Dalam masyarakat Indonesia ada satu kebiasaan menuntun orang
yang mendekati ajal dengan kalimat-kalimat tayibah. Kegiatan ini dikenal dengan
talkin.
Talkin secara bahasa berasal dari kata laqqana yulaqinu yang
bermakna mendikte, mengajar, dan memahamkan secara lisan. Secara istilah,
talkin bermakna bimbingan mengucap kalimat syahadat yang diberikan kepada
seorang mukmin yang telah menampakkan tanda-tanda kematian atau sakaratul maut.
Tujuan memberikan bimbingan itu agar setiap mukmin yang ada
dalam keadaan sakaratul maut mengucapkan kalimat laa ilaha illallah pada akhir
masa hidupnya. Sebaik-baik akhir ucapan seorang muslim adalah kalimat tauhid.
Talkin sendiri hukumnya sunah. Dari hadis riwayat Muslim,
Rasulullah pernah bersabda, “Talkinkan orang-orang matimu dengan la ilaha
illallah.”
Ada beberapa pendapat tentang kalimat apa yang seharusnya
ditalkinkan kepada orang yang mendekati ajal. Jumhur ulama berpendapat jika
kalimat talkin yang diajarkan kepada orang yang akan meninggal adalah kalimat
laa ilaha illallah saja. Hal itu sesuai dengan makna tertulis dari hadis-hadis
di atas.
Namun, ada beberapa ulama yang berpendapat talkin dilakukan
dengan menyebutkan kalimat syahadat secara lengkap, yakni laa ilaha illallah,
Muhammadu Rasul Allah.
Alasannya, maksud talkin adalah mengingatkan seseorang pada
tauhid dan penjabarannya ada dalam kalimat syahadat. Namun menurut beberapa
ulama, tidak perlu menambahkan kalimat Muhammadu Rasul Allah dalam mentalkin.
Karena, maksud hadis yang menganjurkan talkin tidak menyebutkan hal tersebut.
Terlebih, yang ditalkin adalah seorang muslim sehingga tidak perlu penegasa
kalimat syahadat.
Beberapa ulama dari kalangan Syafiiyah memberikan tata cara
memberi talkin kepada orang yang sakaratul maut. Pertama, dilakukan dengan
suarat yang lemah lembut. Kedua, tidak mendesak dan memaksakan kehendak untuk
mengucapkan kalimat laa ilaha illallah. Ketiga, tidak dilakukan dengan cara
menyuruh seperti, “Katakan laa ilaha illallah. Namun cukup perdengarkan kalimat
laa ilaha illallah kepada si sakit agar ia dengan kemauan sendiri
mengucapkannya.
Jika si sakit sudah mengucapkan laa ilaha illallah,
dianjurkan untuk tidak mengulangi lagi. Kecuali si sakit mengucapkan kalimat
lain setelah itu. Karena yang diharapkan pada akhir perkataan hidupnya adalah
kalmia laa ilaha illallah.
Tidak dianjurkan yang memberi talkin adalah orang yang
dengki padanya atau musuhnya. Bahkan, orang yang memiliki hak waris atasnya
juga tidak dianjurkan untuk memberi talkin. Namun, jika tidak ada orang lain
selain ahli waris, pilihlah ahli waris yang paling sayang kepada si sakit.
Pendapat lain menyebutkan jika talkin juga dilakukan kepada
orang yang telah meninggal, namun dengan maksud mendoakannya. Meski ada pula
yang berpendapat talkin bagi orang yang sudah meninggal termasuk memberikan
pengarahan agar lancar menjawab pertanyaan malaikat.
Namun, yang dipakai banyak ulama adalah cukup mendoakan si
mayit agar diberikan nikmat kubur. Sementara hadis dari Said Al-Khudri lebih
pas dimaksudkan bagi orang yang dalam keadaan sakratul maut.
Republika 23 Desember 2015