Selain titik kritis halal, konsumen juga harus waspada pada
titik kritis kehalalan dan tayib, terutama pada minyak jelantah.
Penjual gorengan sering menggunakan minyak secara
berulang-ulang yang biasa disebut minyak jelantah. Secara islami, minyak
tersebut tidak baik karena banyak mengandung radikal bebas.
Banyak zat beracun atau karsinogen yang terkandung dalam
minyak jelantah yang digunakan lebih dari tiga kali.