Imam Ibnu Qayyim rahumahullah telah menyebutkan bahwa permusuhan
setan terhadap manusia tercermin dalam tujuh tingkatan.
Pertama, kufur dan syirik serta memusuhi Allah dan
Rasul-Nya. Jika setan berhasil melakukannya terhadap anak Adam, maka
rintihannya akan redam dan merasa nyaman dari rasa lelahnya karena kekufuran
dan kesyirikan merupakan hal pertama yang diinginkannya dari setiap hamba. Jika
setan berhasil dalam upayanya ini, maka setan menjadikan hamba itu sebagai
tentaranya. Tentara-tentara setan ini akan menjadi bagian dari
propagandis-propagandis setan. Jika setan tidak berhasil, maka ia akan
mengalihkannya kepada kejahatan yang kedua, yaitu bid’ah.
Kedua, bid’ah. Bid’ah lebih
disukai setan daripada kefasikan dan kemaksiatan. Jika seorang hamba termasuk
orang memusuhi ahli bid’ah dan kesesatan, maka setan mengalihkan tipu
muslihatnya menuju ketingkatan yang ketiga, yaitu dosa-dosa besar.
(Baca juga: koleksi
kain tenun tapis Lampung terlengkap)
Ketiga, dosa-dosa besar. Setan sangat menginginkan
seorang hamba terjerumus ke dalam dosa-dosa besar, khususnya jika hamba
tersebut adalah seorang ‘alim. Sudah diketahui bahwa para penyebar kekejian
kelak mereka akan diazab dengan pedih. Jika setan tidak mampu menggoda dengan
cara ini, maka ia akan mengalihkan tipu dayanya ke tingkatan berikutnya, yaitu
dosa-dosa kecil.
Keempat, dosa-dosa kecil. Dosa-dosa kecil seringkali
diremehkan oleh seorang hamba. Padahal jika dosa-dosa kecil ini menumpuk, maka
akan membinasakan pelakunya. Hal ini sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam, “Jauhilah dosa-dosa sepele karena perumpamaan hal itu adalah seperti
suatu kaum yang singgah di padang sahara di belahan bumi ini.” (HR. Ahmad
5/3311)
Jika setan tidak mampu memperdaya sang hamba, maka tipu dayanya
akan beralih pada tingkatan kelima, yaitu menyibukkan hamba dengan
perkara-perkara yang mubah.
Kelima, menyibukkan seorang hamba denan
perkara-perkara yang mubah (boleh), yang tidak ada pahalanya dan juga tidak ada
dosanya. Hal ini berakibat pada hilangnya keutamaan pahala disebabkan
kesibukannya dengan perkara-perkara mubah tersebut. Jika seorang hamba mampu
menjaga waktunya dan bisa mengendalikan hawa nafsunya sehingga setan tidak
berdaya menggoda hamba tersebut, maka setan akan beralih pada tipu daya
berikutnya.
Keenam, menyibukkan hamba dengan amalan yang tidak
utama agar mencegahnya dari amalan-amalan yang utama.
Ketujuh, jika pada “jurus” yang keenam seorang hamba
tidak juga terkena tipu daya setan, maka setan memberi “mandat” pada tentaranya
dari golongan jin dan manusia agar berbuat aniaya, pengkafiran, dan
penyesatan terhadap hamba tersebut. Tidak lupa setan memberikan peringatan
kepada tentara-tentaranya agar berhati-hati dari hamba tersebut. Setan juga
berusaha menjadikan hamba itu tidak dikenal dan memadamkannya agar hatinya
kacau sehingga dapat menghalangi manusia untuk mengambil manfaat darinya.
Dengan demikian, segala upaya tentara-tentara bathil dari
kalangan setan manusia dan jin untuk berkuasa atas hamba tersebut tidak pernah
berhenti.
Sumber:
Muhammad Sa’id Al-Qahthani. 2000. Loyalitas dan Anti-Loyalitas Dalam
Islam terjemah Salafuddin Abu
Sayid. Solo: Era Intermedia