Imam An-Nawawi adalah seorang ulama yang zuhud, banyak beramal
soleh, tegas dalam membela kebenaran, serta begitu takut dan cinta pada Allah
dan rasul-Nya.
Beliau menghabiskan waktunya untuk belajar ilmu dan
mengajarkannya. Ia rela dengan makanan sederhana berupa roti dan buah at-tin.
Namanya adalah Yahya bin Syaraf bin Muri bin Hasan bin Husain
bin Muhammad bin Jum’ah bin Hizam Al-Hizam Al-Haurani Ad-Dimasyqi Asy-Syafi’i.
Panggilannya Abu Zakaria. Dilahirkan pada bulan Muharram tahun 631 Hijriah.
(Baca juga: koleksi
kain tenun tapis Lampung terlengkap)
Perkembangannya
Pada usia tamyiz (kurang lebih delapan tahun),
Imam An-Nawawi telah menghabiskan waktunya untuk membaca dan menghafal
Al-Qur’an. Kesenangannya pada Al-Qur’an, telah mengalahkan nalurinya sebagai
anak-anak untuk bermain bersama teman-temannya. Pada suatu hari, anak-anak
kecil sebayanya memaksanya untuk bermain. Imam An-Nawawi berusaha lari dari
ajakan teman-temannya itu.
Setiap hari, Imam An-Nawawi mempelajari dua belas mata pelajaran
dengan guru-gurunya, baik dalam kajian syarah, tashih, fikih, hadits, ushul,
nahwu, bahasa, dan lainnya.
Kezuhudan Imam An-Nawawi
Zuhud yaitu meninggalkan sesuatu karena tidak butuh dan
menganggap remeh sesuatu tersebut. Zuhud tumbuh karena adanya keyakinan
terhadap akhirat dan pengetahuan yang mendalam tentang perbedaan dunia dengan
akhirat bahwasanya akhirat lebih baik dan lebih kekal daripada dunia.
Imam An-Nawawi rela dengan makanan, minuman, dan pakaian yang
sedikit. Ia biasa memakan roti kering dan buah zaitun yang dikirim ayahnya.
Imam An-Nawawi tidak punya banyak waktu untuk memasak atau makan. Itulah makanan
yang biasa ia makan.
Ia rela memakai pakaian yang ditambal dan di kamarnya dipenuhi
kitab-kitab. Al-Qutb Al- Yunini berkata, “Imam An-Nawawi banyak membaca
Al-Qur’an, zikir, berpaling dari dunia dan menghadap akhirat. Ia lakukan semua
itu sejak dirinya masih kecil.”
Bahkan Ibnu Katsir berkata dalam kitabnya Al-Bidayah wa
An-Nihayah, “Imam An-Nawawi melakukan puasa menahun.”
Guru dan Murid-Muridnya
Guru-gurunya antara lain: Tajudin Al-Fazari, Abdurrahman bin
Nuh, Umar bin As’ad, Zainuddin Abu Al-Baqa’, Ahmad bin Salim Al-Mashri, Ibnu
Malik, Ibraim bin Isa Al-Muradi, dll.
Murid-muridnya antara lain: Abu Al-Hasan Ali bin Ibrahim yang
dikenal dengan Ibnu Al-Aththar.
Karya-Karyanya
Dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa karya Imam An-Nawawi
berjumlah lebih dari lima puluh buku.
Karya-karyanya antara lain:
Syarh Muslim, Riyadh Ash-Shalihin, Al-Arbain An-Nawawiah, Syarh
Al-Bukhari, Al-Minhaj, Al-Idhah, At-Tahqiq, Adab Hamalah Qur’an, Tahrir
At-Tanbih, Thabaqat Al-Fuqaha, dll.
Meninggalnya
Ibnu Al-Aththar mengatakan bahwa Imam An-Nawawi meninggal pada
24 Rajab tahun 676 Hijriah.
Di akhir usianya, Imam An-Nawawi banyak meninggalkan karya tulis
yang belum sempat diselesaikannya, seperti kitab Al-Majmu’.
Orang-orang yang berusaha meneruskan karya tulisnya, ternyata tidak memiliki
kesepadanan ilmu dengan Imam An-Nawawi.
Sumber:
Syaikh Ahmad Farid. 2006. 60 Biografi Ulama Salaf terjemah:
Masturi Irham dan Asmu’i Taman. Pustaka Al-Kautsar: Jakarta.