Jihad merupakan puncak amalan Islam dan para pelakunya akan
menempati tingkatan yang tinggi di surga sebagaimana mereka mendapatkan
kedudukan yang mulia di dunia. Syaikh Muhammad Al-Utsaimin menyatakan dalam
Kitabul ‘Ilm bahwa agama ini tegak karena ilmu dan jihad. Jihad dijalan Allah
merupakan pintu kebaikan. Hanya orang-orang yang bertakwa yang akan tergerak
hatinya untuk berjihad fii sabilillah. Allah mensyari’atkan jihad sebagai ujian
dan cobaan bagi hamba-Nya agar jelas antara hamba-nya yang jujur dan pendusta,
antara yang beriman dan munafik serta untuk mengetahui hamba-Nya yang berjihad
dan bersabar. Selain itu, tujuan memerangi orang kafir bukanlah untuk memaksa
mereka masuk Islam, akan tetapi bertujuan untuk memaksa mereka agar tunduk
kepada hukum-hukum Islam hingga tegaklah kalimat Allah dimuka bumi.
(Baca juga: koleksi
kain tenun tapis Lampung terlengkap)
DEFINISI JIHAD
Jihad dijalan Allah adalah mencurahkan segala upaya guna
memerangi orang-orang kafir, untuk menggapai ridho Allah, dan demi meninggikan
kalimat-Nya.
TUJUAN PERANG DALAM ISLAM
Tujuan perang dalam Islam adalah untuk melenyapkan kekufuran dan
kesyirikan, mengeluarkan manusia dari gelapnya kekufuran dan kebodohan,
menundukkan para aggressor, menghilangkan fitnah, meninggikan kalimat Allah, menyebarkan
dakwah Islam, dan menyingkirkan orang-orang yang menghalangi dakwah Islam.
Tidak boleh memerangi orang yang belum menerima seruan dakwah
Islam. Jika mereka menolak dakwah Islam, maka imam (pemimpin) memerintahkan
mereka membayar pajak. Jika mereka menolak juga, maka berdoalah kepada Allah
dan siapkan pasukan dengan segala bentuk persenjataan, lalu perangilah
orang-orang kafir tersebut.
HUKUM JIHAD FII SABILILLAH
Jihad dijalan Allah hukumnya fardhu kifayah. Jika ada orang yang
memenuhi syarat melakukannya, maka gugurlah kewajiban dari yang lain.
Jihad menjadi wajib bagi orang-orang yang berada dalam kondisi
seperti berikut ini:
x. Jika berada dalam barisan perang.
x. Jika imam telah mengerahkan seluruh manusia secara umum
x. Jika musuh datang menyerang negerinya.
x. Jika keberadaannya dibutuhkan dalam perang. Misal: dokter,
perawat, pilot (pesawat tempur), dan sejenisnya.
Allah Ta’ala berfirman, “Berangkatlah kamu baik dalam keadaan
ringan ataupun merasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan jiwa kalian pada
jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”
(QS. At-Taubah: 41)
KEISTIMEWAAN JIHAD
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, “Orang-orang yang berfirman dan
berhijrah serta berjihad dijalan Allah dengan harta benda dan diri mereka,
adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah. Dan itulah orang-orang yang
mendapatkan kemenangan. Rabb mereka menggembirakan mereka dengan memberikan
rahmat dari-Nya, keridhaan dan surga. Mereka memperoleh di dalamnya kesenangan
yang kekal. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sesungguhnya di sisi
Allah-lah pahala yang besar.” (QS. At-Taubah: 20-22)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Orang-orang
yang gugur sebagai syahid mendapatkan enam keistimewaan: ia akan diampuni dosa-dosa
sejak awal berangkat, ia akan melihat tempat duduknya disurga, ia akan
diselamatkan dari siksa kubur, ia akan diselamatkan dari kepanikan yang luar
biasa, di atas kepalanya akan ditaruh mahkota ketenangan terbuat dari yaqut yang
lebih baik daripada dunia dan seisinya, dikawinkan dengan tujuh puluh dua istri
dari bidadari yang bermata jeli dan diberi hak memberi syafa’at kepada tujuh
puluh dari kerabatnya.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)
ANCAMAN MENINGGALKAN JIHAD
Allah Ta’ala berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, apakah
sebabnya apabila dikatakan kepada kamu, ‘Berangkatlah (untuk berperang) pada
jalan Allah’ kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas
dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan
hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit.
Jika kamu tidak berangkat untuk berperang niscaya Allah menyiksa kamu dengan
siksa yang pedih dan digantinya (kamu) denngan kaum yang lain, dan kamu tidak
akan memberi ke-mudharat-an kepada-Nya sedikit-pun. Allah Maha Kuasa atas
segala sesuatu.” (QS. At-Taubah: 38-39)
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jika kamu melakukan
jual beli dengan ‘innah (kredit dengan tambahan harga), mengambil ekor-ekor
sapi (perumpamaan riba), dan kamu merasa puas dengan tanamanmu, serta kamu
meninggalkan JIHAD, niscaya Allah akan menimpakan kehinaan kepadamu yang tidak
akan dicabut hingga kamu kembali kepada agamamu.” (Shahih Shahihul Jami’us
Shaghir no. 423)
SYARAT WAJIB JIHAD
Syarat wajib bagi seseorang yang berjihad adalah Islam, berakal,
baligh, laki-laki, selamat dari gangguan fisik seperti sakit, buta, pincang dan
memiliki biaya.
Seorang muslim tidak berjihad sesuai tuntunan sunnah kecuali
setelah mendapatkan izin orang tuanya (muslim). Jihad hukumnya fardhu kifayah
kecuali dalam kondisi tertentu, sedangkan berbakti kepada orang tua hukumnya
wajib ‘ain dalam segala kondisi. Jika hukum jihad menjadi wajib ‘ain, maka
tidak perlu meminta izin orang tua.
PEMBAGIAN JIHAD
Pertama, jihadun nafsi, yaitu jihad melawan nafsu
dengan cara belajar agama, mengamalkannya, berdakwah, serta bersabar atas
gangguannya.
Kedua, jihadusy syaithan, yaitu jihad melawan setan dengan menolak
apa yang dihembuskannya kepada manusia dari berbagai jenis syahwat dan syubhat.
Ketiga, jihad melawan orang-orang zhalim dan ahi bid’ah serta
kemunkaran. Jihad ini dilakukan dengan tangan bila mampu. Jika tidak mampu maka
dengan lisan. Jika tidak mampu juga, maka dengan hati. Hal tersebut disesuaikan
dengan kondisi dan ke-maslahat-an.
Keempat, jihad melawan orang kafir dan munafik. Jihad
ini dilakukan dengan hati, lisan, tangan, harta, dan jiwa. Jihad melawan orang
kafirlah yang dibahas dalam tulisan ini.
Jihad fii sabilillah memiliki empat kondisi:
Pertama, jihad melawan orang-orang kafir dan musyrik.
Jihad ini wajib karena untuk menjaga umat Islam dari kejahatan orang-orang
kafir dan musyrik. Selain itu, jihad ini juga untuk menyebarkan Islam kepada
mereka dan memberikan pilihan kepada mereka antara masuk Islam atau membayar
pajak. Jika kedua pilihan itu ditolak, maka PERANG adalah pilihan terakhir.
Kedua, jihad melawan orang-orang murtad. Orang-orang murtad tersebut
harus diberi dua pilihan, yaitu kembali masuk Islam atau diperangi. Jika masuk
Islam, maka selamatlah jiwa, harta, dan kehormatannya. Namun jika menolak masuk
Islam, maka darahnya halal untuk ditumpahkan.
Ketiga, jihad melawan pemberontak. Jihad ini melawan orang-orang yang
memberontak pemerintah muslim dan menebarkan fitnah. Jika mereka kembali ke
jalan yang benar, maka mereka tidak diperangi. Tetapi jika mereka tetap
memberontak, maka mereka diperangi.
Keempat, jihad melawan pembegal. Pemerintah
memberikan pilihan antara membunuh mereka, menyalib, memotong tangan dan kaki
mereka secara menyilang ataupun mengasingkan mereka dari negerinya. Sanksi
terhadap pemberontak ini disesuaikan dengan tindakan pidana yang telah mereka
lakukan dan sesuai pertimbangan pemerintah.
HUKUM WANITA IKUT BERPERANG
Dalam kondisi darurat, perempuan dibolehkan ikut berperang bersama
kaum lelaki sebagai relawan.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, ia berkata, “Dahulu
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah berperang bersama Ummu Sulaim
serta beberapa perempuan Anshar yang ikut berperang bersamanya. Mereka (para
perempuan) memberi minum dan mengobati orang-orang yang terluka.” (Muttafaq
‘alaih)
ADAB JIHAD
Adab berjihad di antaranya:
x. Tidak berkhianat
x. Tidak membunuh perempuan, anak-anak, orang tua, dan para
pendeta yang tidak ikut berperang. Jika mereka ikut berperang, ikut
memprovokasi atau memiliki ide dan siasat, maka mereka diperangi.
x. Menjauhi sifat ujub, sombong, riya’, tidak mengharap bertemu
musuh, serta dilarang membakar manusia ataupun hewan.
x. Sabar, ikhlas, menjauhi maksiat, serta berdoa meminta
pertolongan kepada Allah Ta’ala.
WAKTU PERANG
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak berperang di pagi
hari. Beliau menundanya hingga tergelincir matahari dan bertiupnya angin
sehingga turunlah kemenangan. (HR. Abu Daud, Tirmidzi)
Bila tiba-tiba musuh menyerang kaum muslimin, maka wajib
dihadang dan membalasnya kapan pun waktunya.
DAFTAR PUSTAKA
Ensiklopedia Islam Al-Kamil, Syaikh Muhammad bin Ibrahim bin
Abdullah At-Tuwaijiri: Darus Sunnah
Zaadul Ma’ad, Ibnu Qayyim Al-Jauziyah: Pustaka Azzam
Al-Wajiz, Abdul ‘Azhim bin Badawi Al-Khalafi: Pustaka As-Sunnah