Yaitu segala perkara yang harus ditinggalkan oleh orang yang
berpuasa, karena hal-hal itu akan membatalkan puasanya. Diantaranya adalah:
Pertama, makan dan minum
Allah Ta’ala berfirman, “Dan makan minumlah hingga terang bagimu
benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu
sampai (datang) malam.” (QS. Al-Baqarah: 187)
Barangsiapa yang makan dan minum karena lupa, maka puasanya
tidak batal dan dia tidak berdosa. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda, “Siapa yang lupa bahwa dia sedang berpuasa, kemudian dia makan dan
minum, maka hendaknya dia menyempurnakan puasanya. Allah telah memberikannya
makan dan minum.” (HR. Bukhari-Muslim)
Kedua, semua hal yang
sejenis dengan makan dan minum
Jarum infus yang dimasukkan ke salah satu anggota tubuh agar
masuk cairan ke tubuhnya, sebagai pengganti makanan. Hal tersebut serupa dengan
makan dan minum, maka hukumnya sama dengan makan dan minum.
Menyuntikkan (transfusi) darah bagi yang sakit. Karena darah itu
seperti makanan bagi tubuh, maka hukumnya seperti makan dan minum.
Merokok dengan segala bentuknya, termasuk hal yang membatalkan
puasa. Karena merokok berarti memasukkan racun ke dalam tubuh melalui asap yang
dihisap.
Ketiga, berhubungan
suami-istri, yaitu memasukkan kemaluan laki-laki ke dalam kemaluan
perempuan, baik menyebabkan keluarnya mania tau tidak.
Keempat, keluarnya mani
dengan sadar atau dengan onani.
Jika keluarnya mani disebabkan mimpi, maka hal itu tidak
membatalkan puasa. Ketika berpuasa boleh mencium istri, jika memang suami bisa
menahan hawa nafsunya, sehingga dia tidak terjerumus ke dalam hal yang
membatalkan puasanya.
Kelima, muntah dengan
sengaja
Tetapi kalau tidak disengaja, maka hal itu tidak membatalkan
puasa. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang
muntah dengan tidak sengaja, maka dia tidak perlu mengganti puasanya. Dan
barangsiapa yang muntah dengan sengaja, maka dia harus mengganti puasanya.”
(HR. Tirmidzi dan Abu Daud)
Keenam, keluarnya darah
nifas dan haid
Ketika darah haid atau nifas keluar dari seorang perempuan walaupun
pada sore hari, maka puasanya batal. Atau mungkin seorang perempuan yang mandi
bersuci dari haid setelah shalat subuh, maka puasanya tidak sah dan dia tidak
puasa pada hari tersebut. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Bukankah kalau seorang perempuan itu haid, maka dia tidak shalat dan tidak
puasa (HR. Bukhari)
Tetapi kalau darah yang keluar disebabkan oleh penyakit dan
bukan darah haid seperti biasa (yang keluar pada hari tertentu dalam sebulan)
dan juga bukan darah nifas yang keluar setelah melahirkan, maka hal itu tidak
membatalkan puasa dan tidak menghalangi seorang perempuan untuk berpuasa.
Sumber:
Panduan Praktis Muslim, Fahad Salim Bahammam, Indo Modern Guide:
Bekasi