Berawal mula dari kondisi dan situasi umat Islam yang serba
kompleks menjelang dekade 1980-an dan peta politik bangsa yang semakin
menunjukan intensitas akomodatifnya, artinya Negara semakin akomodatif terhadap
umat Islam. Kaum muda Islam Makassar melakukan serangkaian usaha-usaha kolektif
agar dapat berpartisipasi dalam mendorong perubahan yang mendasar ditubuh umat
Islam. Diberbagai tempat, masjid, dan komunitas kecil bergerak secara
sendiri-sendiri dalam merespons kebijakan politik rezim yang menerapkan
Pancasila sebagai satu-satunya sumber identitas.
Kaum muda Islam Makassar, terutama yang berafiliasi dengan PII
(Pelajar Islam Indonesia), sebagian HMI, serta sebagian lagi kalangan
Muhammadiyah menyatakan penolakannya terhadap Pancasila sebagai asas tunggal.
Penolakan tersebut tidak secara kelembagaan, tapi hanya elit-elit berpengaruh
saja dari komunitas tersebut yang secara tegas menolak asas tunggal.
Muhammadiyah misalnya, secara kelambagaan tidak menyatakan menolak asas tunggal
Pancasila, tapi beberapa kadernya memiliki sikap yang berbeda dengan lembaga
dan sebagian yang berbeda itu tidak lagi bergabung dengan Muhammadiyah dan
memilih aktif dibeberapa tempat.
(Baca juga: koleksi
kain tenun tapis Lampung terlengkap)
Menurut sebagian kaum muda Islam Makassar, menerima Pancasila
sama dengan mengakui nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila sekaligus menghilangkan
Islam sebagai sumber identitas, sumber nilai, dan sumber perjuangan dalam
menggerakkan lembaga.
Sementara para aktivis masjid yang menjadi cikal bakal
berdirinya Wahdah juga bergolak mengenai isu Pancasila sebagai asas tunggal.
Penolakan sebagian jama’ah masjid Ta’mirul Masajid, dimana kaum muda yang
menjadi cikal bakal berdirinya Wahdah banyak beraktivitas merupakan bagian
integral dari banyak penolakan regional masyarakat Makassar atas asas tunggal.
Mereka kala itu masih memperoleh pencerahan dari ulama kharismatik, yaitu KH.
Fathul Mu’in, mantan ketua Pimpinan Muhammadiyah Ujung Pandang dan merupakan
ulama tawadhu dan istiqamah dalam menjalankan perintah agama.
Pelembagaan Aspirasi
“Kejahatan yang terorganisir akan dapat mengalahkan kebenaran yang
tidak terorganisir,” adalah dalil yang bersumber dari Khalifah Ali radhiyallahu
‘anhu. Dalam alam pikiran kaum muda kala itu, mengorganisir diri untuk
menyebarkan risalah kebenaran hanya akan sukses apabila dilakukan secara
terorganisir melalui kerja kolektif. Mengorganisir diri sebagai bagian integral
dari proses penyatuan gagasan dan pikiran dari berbagai eksponen yang memiliki
kesamaan dalam suatu wadah baru.
Pertemuan, dialog, dan diskusi dilakukan. Mulanya bertemu dan
berkumpul dengan nama “Fityatu Ta’mirul Masajid” (Pemuda Remaja Masjid Ta’mirul
Masajid), dengan ketuanya Ustadz Anshar Amiruddin, wakil Ustadz Muhammad Zaitun
Rasmin, dan sekretaris Ustadz Muhammad Qasim Saguni serta pengurus lainnya
adalah Ustadz Haris Abdurrahman. Kepengurusan ini sekalipun atas restu dan
legitimasi dari pengurus, imam, dan mayoritas jama’ah masjid Ta’mirul Masajid,
namun kepengurusan ini tidak memperoleh semacam restu dari pengurus
Muhammadiyah cabang Makassar.
Namun dengan kesadaran sendiri, para pengurus
lembaga baru ini membekukan lembaga tersebut sebagai penghormatan terhadap
pengurus Muhammadiyah agar menghindari tuduhan membuat rumah di dalam rumah
orang lain.
Meski tanpa wadah itu, kaum muda ini tidak patah semangat.
Semangat untuk membentuk suatu halaqah, jama’ah, atau wadah (organisasi) dalam
lingkungan muda ini sangat kuat. Menurut Qasim Saguni, kaum muda muslim pada
waktu itu sangat resah dengan keadaan lembaga-lembaga Islam yang sudah tidak
dapat lagi merespons aspirasi umat yang menghendaki adanya perbaikan tatanan
dan struktur sosial. Menurut Muhammad Qasim Saguni, untuk merealisasikan ide
tersebut, maka dilakukanlah pertemuan-pertemuan berkala. Hingga dalam pertemuan
itu nantinya akan melahirkan keputusan bahwa peserta rapat menyetujui
dibentuknya sebuah yayasan yang akan menjadi payung kegiatan dakwah, kegiatan
sosial, dan kegiatan-kegiatan pengaderan lainnya.
Berdirinya Yayasan Fathul Mu’in
Setelah para penggagasnya menyepakati untuk membentuk sebuah
yayasan, maka yayasan itu harus diberi nama yang mudah dikenali pihak lain.
Muhammad Qasim Saguni menceritakan bahwa penentuan nama yayasan tidak
berlangsung alot karena “roh” gerakan yayasan tersebut adalah roh Islam yang
telah mereka terima dari berbagai guru dan ulama, terutama dari KH.
Fathul Mu’in.
Dalam musyawarah tersebut, dihadiri oleh sejumlah orang yang kini
menjadi pengurus pusat Wahdah, yakni Ustadz Muhammad Zaitun Rasmin, Ustadz
Muhammad Qasim Saguni, dan Ustadz Hidayat Hafidz, muncul nama yayasan yang akan
dibentuk tersebut, yaitu Yayasan Fathul Mu’in Dg Magading. Nama tersebut
diambil dari nama sang guru Kyai Fathul Mu’in Dg Magading. Akhirnya, peserta
musyawarah menyepakati nama yayasan dengan nama Yayasan Fathul Mu’in, sementara
Dg Magading dihilangkan.
Yayasan Fathul Mu’in pada awal berdirinya telah menggunakan
Islam sebagai asasnya, meski secara formal dalam akta notaris tidak
dicantumkan. Perlu diketahui, pada masa itu asas Islam telah “diharamkan” oleh
Negara untuk digunakan oleh ormas dan orpol serta kekuatan sosial
kemasyarakatan lainnya sebagai asas organisasi. Pengurus Yayasan Fathul Mu’in
tidak mencantumkan dalam akta notarisnya asas Islam, namun secara internal
Islam menjadi sumber utama kegiatan Yayasan Fathul Mu’in. Yayasan Fathul Mu’in
berdiri pada tanggal 18 Juni 1988 dengan Akta Notaris no. 20 (Abdullah Ashal,
S.H.).
Munculnya Yayasan Wahdah Islamiyah (YWI)
Perubahan nama yayasan dilakukan untuk menghindari kesan
sektarian, sebab keberadaan Yayasan Fathul Mu’in selalu dikaitkan dengan KH.
Fathul Mu’in Dg Magading. Perubahan nama itu juga di dorong oleh semangat dan
cita-cita gerakan dakwah Yayasan Fathul Mu’in yang begitu besar dan universal.
Adanya nama ini dirasa perlu untuk dapat menampung semangat dan cita-cita
tersebut untuk menegakkan Islam di muka bumi dan mempersatukan kaum muslimin
dalam kebenaran.
Dalam musyawarah terpadu yang diadakan di Malino, disepakati
untuk mengganti nama Yayasan Fathul Mu’in menjadi Yayasan Wahdah Islamiyah.
Nama Yayasan Wahdah Islamiyah menurut Qasim Saguni merupakan sebuah nama yang
memiliki makna “persatuan Islam”. Jadi dapat disimpulkan bahwa Yayasan Wahdah
Islamiyah menggantikan nama Yayasan Fathul Mu’in dengan beberapa pertimbangan:
“Pertama, Yayasan Fathul Mu’in terkesan sektarian, sebab
dikaitkan dengan nama seorang tokoh (Muhammadiyah pen─) yaitu KH. Fathul Mu’in
yang merupakan guru yang banyak mewarnai pemikiran dan semangat dari
pendiri-pendiri yayasan tersebut. Kedua, diniatkan sebagai lembaga pemersatu
umat sehingga umat tidak terkotak-kotak (wawancara dengan Qasim Saguni, 28
November 2004).”
Dengan dasar tersebut, elite Yayasan Fathul Mu’in merasa perlu
untuk membangun suatu lembaga yang lebih baik dan rapi sebagai realisasi dari
pemahaman tentang doktrin Islam bahwa kebenaran akan selalu dikalahkan oleh
kesesatan, apabila para penyebar kebenaran tidak mengorganisir diri guna
mendesain misi dakwah yang memiliki jaringan rapi. Menurut dokumen organisasi,
proses perubahan itu dilakukan setelah Yayasan Fathul Mu’in berjalan sekitar
sepuluh tahun. Yayasan Wahdah Islamiyah didirikan menjadi suatu yayasan baru
pada tanggal 19 Februari 1998 dengan Akta Notaris no. 059 (Sulprian, S.H.).
Perubahan Wahdah Menjadi Ormas
Perubahan berikutnya masih menggunakan nama yayasan untuk
kepentingan pragmatis yaitu adanya lembaga pendidikan tinggi. Maka pada tanggal
25 Mei 2000 didirikanlah Yayasan Pesantren Wahdah Islamiyah dengan Akta Notaris
no. 55 (Sulprian, S.H.). Yayasan Pesantren Wahdah Islamiyah didirikan untuk
mewadahi pesantren tinggi Wahdah Islamiyah yang diberi nama STIBA (Sekolah
Tinggi Ilmu Islam dan Bahasa Arab) yang diasuh 20 alumni Universitas Islam
Madinah Saudi Arabia. Tujuan utamanya adalah mempersiapkan kader-kader da’I dan
ulama yang memiliki basis ilmu syari’ah yang kuat dan semangat dakwah yang
tinggi.
Pada tahun 2002, Yayasan Pesantren Wahdah Islamiyah segera
melakukan proses kembali untuk menjadi suatu ormas Islam. Proses perubahan ini
tidak mengubah nama Wahdah Islamiyah, namun hanya mengubah status dari yayasan
menjadi ormas.
Pada tahun 2002, melalui Muktamar Wahdah, status Yayasan Pesantren
Wahdah Islamiyah segera diganti menjadi ormas Islam. Dalam musyawarah besar
ke-2 tanggal 1 Safar 1423 H./ 14 April 2002, para elite Wahdah dari berbagai
cabang dan daerah yang berkumpul di Makassar telah menyepakati untuk mengubah
istilah yayasan menjadi ormas. Dengan pertimbangan dasar yang menjadi acuan, “Lembaga
Wahdah Islamiyah adalah organisasi dakwah dan kader diharapkan dapat meluas dan
berkembang tidak hanya di Sulawesi Selatan (Makassar) saja, namun juga di
seluruh propinsi di Indonesia. Dan dengan wadah yayasan, hal itu sulit
diwujudkan karena yayasan tidak diperkenankan memiliki cabang (Dokumen Wahdah,
2002).”
Ormas Wahdah Islamiyah didirikan di Makassar pada tanggal 14
April 2002. Keberadaan Wahdah Islamiyah diketahui dan didukung penuh oleh
pemerintah pusat hingga daerah yang ditandai dengan keluarnya Surat Keterangan
Terdaftar pada Kantor Kesatuan Bangsa Kota Makassar No. 220/1092-1/KKB/2002
tanggal 26 Agustus 2002, Surat Keterangan Terdaftar pada Badan Kesatuan Bangsa
Propinsi Sulawesi Selatan No. 220/3709-1/BKS-SS, dan Surat Tanda Terima Keberadaan
Organisasi pada Direktorat Hubungan Kelembagaan Politik Ditjen Kesatuan Bangsa
Depdagri di Jakarta No. 148/D.1/IX/2002.
Wahdah dalam Bab I Anggaran Dasarnya menyebutkan identitas
organisasi, dan pada pasal 1 disebutkan, “Pertama, organisasi ini
bernama Wahdah Islamiyah merupakan kelanjutan dari Yayasan Pesantren Wahdah
Islamiyah. Kedua, Wahdah Islamiyah didirikan di Makassar pada hari Ahad
tanggal 1 Safar 1423 H bertepatan dengan tanggal 14 April 2002 M untuk
jangka waktu yang tidak ditentukan. Ketiga, organisasi tingkat pusat
berkedudukan di tempat kedudukan pimpinan pusatnya serta dapat mendirikan
cabang-cabang di dalam dan di luar negeri.”
Perubahan status menjadi ormas merupakan strategi Wahdah untuk
dapat berkembang di berbagai daerah dan sesuai dengan visinya tahun 2015 sudah
dapat terbentuk cabang diseluruh kota besar di Indonesia.
Misi Wahdah di antaranya, pertama, menegakkan syiar Islam dan
menyebarkan pemahaman Islam yang benar. Kedua, membangun persatuan umat dan
ukhuwah islamiyah yang dilandasi semangat ta’awun (kerjasama) dan tanashuh
(saling menasihati). Ketiga, mewujudkan instansi/lembaga pendidikan dan ekonomi
yang islami dan berkualitas. Keempat, membentuk generasi Islam yang terbimbing
oleh ajaran agama dan menjadi pelopor pada berbagai bidang untuk kemajuan
kehidupan umat dan bangsa.
Dalam mukadimah Wahdah dinyatakan suatu persaksian yang memiliki
makna yang mendalam, “Bahwa sesungguhnya tujuan utama penciptaan
manusia adalah untuk beribadah hanya kepada Allah subhanahu wa ta’ala
satu-satunya. Oleh karena itu, risalah Islam diturunkan kepada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam untuk membebaskan umat manusia dari penghambaan kepada
sesama makhluk menuju penghambaan hanya kepada Allah Rabb seluruh
makhluk, yaitu Allah subhanahu wa ta’ala. Dan untuk menjalankan tugas
pembebasan tersebut, Allah subhanahu wa ta’ala telah memerintahkan kepada
Rasul-Nya serta para pengikut beliau ntuk menapaki jalan dakwah dengan penuh
hikmah. Hanya saja, dakwah kepada Al-Haq akan dapat dikalahkan oleh dakwah
kepada kebatilan jika ia tidak terorganisir dengan rapi…Maka, berdasarkan
keyakinan dan kenyataan tersebut, maka kami bersepakat untuk membentuk gerakan
dakwah yang berdasarkan pada Al-Qur’an dan As-Sunnah sesuai pemahamn As-Salaf
Ash-Shaleh (manhaj Ahlu Sunnah wal Jama’ah)” (AD/ART Wahdah).
Asas dan landasan organisasi, dalam pasal 2 AD dinyatakan bahwa, “Pertama,
organisasi ini berasaskan Islam. Kedua, organisasi ini merupakan gerakan dakwah
dan tarbiyah yang bersumber pada Al-Qur’an dan As-Sunnah sesuai pemahaman
As-Salaf Ash-Shaleh (Manhaj Ahlu Sunnah wal Jama’ah).”
Sementara dalam Bab II pasal 3 dinyatakan maksud dan tujuan
didirikannya ormas Wahdah Islamiyah, “Pertama, mewujudkan dan membina
masyarakat yang beriman dan bertakwa kepada Allah Azza wa Jalla berdasarkan
Al-Qur’an dan As-Sunnah sesuai dengan pemahaman As-Salaf Ash-Shaleh (Manhaj
Ahlu Sunnah wal Jama’ah). Kedua, menegakkan tauhid dan menghidupkan sunnah
serta memupuk ukhuwah islamiyah untuk terwujudnya kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara yang diridhai Allah Azza wa Jalla.”
Dalam pasal 4 AD Wahdah, disebutkan beberapa usaha yang
dilakukan oleh Wahdah Islamiyah. Pertama, mendirikan dan memakmurkan masjid
serta melaksanakan fungsi masjid sebagai pusat ibadah, pembinaan, dan
kebudayaan Islam. Kedua, menghidupkan usaha penyiaran dan pengembangan dakwah
islamiyah melalui berbagai media dan lapangan serta usaha-usaha pendidikan
latihan tenaga juru dakwah. Ketiga, mendirikan dan membina sarana-sarana
pendidikan agama dan umum yang islami dalam berbagai jurusan dan jenjangnya,
baik dalam bentuk formal maupun non formal. Keempat, melakukan
kegiatan-kegiatan sosial berupa penyantunan kaum dhuafa, fakir miskin, dan anak
yatim-piatu. Melayani dan membina kesejahteraan masyarakat serta melestarikan
lingkungan hidup. Kelima, mendirikan dan mengembangkan usaha-usaha dalam bidang
ekonomi seperti lembaga keuangan Islam, pertanian, perkebunan, industri,
pelayanan jasa, dan usaha-usaha lain yang halal menurut Islam yang di dalamnya
tercermin ajaran-ajaran Islam guna memenuhi kebutuhan anggota khususnya, dan
masyarakat pada umumnya. Keenam, mendirikan lembaga-lembaga dan badan-badan
usaha lain serta melakukan kerjasama dengan lembaga-lembaga usaha lain yang
sesuai dengan maksud dan tujuan organisasi.
Dalam Bab VII pasal 28 mengenai Tafsir Lambang dan Bendera
dinyatakan beberapa pokok pikiran yang berhubungan dengan lambang dan bendera. Pertama,
secara umum lambang organisasi Wahdah Islamiyah bermakna penegakan nilai-nilai
Islam dalam masyarakat dengan jalan dakwah, tarbiyah islamiyah (pembinaan
Islam), dan mencetak kader-kader da’I dan ulama yang menyebarkan nilai-nilai
Islam dengan mengambil masjid sebagai titik tolak sekaligus pusat pembinaan. Kedua,
secara khusus bentuk Wahdah Islamiyah memiliki arti sebagai berikut: a).
Bola Dunia menunjukkan cita-cita organisasi yaitu terwujudnya nilai-nilai Islam
di seluruh bumi ini, b). Menara Masjid berarti titik tolak sekaligus pusat
pembinaan organisasi adalah di masjid. Menara masjid juga menunjukkan
ketinggian cita-cita, c). Tulisan Arab yang artinya ilmu, amal, dakwah, dan
tarbiyah merupakan syi’ar organisasi yang menunjukkan kegiatan utama organisasi
adalah menuntut ilmu, mengamalkan ilmu, menyebarkan dakwah ke masyarakat,
menarbiyah/membina mereka dengan suatu pola pembinaan (tarbiyah islamiyah) yang
benar, universal, integral, dan berkesinambungan untuk mencetak kader-kader
yang memiliki keseriusan dan kesungguhan (mujahadah) dalam mengamalkan Islam di
seluruh aspek kehidupannya. Ketiga, warna lambang organisasi
merupakan kombinasi antara a). hijau berarti kesejukan, b). biru berarti
keteguhan dan ketegaran, c). kuning berarti kejayaan, d). merah berarti
keberanian dan dinamisasi, e). hitam berarti perekat, dan f). cokelat berarti
kesetiaan.
Kelembagaan Wahdah Islamiyah
Struktur kelembagaan Wahdah yang nampak dewasa ini menunjukkan
adanya akomodasi atas makna doktrin Islam dan akomodasi atas kehendak sosial
yang berkembang dalam masyarakat. Tuntutan idealisme keyakinan dengan desakan
sosial yang muncul dari masyarakat dapat berkompromi secara sehat dalam lembaga
Wahdah. Struktur akomodatif itu dapat ditemukan dalam susunan berikut.
Pertama, Dewan Syura. Wadah ini berfungsi untuk
memberikan pemikiran-pemikiran kepada pimpinan harian Wahdah. Dalam pasal 7 ART
tentang Dewan Syura disebutkan bahwa Dewan Syura adalah lembaga yang memiliki
fungsi pertimbangan, pengawasan serta perencanaan strategis organisasi.
Sementara anggota dan jumlah keanggotaan disebut dalam ayat 2-3.
Anggota-anggota dan ketua Dewan Syura adalah kader organisasi yang terdiri dari
unsur-unsur senior, para pakar, dan tokoh. Jumlah anggota Dewan Syura
sedikitnya tujuh orang yang dipilih oleh muktamar dan disahkan oleh pimpinan
muktamar. Untuk mengatur jalannya lembaga, Dewan Syura bersidang sedikitnya
sekali dalam tiga bulan dengan tugas dan wewenang antara lain, 1). Memberikan
pertimbangan dan persetujuan terhadap program kerja organisasi dan anggaran
pendapatan dan belanja tahunan yang diajukan oleh pimpinan pusat, 2).
Mendengarkan dan memberikan penilaian laporan tahunan pimpinan pusat, 3).
Memberikan pertimbangan kepada pimpinan pusat dalam menetapkan
peraturan-peraturan dan kebijakan-kebijakan organisasi lainnya yang bersifat
strategis, 4). Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas pimpinan pusat,
5). Memberikan laporan tahunan ke Sidang Majelis Organisasi. Susunan Dewan
Syura terdiri atas ketua, sekretaris, anggota.
Kedua, Dewan Syariah. Wadah ini menghimpun para asatidzah (ustadz)
yang memiliki kapabilitas ilmu syar’I yang berfungsi sebagai tempat konsultasi
syariah atau hal-hal yang berkaitan dengan syariat. Dalam pasal 8 ART Wahdah
disebutkan fungsi dan tugas Dewan Syariah, yaitu lembaga yang memiliki fungsi
pertimbangan, pengawasan, dan penetapan kebijakan syar’iyyah (ayat1). Mengenai
keanggotaan dewan ini disebutkan bahwa anggota-anggota dan ketua Dewan Syari’ah
adalah kader organisasi yang berbasis ilmu syar’I dalam berbagai disiplin
keilmuan, dan memiliki pengetahuan hukum-hukum Islam yang memadai (ayat 2). Dan
anggota-anggota Dewan Syariah dipilih oleh muktamar dengan jumlah yang
disesuaikan dengan kebutuhan dan disahkan oleh pimpinan muktamar (ayat 3).
Dewan ini diberi tugas untuk melakukan sidang-sidang oganisasi yang lebih
sering daripada Dewan Syura. Dalam ayat 4 disebutkan bahwa Dewan Syariah
bersidang sedikitnya sekali dalam sebulan. Dewan Syariah mempunyai tugas dan
kewajiban untuk 1). Menjaga kemurnian organisasi dari segala bentuk
penyimpangan syar’I, 2). Memberikan bimbingan, pengayoman, dan transformasi
nilai-nilai Islam kepada anggota, dan memberikan peran aktif dalam amar ma’ruf
nahi munkar, 3). Mengawasi jalannya aktivitas yang berlangsung dalam
organisasi, 4). Memberikan laporan tahunan kepada Sidang Majelis Organisasi.
Dewan Syariah memiliki sejumlah hak dan wewenang seperti
disebutkan dalam ayat 5 pasal 8 bahwa Dewan Syariah mempunyai hak dan
kewajiban, 1). Memberikan penilaian atau membatalkan segala keputusan pimpinan
pusat yang bertentangan dengan syariat, 2). Memberikan masukan dan nasehat
kepada pimpinan pusat baik diminta atau tidak, 3). Mendengarkan laporan tahunan
pimpinan pusat, 4). Menyampaikan fatwa yang berhubungan dengan masalah-masalah
syar’iyyah, 5). Menetapkan kebijakan-kebijakan syar’iyyah yang dapat mengikat
organisasi.
Tugas dan kewenangan dewan ini lebih banyak bersifat pengawasan
terhadap kinerja pimpinan Wahdah dan berpotensi mem-veto kebijakan pimpinan
harian Wahdah apabila kebijakan itu dianggap tidak memenuhi kaidah syariat.
Dalam hal tertentu, dewan ini berfungsi sebagai struktur yang memberikan
fatwa-fatwa agama kepada anggota dan umat.
Ketiga, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Lembaga ini memiliki tugas
sebagai pemeriksa keuangan disetiap lembaga tinggi dan departemen ormas ini.
Dalam pasal 9 ART disebutkan bahwa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) adalah
lembaga yang berfungsi mengawasi dan memeriksa keuangan dan kekayaaan
organisasi (ayat 1). Sementara anggota dan ketua Badan Pemeriksa Keuangan
adalah kader organisasi yang memiliki keahlian di bidang keuangan/akuntansi.
Anggota-anggota Badan Pemeriksa Keuangan dipilih oleh muktamar dengan jumlah
yang disesuaikan dengan kebutuhan dan disahkan oleh pimpinan muktamar (ayat
2-3). Dalam setiap tahun badan ini diharuskan memberikan laporan dalam Sidang
Majelis Organisasi (ayat 4).
Badan Pemeriksa Keuangan mempunyai tugas dan wewenang untuk 1).
Melakukan pengawasan terhadap seluruh aktivitas keuangan dan kekayaan
organisasi, 2). Melakukan pemeriksaan terhadap dugaan terjadinya penyimpangan
keuangan organisasi dan melaporkan hasil temuan tersebut kepada Sidang Majelis
Organisasi untuk diambil keputusannya (ayat 6).
Keempat, Pimpinan Pusat Wahdah Islamiyah. Lembaga ini
mempunyai tugas dan fungsi sebagai pelaksana seluruh program kerja yang telah
disahkan dalam Mukernas yang diadakan setiap tahun.
Dalam pasal 6 ayat 1 dan 2 ART tentang Pimpinan Pusat ditegaskan
tentang Kepemimpinan Wahdah tingkat pusat, bahwa Pimpinan Pusat adalah badan
pelaksana organisasi tingkat pusat yang terdiri dari ketua umum sebagai
pimpinan tertinggi organisasi. Ketua umum pimpinan pusat dipilih melalui
muktamar dan disahkan oleh pimpinan muktamar. Unsur pimpinan pusat dipilih oleh
ketua umum terpilih yang dibantu ketua Dewan Syura, ketua Dewan Syariah, dan
ketua BPK.
Pimpinan Pusat berwenang untuk, pertama, menentukan kebijakan
operasional organisasi ditingkat pusat sesuai dengan pedoman dasar, keputusan
musyawarah, dan rapat tingkat nasional serta peraturan organisasi lainnya. Kedua,
membentuk lembaga/badan yang dianggap perlu. Ketiga, menetapkan peraturan
operasional organisasi setelah mendengarkan pertimbangan Dewan Syura dan Dewan
Syariah. Keempat, mengesahkan komposisi dan personalia pimpinan cabang (ayat
3).
Pimpinan Pusat Wahdah Islamiyah berkewajiban untuk, a).
Memberikan pertanggungjawaban pada muktamar, b). Melaksanakan koordinasi
organisasi tingkat nasional, c). Melaksanakan ketentuan dan kebijakan
organisasi sesuai dengan pedoman dasar, keputusan musyawarah dan rapat tingkat
nasional serta peraturan organisasi lainnya, d). Memberikan laporan tahunan
pada Sidang Majelis Organisasi (ayat 4).
Unsur pimpinan pusat adalah ketua umum, sekretaris jenderal,
ketua-ketua bidang, wakil sekretaris jenderal, bendahara umum, wakil bendahara
serta dilengkapi oleh ketua departemen/lembaga/badan akan ditetapkan oleh ketua
terpilih, demikian pula dengan ketua-ketua biro (ayat 5).
Sementara struktur kelembagaan pada tingkat dibawahnya, yaitu
cabang Wahdah yang telah berdiri di berbagai daerah. Dalam pasal 10 ART ayat 3
disebutkan bahwa pimpinan cabang berwenang menentukan kebijakan operasional
organisasi ditingkat cabang sesuai dengan pedoman dasar, keputusan musyawarah
dan rapat tingkat nasional maupun cabang serta peraturan organisasi lainnya.
Pimpinan cabang memiliki kewajiban antara lain, a). Melaksanakan program umum
organisasi di tingkat cabang, b). Melaksanakan koordinasi organisasi di tingkat
cabang, c). Melaksanakan segala ketentuan dan kebijakan organisasi sesuai
dengan pedoman dasar, keputusan musyawarah dan rapat tingkat pusat maupun
cabang serta peraturan organisasi lainnya, d). Memberikan pertanggunngjawaban
kepada Musyawarah Cabang.
Kegiatan Wahdah Islamiyah
Pembinaan Generasi Muda
Pencerahan Umat Melalui Dakwah
Untuk meningkatkan nilai keimanan dan ketakwaan dikalangan umat,
Wahdah membentuk departemen khusus yang diberi tugas untuk melakukan pembinaan
kepada umat. Departemen yang dimaksud adalah Departemen Dakwah dan Kaderisasi.
Departemen ini mencakup kegiatan dakwah dan kaderisasi dengan menangani
kegiatan-kegiatan di antaranya sebagai berikut, pertama, penanganan khutbah
Jum’at di masjid-masjid. Kedua, penanganan ta’lim syar’i. Ketiga, penanganan
majelis ta’lim. Keempat, pembinaan kelompok kajian Islam.
Peran Sosial Keumatan Wahdah
Lembaga Pendidikan
Untuk mengelola pendidikan, maka Wahdah membentuk Departemen
Pendidikan. Lembaga pendidikan yang dimiliki oleh Wahdah mulai dari tingkat
taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Lembaga pendidikan Wahdah antara
lain, pertama, Taman Kanak-Kanak (TK) Islam Terpadu Wihdatul Ummah. Kedua,
Sekolah Dasar (SD) Islam Terpadu Wihdatul Ummah. Ketiga, SLTP Islam Terpadu
Wahdah Islamiyah. Keempat, SMU Islam Terpadu Wahdah Islamiyah. Kelima, Pondok
Pesantren Tahfidzul Qur’an. Keenam, Pesantren Tadribut Du’at.
Peran Sosial dan Kesehatan Umat Wahdah
Departemen Sosial
Departemen Sosial PP Wahdah mengelola beberapa lembaga sosial
yang langsung menyentuh masyarakat seperti, 1). Tim Penanggulangan Musibah
(TPM) Wahdah Islamiyah. Lembaga sosial ini terbagi dalam dua divisi, yaitu
Divisi Penanggulangan Kebakaran dan Bencana Alam, kemudian Divisi
Penyelenggaraan Jenazah, 2). Unit Pelayanan Ambulance, 3). Program Sumbangan 3B
(Baju Bekas Berkualitas).
Departemen Kesehatan dan Lingkungan Hidup
Departemen ini didukung tenaga medis professional (dokter umum,
dokter spesialis, perawat, bidan, dan apoteker). Fasilitas-fasilitas kesehatan
yang dikelola oleh Departemen Kesehatan Wahdah Islamiyah adalah, 1). Balai
Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA) Wihdatul Ummah. Lembaga kesehatan ini memberi
pelayanan berupa, a). Persalinan, b). Pemeriksaan kesehatan bagi ibu hamil, c).
Pemeriksaan umum kesehatan wanita, d). Pelayanan KB sesuai syari’ah. Sedangkan
pelayanan untuk anak meliputi, a). Pemeriksaan umum kesehatan anak-anak, b).
Imunisasi dan konsultasi gizi, c). khitan.
Selain itu, departemen ini mengelola Ruqyah Syar’iyyah As-Syifa.
Klinik ini merupakan klinik pengobatan alternatif yang mengobati pasien-pasien
yang terkena gangguan jin dan penyakit yang tidak terdeteksi medis.
LAZIS (Lembaga Amil, Zakat, Infaq, dan Shadaqah)
Lembaga ini berfungsi menghimpun berbagai dana dari masyarakat,
anggota jama’ah atau donator setiap bulannya sekaligus menyebarkannya kepada
yang berhak menerima.
LP2KS (Lembaga Pembinaan dan Pengembangan Keluarga Sakinah)
Lembaga ini berfungsi sebagai penyelenggara pernikahan bagi
jama’ah. Mempertemukan ikhwan dan akhwat yang akan menikah J. Dan sebagai
tempat konsultasi masalah keluarga sakinah.
LWP2 (Lembaga Wakaf Pembangunan dan Pengembangan)
Lembaga ini bertugas mencari tanah wakaf yang akan dibangunkan
masjid dengan anggaran 100 persen dari para donator.
Departemen Informasi dan Komunikasi (INFOKOM)
Departemen ini memiliki empat divisi kerja yang terdiri, 1).
Divisi Radio 102,7 FM, 2). Divisi Penerbitan. Divisi ini menayangkan buku-buku
yang telah diterbitkan seperti buku Kesurupan Jin, khutbah Idul Fitri dan Idul
Adha, Jurnal Islam Al-Bashirah, dsb., 3). Divisi Tasjilat, menayangkan beberapa
gambar kaset dan cd serta merekam ceramah-ceramah, 4). Divisi Peliputan, 5).
Divisi Website. Divisi ini yang mengelola situs www.wahdah.or.id
Kegiatan di Bidang Ekonomi
Kegiatan Wahdah di bidang Ekonomi dapat tergambar melalui
departemen-departemen yang dimilikinya, di antaranya:
Departemen Pengembangan Usaha
Demikianlah sekilas tentang Wahdah Islamiyah. Wallahu
a’lam.
Sumber:
Dirangkum dari buku Sejarah Wahdah Islamiyah karya Syarifuddin
Jurdi. Diterbitkan oleh Kreasi Wacana tahun 2007.