Staf Pengajar LIPIA Jakarta
Definisi
limu Faraidh: Kata Faraidh adalah bentuk jamak dari
kata faridhah, sedangkan kata faridhoh dalam bahasa berarti: yang wajib, dan
yang ditentukan, dan Ilmu faraidh dalam istilah: memahami pembagian warisan dan
cara menghitungnya.
Objek
ilmu Faraidh: adalah harta warisan, dari segi
pembagiannya, dan bagian setiap ahli waris dari harta tersebut.
Manfaat
ilmu faraidh: adalah membagikan harta warisan kepada
setiap ahli waris sesuai dengan hak masing masing.
Hukum
mempelajari ilmu faraidh:
Hukumnya fardhu kifayyah, artinya: kalau ada sebagian orang yang
mempelajarinya, maka gugurlah kewajiban mempelajarinya atas orang yang lain.
Keutamaan
mempelajari ilmu Faraidh:
Berikut ini beberapa diantara keutamaan
dari ilmu faraid :
Yang pertama: Allah SWT sendiri yang telah menentukan bagian2 ahli
waris, dan tidak membiarkannya kepada Nabi yang di utus atau Malaikat yang
dekat, hal itu berbeda dengan hukum2 yang lain, Allah SWT menyebutkannya secara
global, seperti shalat, puasa, dan lain2.
Yang kedua: Allah SWT berfirman setelah menyebut bagian2 Ahli waris:
﴿ تِلْكَ حُدُودُ اللّهِ ﴾
yang artinya: Itulah batasan2 hukum Allah SWT,
kemudian Allah SWT
berfirman:
﴿ وَمَن يُطِعِ اللّهَ وَرَسُولَهُ
يُدْخِلْهُ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا
وَذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ ﴾
yang
Artinya: Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasulnya, Maka dia Akan
dimasukkan ke dalan surge yang mengalir di bawahnya sungai2, dan mereka kekal
di dalamnya, dan itulah kemengan yang besar,
kemudian Allah berfirman:
﴿ وَمَن يَعْصِ اللّهَ وَرَسُولَهُ
وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُ يُدْخِلْهُ نَارًا خَالِدًا فِيهَا وَلَهُ عَذَابٌ مُّهِينٌ
﴾
Yang
artinya: dan barangsiapa yang bermaksiat kepada Allah Dan Rasulnnya dan
melanggar batasan2Nya maka dia akan dimasukkan kedalam neraka, dia akan kekal
di dalamnya, dan dia akan mendapatkan siksaan yang sangat hina.
Oleh Karena itu, barangsiapa yang
membagikan harta warisan tidak sesuai dengan peraturan agama islam, maka dia
telah melanggar batasan2 Allah SWT, dan dia pantas mendapatkan siksaan di
Akhirat nanti.
Yang ketiga: Nabi Muhammad SAW bersabda:
عن
أبي هريرة رضي الله عنه: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (تَعَلَّمُوا
الْفَرَائِضَ وَعَلِّمُوهَا فَإِنَّهُ نِصْفُ الْعِلْمِ وَهُوَ يُنْسَى وَهُوَ
أَوَّلُ شَيْءٍ يُنْزَعُ مِنْ أُمَّتِي
(رواه ابن ماجه والدار قطني والحاكم والبيهقي.
Yang
Artinya: pelajarilah Ilmu Faraid, dan ajarilah kepada yang lain, karena
sesunghnya dia adalah setengah ilmu, dan dia cepat dilupakan, dan dia adalah
ilmu yang pertama yang dicabut dari ummatku.
Dalam hadis tersebut jelaslah
pentinggnya ilmu waris, sampai dia dianggap setengah ilmu, dan pentinglah bagi
sesorang untuk mengulanginya agar jangan cepat dilupakan.
Yang keempat: Nabi Muhammad SAW bersabda:
وعَنْ
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه
وسلم قَالَ: الْعِلْمُ ثَلاثَةٌ وَمَا سِوَى
ذَلِكَ فَهُوَ فَضْلٌ، آيَةٌ مُحْكَمَةٌ، أَوْ سُنَّةٌ قَائِمَةٌ، أَوْ فَرِيضَةٌ
عَادِلَةٌ رواه
أبو داود وابن ماجه
Artinya:
Rasullah SAW bersabda: Ilmu ada tiga, dan selain itu adalah ilmu tambahan,
yaitu: Ayat Alquran yang kokoh, atau sunnah yang tegak, atau ilmu faraid yang
adil.
Hadis ini menjelaskan bahwa ilmu
yang harus di pelajari orang ada tiga, yaitu mempelajari ayat alquran, dan
sunnah2 Nabi SAW, dan mempelajari ilmu fiqih, yang mana diantarannya adalah
ilmu waris.
Yang kelima: Nabi Muhammad SAW bersabda
وعن
ابْن مَسْعُودٍ قَالَ: قال لِي رَسُولُ اللَّهِ:
تَعَلَّمُوا الْعِلْمَ وَعَلِّمُوهُ النَّاسَ،
تَعَلَّمُوا الْفَرَائِضَ وَعَلِّمُوهُ النَّاسَ، تَعَلَّمُوا الْقُرْآنَ
وَعَلِّمُوهُ النَّاسَ، فَإِنِّي امْرُؤٌ مَقْبُوضٌ، وَالْعِلْمُ سَيُقْبَضُ
وَتَظْهَرُ الْفِتَنُ حَتَّى يَخْتَلِفَ اثْنَانِ فِي فَرِيضَةٍ لا يَجِدَانِ
أَحَدًا يَفْصِلُ بَيْنَهُمَا
. رواه الدارمي والدارقطني والحاكم،
والنسائي في الكبرى، والبيهقي في الشعب، وصححه الذهبي.
Artinya:
Rasullah SAW bersabda: pelajarilah ilmu dan ajarkanlah kepada manusia,
pelajarilah faraid dan ajarkanlah kepada manusia, pelajarilah alquran dan
ajarkanlah kepada manusia, karena saya seorang manusia yang akan meniggal, dan
ilmu akan dicabut, dan fitnah akan muncul, sehingga akan ada dua orang yang
berselisih dalam hal pembagian warisan, dan keduannya tidak menemukan orang
yang menyelesaikan perselisihan keduannya.
Pembahasan yang
pertama: Kewajiban2 yang berkaitan dengan harta yang meniggal dunia.
Apabila
ada orang yang meninggal dunia, maka ada beberapa kewajiban yang berkaitan
dengan harta yang ditinggalkan sebelun hartannya dibagikan kepada ahli
warisnnya, yaitu sebagai berikut:
Pertama:
Biaya untuk Keperluan Pemakaman
Pewaris
Semua keperluan dan pembiayaan
pemakaman pewaris hendaknya menggunakan harta miliknya tersebut dengan
penggunaan yang sewajarnya, yakni tidak berlebihan dan tidak pula
dikurang-kurangi. Keperluan-keperluan pemakaman tersebut menyangkut segala
sesuatu yang dibutuhkan mayit, sejak wafatnya hingga pemakamannya. Di antaranya
adalah: biaya memandikan, pembelian kain kafan, biaya pemakaman, dan sebagainya
hingga mayat sampai di tempat peristirahatannya yang terakhir. Segala keperluan
tersebut bisa berbeda-beda biayanya, tergantung keadaan mayat, baik dari segi
kemampuannya maupun dari jenis kelaminnya.
Kedua:
Hutang
Pewaris
Hutang yang masih ditanggung pewaris
harus ditunaikan atau dibayarkan terlebih dahulu. Artinya, seluruh harta
peninggalan pewaris tidak dibenarkan dibagikan kepada ahli warisnya sebelum
hutangnya ditunaikan terlebih dahulu.
Mungkin diantara kita ada yang
bertanya-tanya, bagaimana perihal seseorang yang wafat, yang masih mempunyai
tanggungan hutang yang belum dilunasi, namun ia tidak meninggalkan harta
warisan yang cukup untuk menutup hutangnya tersebut? Maka jika terjadi kondisi
seperti ini, yaitu jumlah hutangnya tersebut lebih besar dari harta warisan
yang ada, maka ahli warisnya harus berusaha melunasinya dari harta warisan yang
ada ditambah dengan harta mereka sendiri sebagai bentuk tanggung jawab ahli
waris terhadap kerabatnya yang telah wafat tersebut. Jika memang hartanya masih
belum mencukupi, maka bisa meminta bantuan kepada kerabatnya yang lain. Jika
memang masih belum mencukupi juga, maka bisa meminta bantuan kepada kaum
muslimin lainnya, atau bahkan meminta bantuan kepada pemerintah atau negara
dari harta baitulmal (kas negara).
Ketiga:
Menunaikan Wasiat Pewaris
Wasiat adalah permintaan pewaris
terhadap ahli warisnya sebelum wafatnya. Wasiat ini sebenarnya tidak hanya
berupa pesan yang sifatnya untuk membagikan sejumlah tertentu dari hartanya,
namun ia bisa juga berbentuk pesan-pesan kebaikan yang diinginkan pewaris untuk
ditunaikan oleh ahli warisnya.
Seorang muslim yang telah mengetahui
ilmu faraid tentunya menginginkan ketika ia telah wafat, harta peninggalannya
tersebut dapat dibagikan kepada ahli warisnya dengan benar sesuai dengan
syariat (ketentuan) yang Allah turunkan. Juga terkadang mereka mempunyai
keinginan tertentu sebelum wafatnya, diantaranya ia ingin seperbagian hartanya
tersebut disedekahkan kepada fakir miskin, diinfakan di jalan Allah,
disumbangkan untuk pembangunan masjid setempat, dibagikan kepada seseorang yang
ia anggap telah berjasa kepadanya, dan lain sebagainya. Maka seluruh
keinginannya tersebut dapat dituliskan di dalam suatu surat wasiat.
Wajib hukumnya menunaikan seluruh
wasiat pewaris selama tidak melebihi jumlah sepertiga dari seluruh harta
peninggalannya. Hal ini jika memang wasiat tersebut diperuntukkan bagi orang
yang bukan ahli waris, serta tidak ada protes dari salah satu atau bahkan
seluruh ahli warisnya. Para ulama telah sepakat bahwa pemberian wasiat kepada
ahli waris hukumnya adalah haram, baik wasiat itu sedikit maupun banyak, karena
Allah swt. telah menetapkan bagian ahli waris di dalam Al-Qur'an. Sebagaimana
sabda Rasulullah saw., dari Abu Umamah ra., ia berkata, "Aku mendengar
Rasulullah saw bersabda, 'Sungguh Allah telah memberikan hak (waris) kepada
setiap yang berhak. Oleh karena itu, tidak ada wasiat (tambahan harta) bagi
orang yang (telah) mendapatkan warisan'". (HR. al-Khamsah, kecuali
an-Nasa'i)
Keempat:
Membagikan sisa hartanya kepada ahli warisnnya.
Pembahasan
kedua: Rukun2 Warisan.
Rukun2 Warisan ada
tiga:
1.
Pewaris: yaitu
orang yang meniggal secara pasti, atau secara hukum dianggap telah meninggal,
seperti orang yang hilang.
2.
Adanya ahli
waris, yaitu orang yang berhak mendapatkan warisan pada saat pewaris meninggal
dunia.
3.
Hak yang
diwarisi, yaitu harta benda peninggalan pewaris.
Pembahasan
ketiga: Syarat2 warisan.
Syarat-syarat waris ada tiga, diantaranya adalah:
1.
Telah
meninggalnya pewaris baik secara nyata maupun secara hukum (misalnya dianggap
telah meninggal oleh hakim, karena setelah dinantikan hingga kurun waktu
tertentu, tidak terdengar kabar mengenai hidup matinya). Hal ini sering terjadi
pada saat datang bencana alam, tenggelamnya kapal di lautan, dan lain-lain.
2.
Adanya
ahli waris yang masih hidup secara nyata pada waktu pewaris meninggal dunia.
3.
Seluruh ahli waris telah diketahui secara pasti, termasuk
kedudukannya terhadap pewaris dan jumlah bagiannya masing-masing
Pembahasan
keempat: Sebab-sebab
Mendapatkan Hak Waris
Ada tiga sebab yang menjadikan seseorang mendapatkan hak
waris, diantaranya adalah:
1. Memiliki ikatan kekerabatan
secara hakiki (yang ada ikatan nasab murni atau ikatan darah), seperti kedua
orang tua, anak, saudara, paman, dan seterusnya.
2. Adanya ikatan pernikahan, yaitu
terjadinya akad nikah legal yang telah disahkan secara syar'i antara seorang
laki-laki dan perempuan, sekalipun belum atau tidak terjadi hubungan intim
(bersenggama) antar keduanya. Adapun pernikahan yang batil atau rusak, seperti
nikah mut'ah, kawin tanpa wali dan sebagainya tidak bisa menjadi sebab untuk
mendapatkan hak waris. Bagaimana bisa ada hak waris, sedangkan pernikahannya
itu sendiri adalah tidak sah.
4.
Al-Wala,
yaitu terjadinya hubungan kekerabatan karena membebaskan budak. Orang yang
membebaskan budak berarti telah mengembalikan kebebasan dan jati diri seseorang
sebagai manusia yang merdeka. Karena itu Allah SWT menganugerahkan kepadanya
hak mewarisi terhadap budak yang dibebaskan, dengan syarat budak itu sudah
tidak memiliki satupun ahli waris, baik ahli waris berdasarkan ikatan
kekerabatan (nasab) ataupun karena adanya tali pernikahan.
Pembahasan kelima: Penggugur Hak
Waris
Tidak semua ahli waris bisa mendapatkan harta warisan.
Terdapat beberapa kondisi yang menyebabkan seseorang menjadi gugur untuk
mendapatkan harta warisan. Penggugur hak waris ini ada tiga, diantaranya
adalah:
1. Budak. Seseorang yang
berstatus sebagai budak (yang belum merdeka) tidak mempunyai hak untuk mewarisi
sekalipun dari saudaranya. Sebab segala sesuatu yang dimiliki budak, secara
langsung menjadi milik tuannya. Baik budak itu sebagai budak murni, budak yang
akan dinyatakan merdeka seandainya tuannya meninggal, ataupun budak yang telah
menjalankan perjanjian pembebasan dengan tuannya, dengan persyaratan yang telah
disepakati oleh kedua belah pihak. Jadi bagaimanapun keadaannya, semua jenis
budak merupakan penggugur hak untuk mewarisi dan hak untuk diwarisi disebabkan
mereka tidak mempunyai hak milik, terkecuali jika ia telah merdeka.
Hadits
Rasulullah saw, "Siapa yang menjual seorang hamba (budak) sedangkan dia
memiliki harta, maka hartanya tersebut menjadi milik pembelinya, kecuali bila
hamba tersebut mensyaratkannya (yakni membuat perjanjian dahulu dengan
pembelinya supaya hartanya tidak menjadi milik tuannya yang baru tersebut)."
(HR. Ibnu Majah).
2. Pembunuhan. Apabila
seorang ahli waris membunuh pewaris (misalnya seorang anak membunuh ayahnya),
maka ia tidak berhak mendapatkan warisan. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah
saw.: "Seorang pembunuh tidak dapat mewarisi harta sedikitpun."
(HR Abu Daud). Juga di dalam hadits lainnya, Rasulullah bersabda, "Tidak
ada hak bagi si pembunuh untuk mewarisi." (HR Malik, Ahmad dan Ibnu
Majah). Maka jika ada anak yang membunuh orang tuanya dengan jalan apapun
karena ingin segera mendapatkan harta warisan, maka sesungguhnya ia telah
berdosa besar, yakni dosa membunuh orang tua dan juga dosa mengambil harta
warisan yang bukan merupakan haknya.
3. Berlainan agama. Seorang
muslim tidak dapat mewarisi harta warisan orang non muslim
walapun ia adalah orang tua atau anak, dan begitu pula sebaliknya. Hal ini
telah ditegaskan Rasulullah saw. dalam sabdanya: "Orang Islam tidak
dapat mewarisi harta orang kafir, dan orang kafir pun tidak dapat mewarisi
harta orang Islam." (HR Bukhari dan Muslim).