Sebanyak 18 persen trauma pada anak karena kasus cedera
mulut.
Anak merupakan individu yang sangat mudah mengalami trauma.
Trauma yang dialami anak bermacam-macam dan dapat terjadi akibat kecelakaan,
cedera saat olahraga, hingga akibat kekerasan yang mereka alami. Mereka bisa
saja terjatuh, kehilangan keseimbangan tubuh, dan terbentur.
Trauma yang terjadi pada anak bisa membekas hingga mereka
beranjak dewasa nanti. Apabila tak segera ditangani, bisa saja akan berdampak
pada perkembangan tubuhnya. Untuk itu, penanganan trauma pada anak harus segera
dilakukan sejak dini.
Berdasar beberapa penelitian di Amerika Serikat, angka
kejadian cedera mulut pada anak jumlahnya mencapai 18 persen. Sementara
sisanya, diakibatkan oleh kecelakaan dan cedera olahraga.
Di antara cedera mulut, cedera gigi adalah yang paling
sering terjadi. Kasus lainnya disusul oleh cedera jaringan lunak mulut.
Trauma pada gigi susu sering terjadi saat anak berusia dua
hingga tiga tahun, yaitu saat kemampuan koordinasi motoriknya masih berkembang.
Trauma pada gigi tidak hanya dapat menimbulkan perubahan
pada penampilan gigi anak secara estetis. Namun, cedera pada gigi juga dapat
menimbulkan dampak besar terhadap fungsi gigi dan psikologis anak di kemudian
hari.
Cedera pada gigi akibat trauma, dapat dibagi menjadi tiga
jenis, yaitu gigi sus patah, instrusi atau perubahan posisi, serta avulsi gigi
susu (gigi susu tanggal). Hal ini dapat menyebabkan nyeri saat anak mengunyah
makanan dan minum susu, terlebih nyeri juga timbul ketika disentuh.
Patah gigi susu dapat hanya mengenai permukaan ataupun
mengenai bagian dalam gigi yang disebut pulpa. Patahan yang terlihat jelas
dapat membuat tampilan gigi menjadi aneh dan tidak rata.
Sementara pada kasus yang ringan, gigi yang tajam dapat
dihaluskan, dan patahan gigi dapat disambung kembali selama kondisi gigi masih
dalam keadaan baik. Pada kasus lain, mungkin diperlukan perawatan pulpa dan
perbaikan bentuk serta fungsi gigi dengan cara ditambal.
Kasus intrusi gigi dapat menyebabkan gigi menjadi terdorong
masuk ke dalam gusi. Sehingga, gigi berubah posisi dapat menimbulkan nyeri.
Untuk menangani kasus ringan intrusi, dokter biasanya melakukan observasi dan
perawatan dengan antiseptic. Namun, pada kasus tertentu diperlukan penarikan
gigi, reposisi, hingga pencabutan gigi.
Kasus avulsi gigi dapat menyebabkan trauma cukup hebat dan
membuat gigi tanggal, bahkan hingga ke dalam akar gigi. Sehingga, menimbulkan
rasa nyeri yang hebat dan membuat anak menjadi rewel.
Penanganan masalah avulsi gigi ini, dapat dilakukan dengan
penanaman kembali gigi yang tanggal. Tapi, apabila diperlukan, dapat pula
dilakukan pemasangan gigi palsu.
Gangguan pada gigi susu dapat mempengaruhi pertumbuhan gigi
tetap yang berada dibawahnya. Penanganan trauma gigi susu yang kurang tepat
dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan gigi tetap.
Penanganan trauma mulut atau gigi anak harus dilakukan oleh
dokter yang ahli dibidangnya. Selain dokter, dalam menghadapi masalah ini,
orang tua juga harus tetap tenang saat terjadi trauma pada gigi anaknya.
Pada kasus gigi patah, orang tua dianjurkan membawa patahan
gigi, bila memungkinkan dengan cara meredamnya di dalam susu. Anak perlu dibawa
langsung ke dokter gigi tanpa menunda-nunda. Kronologi terjadinya trauma juga perlu
diceritakan kepada dokter gigi untuk menentukan berat ringannya trauma dan
tindakan selanjutnya.
Republika 27 Januari 2016