Autopsi adalah pemeriksaan terhadap tubuh mayat, yang meliputi
pemeriksaan terhadap bagian luar maupun dalam, dengan tujuan menemukan proses
penyakit dan atau adanya cedera, melakukan interpretasi atas penemuan-penemuan
tersebut, menerangkan penyebab kematian serta mencari hubungan sebab-akibat
antara kelainan-kelainan yang ditemukan dengan penyebab kematian.
Jika pada pemeriksaan ditemukan beberapa jenis kelainan
bersama-sama, maka dilakukan penentuan kelainan mana yang merupakan penyebab
kematian serta apakah kelainan yang lain turut mempunyai andil dalam terjadinya
kematian tersebut.
(Baca juga: koleksi kain tenun tapis Lampung terlengkap)
Berdasarkan tujuannya, autopsi terbagi atas:
- Autopsi Klinik
Dilakukan terhadap mayat seseorang yang menderita penyakit,
dirawat di Rumah Sakit tetapi kemudian meninggal. Tujuan dilakukan autopsi
klinik adalah untuk menentukan sebab kematian yang pasti, menentukan apakah
diagnosa klinik yang dibuat selama perawatan sesuai dengan diagnose postmortem,
mengetahui korelasi proses penyakit yang ditemukan dengan diagnosa klinis dan
gejala-gejala klinis, menentukan efektivitas pengobatan, mempelajari perjalanan
lazim suatu proses penyakit, dan untuk pendidikan para mahasiswa kedokteran dan
para dokter.
- Autopsi Forensik
Dilakukan terhadap mayat seseorang yang diduga meninggal akibat
suatu sebab yang tidak wajar seperti pada kasus kecelakaan, pembunuhan, maupun
bunuh diri.
Tujuan pemeriksaan autopsi forensik adalah untuk:
- membantu
penentuan identitas mayat.
- menentukan sebab
pasti kematian, memperkirakan cara kematian serta memperkirakan saat
kematian.
- Mengumpulkan
serta mengenali benda-benda bukti untuk menentukan identitas benda
penyebab, serta identitas pelaku kejahatan.
- Membuat laporan
tertulis yang obyektif dan berdasarkan fakta dalam bentuk Visum et
Repertum.
Luka Bakar:
Luka bakar didefinisikan sebagai jaringan rusak yang disebabkan
oleh panas. Luka bakar biasanya terjadi karena sumber panas yang kering ”dry
heat” dan sumber panas yang basah ”wet heat”.
Segera setelah terjadi luka bakar, berbagai respon patologi
terjadi. Suhu tinggi akan merusak lapisan kulit. Terjadi dilatasi kapiler dan
permeabilitas kapiler meningkat, protein terlepas dari plasma masuk kedalam
ruang ekstraseluler menyebabkan udem, penurunan volume darah dan gangguan
sirkulasi darah. Pada saat yang sama, timbul bula di kulit dengan membawa serta
elektrolit, sehingga terjadi penurunan cairan intravaskuler. Eritrosit dan
leukosit tetap dalam sirkulasi dan menyebabkan peningkatan hematokrit dan
leukosit. Darah dan cairan akan hilang melalui evaporasi sehingga terjadi
kekurangan cairan.
Faktor patofisiologis yang berpengaruh pada gangguan sirkulasi
dan metabolik akibar luka bakar sudah dapat diidentifikasi. Peningkatan
permeabilitas kapiler berhubungan dengan aktivasi komplemen dan pelepasan
histamin. Histamin berinteraksi dengan xantin oksidase sehingga terjadi
peningkatan aktivitas katalitik. Oksigen yang bersifat toksik, sebagai hasil
dari xantin oksidase, termasuk H2O2 dan hydroxyl radical merusak endotel
pembuluh darah.
Penyebab kematian pada luka bakar:
1. Syok
Keadaan ini biasanya terjadi dalam 48 jam pertama, berupa syok
neurogenik akibat rasa nyeri atau ketakutan.
2. Asfiksia
Hal ini akibat asap atau gas sisa pembakaran. Pada kasus dimana
korban diambil dari rumah yang sudah terbakar, maka luka bakar yang terjadi
bisa merupakan postmortem.
- Cedera dan
kecelakaan.
Hal ini bisa dialami sewaktu berusaha menghindari kebakaran dan
mengakibatkan cedera fatal.
- Inflamasi
beberapa bagian tubuh, misalnya meningitis, peritonitis, dll.
- Lemas akibat
kehilangan banyak cairan yang bisa menyebabkan dehidrasi.
- Septikemia,
gangren, dan tetanus.
Berat ringannya luka bakar dari American Burn Association dalam
Whaley and Wrong(1999) adalah sebagai berikut :
- Luka minor adalah
luka bakar kurang dari 10% luas permukaan tubuh.
- Luka bakar
moderate adalah luka bakar 10-20% luas pemukaan tubuh.
- Luka bakar mayor
adalah luka bakar lebih dari 20% luas permukaan tubuh.
Secara prinsip medikolegal, yang dinilai adalah bagaimana luka
bakar itu terjadi, apakah terjadi secara sengaja atau karena kecelakaan.
Kejelasan yang diperoleh baik dokter maupun penyidik adalah apakah korban yang
ditemukan terbakar itu memang mati karena terbakar atau sebelumnya telah
mendapat penganiayaan, peracunan atau pembunuhan terlebih dahulu, baru kemudian
mayatnya dibakar. Adanya tanda-tanda intravital, baik pada luka bakar atau
gelembung-gelembung, adanya jelaga-jelaga di saluran pernapasan/ trakea dan
cabang-cabangnya serta adanya karbonmonoksida dalam darah korban merupakan
tanda bahwa yang terbakar itu adalah orang yang masih hidup.
Saturasi karbonmonoksida diatas 10 persen menunjukkan bahwa
korban masih hidup sewaktu terbakar dan kematian korban karena terbakar, bukan
karena keracunan karbonmonoksida. Tidak terlepas kemungkinan bahwanya pada
kasus kebakaran, sebab kematian justru karena keracunan gas karbonmonoksida;
ini dimungkinkan karena setiap proses pembakaran tidak akan sempurna. Saturasi
karbonmonoksida di dalam darah dapat mencapai 75 persen hanya dalam waktu 2-15
menit; dengan demikian dalam kasus ini kematian korban adalah karena keracunan
gas karbonmonoksida dan bukan karena terbakar. Lebam mayat yang berwarna cherry
red menunjukkan bahwa kematian korban karena keracunan gas karbonmonoksida,
tentunya jika tubuh korban tidak seluruhnya hangus, sehingga penilaian lebam
mayat tidak mungkin. Kematian korban dengan demikian dapat disebabkan oleh
karena terbakar, keracunan gas karbonmonoksida serta penyebab-penyebab lain
yang memerlukan ketelitian dalam pemeriksaannya.
Keadaan sekitar dari kasus kebakaran secara langsung membantu
identifikasi korban. Jika ditemukan tubuh dengan ditutupi oleh jelaga dan tidak
begitu parah, jelaganya bisa dibersihkan terlebih dahulu agar wajah dan
gambaran eksternal lainnya dapat terlihat secara visual. Pakaian dan personal
effects, jika tidak terbakar, dapat membantu identifikasi. Hangus dapat
melenyapkan identifikasi gambaran eksternal. Tinggi badan dan berat badan tidak
dapat dijadikan identifikasi yang akurat karena terjadi reduksi tinggi badan
dan berat badan oleh karena kontraksi panas.
Jika terdapat identifikasi sementara, seperti gigi dan catatan
medis harus diperoleh oleh penyidik. Kegunaan dari catatan ini tergantung dari
spesifitas dan keakuratannya. Salah satu cara untuk mengidentifikasi tubuh yang
hangus dilakukan pemeriksaan radiologi. Jika kecocokan antara informasi
antemortem dan postmortem tidak jelas, ketetapannya masih dapat masih dapat
diperkuat oleh ahli patologi dan ahli lainnya yang terlibat. Jika metode
pembanding konvensional tidak jelas, maka gigi dan tulang dapat digunakan untuk
analisa DNA.
Luka akibat kekerasan tumpul diakibatkan oleh benda yang
memiliki permukaan tumpul. Luka yang terjadi dapat berupa memar (kontusio,
hematom), luka lecet (ekskoriasi, abrasi) dan luka terbuka/robek (vulnus
laseratum).
Racun ialah zat yang bekerja pada tubuh secara kimiawi dan
fisiologik yang dalam dosis toksik akan menyebabkan gangguan kesehatan atau mengakibatkan
kematian.
Factor yang mempengaruhi keracunan adalah cara masuk, umur,
kondisi tubuh, kebiasaan, idiosinkrasi dan alergi, serta waktu pemberian. Dalam
menangani kasus kematian akibat keracunan perlu dilakukan beberapa pemeriksaan
penting yaitu pemeriksaan di tempat kejadian, autopsy dan analisis
toksikologik.
Keracunan arsen
Senyawa arsen dahulu sering digunakan sebagai racun untuk
membunuh orang lain, dan tidaklah mustahil dapat ditemukan kasus peracunan
dengan Arsen di masa sekarang ini. Disamping itu, keracunan arsen kadang-kadang
dapat terjadi karena kecelakaan dalam industri dan pertanian akibat
memakan/meminum makanan/minuman yang terkontaminasi dengan arsen. Kematian
akibat keracunan arsen tidak menimbulkan kecurigaan karena gejala keracunan
akutnya menyerupai gejala gangguan gastrointestinal yang hebat sehingga dapat
didiagnosa salah sebagai suatu penyakit.
Arsen dapat masuk ke dalam tubuh melalui mulut, inhalasi (pada
debu arsen dan arsin) dan melalui kulit. Setelah diabsorbsi melalui mukosa
usus, arsen kemudian ditimbun dalam hati, ginjal, kulit dan tulang. Pada
keracunan kronik arsen juga ditimbun dalam jaringan-jaringan lain, misalnya
kuku dan rambut yang banyak mengandung keratin yang mengandung disulfide.
Ekskresi terjadi dengan lambat melalui feses dan urine sehingga dapat terjadi
akumulasi dalam tubuh.
Pada orang dewasa ambang batas normal pada urine 100µg/L, rambut
0,5 mg/kg, dan kuku 0,5 mg/kg. kadar dalam rambut pada keracunan 0,75 mg/kg dan
pada kuku 1 mg/kg atau lebih. Dalam urine arsen dapat ditemukan dalam waktu 5
jam setelah diminum dan dapat terus ditemukan hingga 10 – 12 hari.