Banyak orang yang menderita penyakit gangguan mental dan
berujung pada perlakuan masyarakat yang menyudutkan mereka. Mereka yang
menderita penyakit tersebut juga banyak yang mendapatkan stigma negative dan
kerap dijauhi oleh lingkungan sosialnya.
Bahkan, kita kerap menemukan penderita gangguan jiwa yang
dipasung berpuluh-puluh tahun lamanya. Apabila stigma dan perlakuan negative
itu terus berlangsung maka kondisi tersebut bisa menjadi kontradiktif bagi
upaya penyembuhan penderita gangguan jiwa atau Skizofrenia.
Penyakit ini dapat menghancurkan dan mempengaruhi sekitar
satu persen penduduk di dunia. Sayangnya, penyakit ini kurang banyak dipahami
oleh masyarakat. Padahal, orang yang menderita gangguan mental memiliki
beberapa gejala umum, yakni mengalami delusi, halusinasi berlebihan, memiliki
perilaku sosial abnormal, paranoia, serta gangguan kognitif lainnya.
Istilah penyakit mental Skizofrenia mulai dirasa kurang
tepat karena dapat mempengaruhi kesehatan pasien.
Dengan menyandang predikat Skizofrenia ternyata dapat pula
mempengaruhi kepribadian pasien.
Istilah Skizofrenia perlu diperbaruhi untuk mengurangi
prasangka dan kesalahpahaman dari orang-orang dilingkungan sosial sekitar para
penderitanya.
Istilah Skizofrenia harus dihapus dari klasifikasi
internasional penyakit.
Istilahnya akan diganti dengan yang lebih netral, seperti
gangguan spectrum psikosis.
Kata “Skizofrenia” diambil dari bahasa Yunani yang berarti
orang yang memiliki gangguan berpikir. Pada akhir abad ke20, istilah tersebut
masih banyak diberikan kepada pasien rumah sakit jiwa di berbagai negara.
Istilah ini sebenarnya tidak mengacu pada gejala yang sebenarnya dari gangguan
tersebut.
Saat ini, beberapa negara di Asia, yakni Jepang dan Korea
Selatan juga telah mengganti istilah tersebut dengan makna kata yang lebih
baik. Mereka menggantinya dengan nama integari Disregulasi Syndrome (IDS).
Republika 11 Februari 2016