Beliau adalah seorang cendikiawan dan filsuf muslim kelahiran
Bogor, 5 September 1931 yang menetap di Malaysia. Ia menguasai teologi,
filsafat, metafisika, sejarah, dan literatur.
Naquib berasa dari Hadramaut (keturunan Arab Yaman). Dari garis
ibu, Naquib keturunan Sunda, sekaligus memperoleh pendidikan Islam di kota
Bogor. Sementara dari jalur ayah, ia mendapatkan pendidikan kesusastraan,
bahasa, dan budaya Melayu. Ayahnya yang masih keturunan bangsawan Johor itu,
membuat Naquib memiliki banyak perhatian tentang budaya Melayu sejak muda.
(Baca juga: koleksi kain tenun tapis Lampung terlengkap)
Naquib memberi perhatian yang sangat besar pada bidang
pendidikan Islam. Pada Konferensi Dunia Pertama Pendidikan Islam di Mekah,
1977, ia mengungkap konsep pendidikan Islam dalam bentuk universitas. Respon
bagus muncul dan ditindaklajuti oleh Organisasi Konferensi Islam (OKI) yang
menjadi sponsor pendirian Universitas Islam Internasional (IIU) Malaysia pada
1984.
Tak hanya berhenti disitu, Naquib di tahun 1987, mendirikan
sebuah institusi pendidikan tinggi bernama International Institute of Islamic
Thought and Civilization (ISTAC) di Kuala Lumpur. Lembaga pendidikan Islam yang
dimaksudkan untuk merevitalisasi nilai-nilai peradaban Islam dan islamisasi
ilmu pengetahuan.
Salah satu konsep pendidikan yang dilontarkan Naquib yaitu
mengenai ta’dib. Dalam pandangan
Naquib, masalah mendasar dalam pendidikan Islam selama ini adalah hilangnya
nilai-nilai adab (etika) dalam arti luas. Hal ini terjadi, disebabkan dalam
memahami konsep tarbiyah, ta’lim,
dan ta’dib.
Naquib cenderung lebih memakai ta’dib daripada istilah tarbiyah maupun ta’lim.
Baginya, alasan mendasar memakai istilah ta’dib adalah karena adab berkaitan erat
dengan ilmu. Ilmu tidak bisa diajarkan dan ditularkan kepada anak didik kecuali
orang tersebut memiliki adab yang tepat terhadap ilmu pengetahuan dalam
pelbagai bidang.
Bila dicermati lebih mendalam, jika konsep pendidikan Islam
hanya terbatas pada tarbiyah dan ta’lim, telah dirasuki oleh
pandangan hidup Barat yang melandaskan nilai-nilai dualisme, sekularisme,
humanisme, dan sofisme sehingga nilai-nilai adab semakin menjadi kabur dan
semakin jauh dari nilai-nilai hikmah Ilahiyah.
Naquib tergolong intelektual yang produktif. Puluhan buku telah
ditulisnya, antara lain: Rangkaian Ruba’iyat, Some Aspects of Shufism as Understood and
Practised Among the Malays, The Origin of The Malays Sya’ir dll.
Sumber:
Jurnal Halal No. 91, September-Oktober Th. XIV 2011