Keberkahan Ramadhan Yang Banyak Orang Tidak Tahu

Bulan Ramadhan adalah bulan kesembilan dalam urutan bulan Islam sekaligus bulan yang paling utama. Allah Ta’ala memberikan beberapa keistimewaan pada bulan Ramadhan dibandingkan dengan bulan lainnya. Di antara keistimewaan itu adalah

Pertama, bulan puasa adalah bulan yang istimewa disisi Allah, karena menjadi bulan diturunkannya Al-Qur’an. Allah Ta’ala berfirman, “Bulan Ramadhan, bulan yang didalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah dia berpuasa pada bulan itu.” (Al-Baqarah: 185)

Kedua, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Ketika Ramadhan tiba, maka pintu surga akan dibuka dan pintu neraka jahanam akan ditutup dan setan akan dibelenggu.” (HR. Bukhari-Muslim)


Ketiga, siapa yang berpuasa pada siangnya dan bangun pada malam harinya, maka doa yang sudah dilakukannya akan diampuni. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan dengan iman dan ikhlas, maka akan diampuni dosa yang telah ia lakukan.” (HR. Bukhari-Muslim)

Dalam hadits lainnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang shalat malam (pada bulan) Ramadhan maka dosanya yang telah dilakukan akan diampuni.” (HR. Bukhari-Muslim)

Keempat, di dalam bulan Ramadhan terdapat malam yang paling agung, yaitu malam lailatul qadar. Allah Ta’ala menjelaskan bahwa amal shalih pada malam itu akan dilipatgandakan dan lebih baik  dari banyak amal di malam lainnya. Allah Ta’ala berfirman, “Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan.” (QS. Al-Qadr: 3)

Keutamaaan Puasa

Puasa memiliki banyak fadhilah (keutamaan), di antaranya adalah:

Pertama, barangsiapa yang berpuasa Ramadhan dengan penuh keimanan kepada Allah dengan menjalankan perintah-Nya dan mengimani seluruh keistimewaan bulan puasa dengan keinginan agar mendapat pahala dari Allah, maka dosanya yang terdahulu akan diampuni. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan dengan iman dan ikhlas, maka dosanya yang terdahulu akan diampuni.” (HR. Bukhari-Muslim)

Kedua, orang yang berpuasa akan berbahagia karena pahala berpuasa dan kenikmatan ketika bertemu dengan Allah Ta’ala. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Orang yang berpuasa mempunyai dua kebahagiaan: kebahagiaan saat berbuka puasa dan kebahagiaan ketika bertemu dengan Tuhannya.” (HR. Bukhari-Muslim)

Ketiga, disurga nanti aka nada pintu surga yang dinamakan dengan Ar-Rayyan, yaitu pintu surga yang khusus diperuntukkan bagi orang yang berpuasa. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya nanti di surga aka nada sebuah pintu yang disebut Ar-Rayyan, yang merupakan tempat masuk orang berpuasa pada hari kiamat. Selain mereka tidak akan ada yang bisa masuk. Dikatakan, ‘Mana yang berpuasa?’ Maka mereka berdiri dan tidak ada yang masuk selain mereka. Dan ketika orang berpuasa sudah masuk, pintu itu langsung ditutup. Maka tidak ada yang masuk selain dari yang berpuasa.” (HR. Bukhari-Muslim)

Keempat, bahwa Allah Ta’ala mengidentikkan pahala puasa itu untuk-Nya, bukan untuk hamba yang berpuasa. Maka barangsiapa yang mendapat pahala dan balasan dari Dzat Yang Mahamulia, Mahaagung dan Maha Pengasih, maka berbahagialah dengan apa yang dijanjikan Allah Ta’ala kepadanya.

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Setiap amal anak Adam adalah untuk mereka, kecuali puasa. Sesungguhnya puasa itu untuk-Ku dan Aku memberikan balasan kepadanya.” (HR. Bukhari-Muslim)

Hikmah Puasa

Allah Ta’ala mewajibkan puasa pasti banyak hikmah di dalamnya, baik untuk kebaikan dunia dan juga kebaikan akhirat. Di antaranya adalah:

Pertama, meningkatkan ketakwaan kepada Allah

Puasa merupakan ibadah seorang hamba untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala dengan meninggalkan hal yang paling disukai dan menahan hawa nafsunya. Jiwanya dilatih dengan takwa. Dia selalu merasa diawasi oleh Allah Ta’ala kapanpun dan dimanapun, baik dalam keadaan terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi. Allah Ta’ala berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa, sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183)

Kedua, melatih diri untuk meninggalkan maksiat dan dosa

Apabila orang berpuasa sanggup menahan diri untuk tidak melakukan hal-hal yang sejatinya halal dan diperbolehkan karena perintah dari Allah Ta’ala, maka dia pun akan mampu mengendalikan hawa nafsunya untuk tidak melakukan maksiat dan dosa. Dia akan sanggup konsisten di jalan Allah Ta’ala dan tidak akan terjerumus pada kebatilan.

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan kotor dan tetap mengerjakan maksiat, maka Allah tidak akan segan untuk menanggalkan pahala meninggalkan makan dan minumnya.” (HR. Bukhari)

Makna hadits ini adalah bahwa barangsiapa yang tidak berhenti dari berdusta dan tetap melakukan perbuatan yang menyebabkan dosa lisan, maka orang tersebut belum sampai kepada tujuan puasa.

Ketiga, mengingat penderitaan orang miskin

Karena dalam puasa terdapat latihan untuk menahan lapar dan dahaga, maka seseorang yang berpuasa akan ingat kepada fakir miskin dan penderitaan mereka yang lapar sepanjang hidupnya. Seorang hamba yang berpuasa akan ingat saudaranya yang miskin dan merasakan bagaimana mereka menderita dalam hidupnya karena selalu lapar dan dahaga. Pada akhirnya, seseorang yang berpuasa akan sungguh-sungguh dalam memberikan bantuan kepada fakir miskin.

Pembatal-Pembatal Puasa
Yaitu segala perkara yang harus ditinggalkan oleh orang yang berpuasa, karena hal-hal itu akan membatalkan puasanya. Diantaranya adalah:

Pertama, makan dan minum
Allah Ta’ala berfirman, “Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.” (QS. Al-Baqarah: 187)

Barangsiapa yang makan dan minum karena lupa, maka puasanya tidak batal dan dia tidak berdosa. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Siapa yang lupa bahwa dia sedang berpuasa, kemudian dia makan dan minum, maka hendaknya dia menyempurnakan puasanya. Allah telah memberikannya makan dan minum.” (HR. Bukhari-Muslim)

Kedua, semua hal yang sejenis dengan makan dan minum
Jarum infus yang dimasukkan ke salah satu anggota tubuh agar masuk cairan ke tubuhnya, sebagai pengganti makanan. Hal tersebut serupa dengan makan dan minum, maka hukumnya sama dengan makan dan minum.

Menyuntikkan (transfusi) darah bagi yang sakit. Karena darah itu seperti makanan bagi tubuh, maka hukumnya seperti makan dan minum.

Merokok dengan segala bentuknya, termasuk hal yang membatalkan puasa. Karena merokok berarti memasukkan racun ke dalam tubuh melalui asap yang dihisap.

Ketiga, berhubungan suami-istri, yaitu memasukkan kemaluan laki-laki ke dalam kemaluan perempuan, baik menyebabkan keluarnya mania tau tidak.

Keempat, keluarnya mani dengan sadar atau dengan onani.
Jika keluarnya mani disebabkan mimpi, maka hal itu tidak membatalkan puasa. Ketika berpuasa boleh mencium istri, jika memang suami bisa menahan hawa nafsunya, sehingga dia tidak terjerumus ke dalam hal yang membatalkan puasanya.

Kelima, muntah dengan sengaja
Tetapi kalau tidak disengaja, maka hal itu tidak membatalkan puasa. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang muntah dengan tidak sengaja, maka dia tidak perlu mengganti puasanya. Dan barangsiapa yang muntah dengan sengaja, maka dia harus mengganti puasanya.” (HR. Tirmidzi dan Abu Daud)

Keenam, keluarnya darah nifas dan haid
Ketika darah haid atau nifas keluar dari seorang perempuan walaupun pada sore hari, maka puasanya batal. Atau mungkin seorang perempuan yang mandi bersuci dari haid setelah shalat subuh, maka puasanya tidak sah dan dia tidak puasa pada hari tersebut. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Bukankah kalau seorang perempuan itu haid, maka dia tidak shalat dan tidak puasa (HR. Bukhari)

Tetapi kalau darah yang keluar disebabkan oleh penyakit dan bukan darah haid seperti biasa (yang keluar pada hari tertentu dalam sebulan) dan juga bukan darah nifas yang keluar setelah melahirkan, maka hal itu tidak membatalkan puasa dan tidak menghalangi seorang perempuan untuk berpuasa.
Orang yang dibolehkan tidak berpuasa

Allah Ta’ala membolehkan beberapa kelompok orang untuk tidak berpuasa pada bulan Ramadhan sebagai bentuk keringanan, kasih sayang, dan kemudahan. Mereka adalah:
Pertama, orang sakit yang seandainya berpuasa, maka penyakitnya akan bertambah parah. Jika demikian, dia boleh tidak puasa dan menggantinya pada hari lainnya.

Kedua, orang yang tidak kuat berpuasa, baik karena sudah lanjut usia, atau menderita sakit yang tidak kunjung sembuh, maka boleh baginya untuk tidak puasa dan menggantinya dengan fidyah, yaitu dengan memberi maka satu orang miskin sebanyak 1,5 kg setiap hari sebanyak hari yang ditinggalkannya.

Ketiga, orang yang sedang dalam perjalanan ke luar kota, baik ketika dia dalam perjalanan atau sudah menetap sementara di sebuah kota yang kurang dari empat hari, maka dia boleh berbuka dan menggantinya pada hari lainnya setelah Ramadhan. Allah Ta’ala berfirman, “Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu dia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 185)

Keempat, orang yang sedang haid dan nifas. Diharamkan bagi orang yang sedang haid dan nifas untuk puasa. Puasa mereka tidak sah. Mereka harus menggantinya pada hari lain setelah Ramadhan.
Kelima, orang yang hamil dan menyusui. Jika keduanya takut kalau berpuasa akan membahayakan jiwanya dan jiwa anaknya, maka dia boleh berbuka dan wajib menggantinya pada hari lain.

Hukum Orang yang Membatalkan Puasa
Setiap orang yang batal puasa pada bulan Ramadhan tanpa alasan syar’i, maka dia harus bertaubat kepada Allah karena sudah melakukan dosa besar dan telah melanggar perintah-Nya. Dia hanya perlu mengganti puasa yang tidak dia kerjakan saja.

Tetapi orang yang batal karena bersetubuh, maka dia harus mengganti puasa hari itu dan dia juga harus membayar kafarat dengan membebaskan hamba sahaya atau dengan membeli hamba sahaya dari perbudakan.

Sumber:

Panduan Praktis Muslim, Fahad Salim Bahammam, Indo Modern Guide: Bekasi

Related Posts
Previous
« Prev Post