Apakah yang bisa menyelamatkan kaum muslimin dari kehinaan dan
sikap mengekor orang-orang kafir sebagaimana telah menimpa umat Islam pada
zaman ini? Tentu jawabannya adalah Islam. Tidak ada yang lain.
Islam adalah jalan hidup satu-satunya yang akan memberikan
ke-maslahat-an sesuai dengan fitrah. Hanya Islam yang mampu menegakkan
suatu tatanan realistis bagi kehidupan.
Musuh-musuh Islam mengenal betul bahwa musuh mereka satu-satunya
adalah Islam. Untuk itu mereka serius berusaha menghancurkan generasi yang
agung ini. Hal itu disebabkan karena generasi Islam telah menghalangi mereka
dari tindakan dzalim dimuka bumi sebagaimana yang mereka kehendaki. Oleh karena
itu, para musuh Islam membuat konsep-konsep yang “bertentangan” dengan agama
ini, agar konsep-konsep itu bisa menjadi pengganti syari’at-syari’at agama yang
mulia ini.
(Baca juga: koleksi
kain tenun tapis Lampung terlengkap)
Umat Islam harus membebaskan diri mereka dari ber-wala’
(loyalitas) terhadap musuh-musuh Allah Ta’ala baik dari kalangan orang-orang
kafir, munafik, maupun ateis. Sikap kaum muslimin yang berlepas diri dari
musuh-musuh Allah tersebut akan melindungi umat Islam dari tipu daya mereka.
Kaum muslimin harus meyakini bahwa kemenangan umat ini datangnya semata-mata
karena pertolongan Allah. Sikap rendah diri yang banyak hinggap dalam diri kaum
muslimin terhadap kecanggihan teknologi orang-orang kafir merupakan virus yang
dapat meruntuhkan kedigdayaan umat ini. Allah akan memenangkan Islam
betapapun hebatnya kemampuan musuh-musuh-Nya. Allah Ta’ala berfirman, “Betapa
banyak golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin
Allah.” (QS. Al-Baqarah : 249)
“Sesungguhnya Kami pasti menolong (memenangkan) rasul-rasul Kami
dan juga orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, dan pada hari
berdirinya saksi-saksi (kiamat).” (QS. Ghafir: 51)
Kaum muslimin yang benar imannya akan mencapai derajat yang
tinggi jika ia berlepas diri dari setiap manhaj dan perundang-undangan yang
menyelisihi syari’at Allah Ta’ala. Selain itu, ia harus menjadikan syari’at
Allah, baik dalam masalah besar ataupun kecil sebagai rujukan dan pedoman
hidupnya. Syari’at Allah selalu memerintahkan pada ke-maslahat-an, melarang
setiap kerusakan, membolehkan sesuatu yang bersih, dan mencegah dari setiap
yang kotor.
Sudah selayaknya para da’I yang memerintahkan yang ma’ruf dan
mencegah yang munkar agar mengembalikan umat ini kepada kejernihan akidah
dengan cara:
Pertama, meluruskan pemahaman la illaha
ilallah Muhammad rasulullah. Kemudian menyeru manusia untuk memahami
kalimat yang agung ini sebagaimana yang dipahami oleh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam dan para sahabatnya.
Hal ini harus disertai penjelasan bahwa di antara konsekuensi
kalimat ini adalah memberikan loyalitas hanya kepada orang-orang yang beriman
dan benci (bara’) pada orang-orang kafir, berhukum dengan syari’at Allah, dan
berlepas diri dari sembahan-sembahan palsu, undang-undang, adat, tradisi,
kebiasaan yang berlawanan dengan syari’at Allah.
Kedua, meluruskan pemahaman tentang ibadah bahwa ibadah merupakan
konsep yang utuh dan menyeluruh dalam segala aspek kehidupan manusia baik dalam
konsep ibadah secara murni, politik, sosial, bernegara, ekonomi, maupun
kebudayaan. Ibadah mencakup akidah, syari’ah, dan juga sistem kehidupan. Tidak
boleh ada pemisahan dalam masalah ini sebagaimana yang terjadi pada pemikiran
sekuler yang memisahkan antara agama dan sistem kehidupan. Allah Ta’ala
berfirman, “Katakanlah, ‘Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku
hanyalah untuk Allah Rabbul ‘alamin. Tiada sekutu bagi-Nya.’ Demikianlah yang
diperintahkan kepadaku, dan aku adalah orang-orang yang pertama-tama
menyerahkan diri kepada Allah.” (QS. Al-An’am: 162-163)
Ketiga, mendidik generasi dengan metode Kitabullah dan As-Sunnah sebab
keduanya adalah jalan yang benar. Hanya dengan metode inilah umat akan kembali
kepada agamanya.
Keempat, menyingkirkan pengaruh-pengaruh invasi
pemikiran. Hal ini dilakukan dengan membersihkan umat ini dari
pemikiran-pemikiran “jahiliyah modern (termasuk di dalamnya pemikiran
Evolusionis, Kapitalis, Sosialis, Komunis, Demokratis dan Liberalis Red.)”.
Kelima, memperdalam pengertian wala’ (loyalitas) orang muslim terhadap
sesama muslim. Kaum muslimin adalah saling bersaudara satu sama lain. Dari
perjalanan sejarah Islam, kita dapat saksikan urgensi masalah ini. Dalam suatu
kisah, pernah seorang wanita dilecehkan di daerah Umuriyah, lalu ia meminta tolong
“Wahai Al-Mu’tashim, tolonglah!”. Khalifah Al-Mu’tashim memberikan
jawaban, “Ku penuhi permintaanmu, wahai muslimah!”. Lalu Al-Mu’tashim
segera menyiagakan pasukannya menaklukkan Umuriyah dan menolong wanita itu. Ia
tidak mengatakan bahwa si wanita berasal dari negeri lain, akan tetapi ia
berangkat karena didorong rasa tanggung jawab sebagai Khalifatul Muslimin.
Seluruh umat Islam adalah amanat yang ada dipundaknya.
Dari kisah ini dapat diambil pelajaran bahwa menolong kaum
muslimin yang tertindas dibelahan bumi manapun merupakan sesuatu yang
diwajibkan dalam agama ini. Kewajiban seorang muslim adalah mencintai muslimin
lainnya dan menolong mereka dengan tangan, tulisan, harta, serta memberikan
pembelaan bagi mereka di manapun dan kapanpun.
Keenam, memperdalam pembahasan tentang permusuhan terhadap musuh-musuh
Allah baik dari kalangan orang-orang kafir, munafik, musyrik, maupun
orang-orang murtad. Keimanan tidak akan menyatu dengan kecintaan terhadap
kekufuran dalam satu hati seseorang. Allah Ta’ala berfirman, “Kamu tidak akan
mendapati suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari Akhirat saling berkasih
sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun
orang-orang itu adalah bapak-bapak, atau anak-anak, atau saudara-saudara, ataupun
keluarga mereka sendiri.” (QS. Al-Mujadilah: 22)
Ketujuh, mempertegas masalah permusuhan wali-wali
setan terhadap wali-wali Allah. Permusuhan ini akan terus berlangsung sejak
zaman Nabi Adam hingga akhir zaman. Dua golongan ini tidak akan pernah berdamai
selamanya. Hal ini karena perbedaan yang mendasar di antara keduanya. Para wali
Allah selalu menyeru manusia untuk menyembah Allah, sedangkan para wali setan
senantiasa menyeru manusia untuk beribadah pada thaghut. Allah Ta’ala
berfirman, “Mereka tidak henti-hentinya memerangi kalian sampai mereka dapat
mengembalikan kalian dari agama kalian (kepada kekafiran) seandainya mereka
sanggup.” (QS. Al-Baqarah: 217)
Kedelapan, membangkitkan dan menguatkan harapan di
dalam jiwa kaum muslimin akan dekatnya pertolongan Allah Ta’ala.
Jika kaum muslimin telah meyakini dengan sungguh-sungguh bahwa
hanya Allah sebagai Penolongnya, maka kehinaan, keterasingan, dan ketertindasan
yang selama ini menimpa umat Islam akan segera lepas dan hilang dari
dalam diri umat Islam. Allahuakbar!
Sumber:
Muhammad Sa’id Al-Qahthani. 2000. Loyalitas dan
Anti-Loyalitas Dalam Islam terjemah Salafuddin Abu Sayid. Solo: Era
Intermedia