Semakin majunya ilmu kedokteran, kini gigi yang kurang
menarik bisa dipasangkan crown. Crown yakni suatu teknik memberikan sarung pada
gigi yang bermasalah. Tujuannya, untuk membuat gigi menjadi lebih kuat serta punya
nilai estetika. Tekniknya dengan mengikir terlebih dahulu, kemudian disarungkan
restorasi gigi (crown). Bagaimana tinjauan syariatnya?
Soal mengikir gigi, secara jelas ada hadis Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam mengecamnya. Sabda beliau, “Allah melaknat wanita-wanita yang
mengikir (gigi) agar lebih cantik dan wanita-wanita yang mengubah ciptaan
Allah.” (HR. Bukhari-Muslim)
Tentu saja yang dimaksudkan bukan hanya wanita saja. Dan
tentu saja bukan hanya tindakan mengikir gigi. Tetapi seluruh tindakan yang
bertujuan mengubah ciptaan Allah.
Namun dalam memandang permasalahan ini, para ulama lebih
mengedepankan tujuan yang melatarbelakangi perbuatan tersebut. Berdasar kaidah
fikih, suatu perbuatan dinilai dari tujuan yang melakukannya.
Dalam hadis sahih soal larangan mengikir gigi tersebut,
tujuannya untuk mengubah ciptaan Allah. Pelaku diistilahkan dengan wanita
sebagai isyarat bahwa tindakan tersebut bertujuan untuk kecantikan. Jadi
rumusnya, perbuatan yang mengubah organ tubuh dengan alasan kecantikan adalah
haram.
Adapun jika ada tujuan-tujuan lain yang disebabkan uzur
syari, seperti pengobatan atau menutup aib, maka hal ini dibolehkan. Hal ini
berdalil dari hadis yang diriwayatkan Abdurrahman bin Tharafah. Ia mengisahkan
kakeknya Arfajah bis Asad mengalami luka ketika mengikuti peperangan. Hidung si
kakek terpotong. Untuk menutupi cacatnya tersebut, ia menutupnya dengan perak,
namun hidungnya kian membusuk. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan
untuk menutup hidungnya dengan emas. (HR. Abu Daud)
Kaidah asalnya, kaum laki-laki dilarang untuk memakai emas.
Namun dengan alasan berobat atau menutup cacat seseorang, maka hal ini
dibolehkan. Kaidah hukum ini bisa dikembangkan bagi mereka yang memiliki gigi
yang tonggos. Boleh hukumnya untuk meratakan giginya ke bentuk normal. Hal ini
bukan termasuk dalam rangka mempercantik diri. Karena yang dimaksudkan
mempercantik diri berasal dari anggota tubuh yang normal, bukan cacat.
Demikian juga pemasangan crown untuk gigi yang rapuh
sehingga dikhawatirkan akan rontok giginya. Atau pada kasus gigi berlubang yang
dikhawatirkan akan semakin para jika tidak dipasangkan crown.
Dispensasi bagi mereka yang ingin mengikir gigi tersebut
hanya berlaku bagi orang yang cacat fisiknya. Baik karena bawaan lahir atau
disebabkan kecelakaan. Bahkan, sebagian orang yang sakit dianjurkan untuk
berobat, orang yang memiliki cacat sedemikian juga dianjurkan untuk
mengembalikan fisiknya ke kondisi normal.
Republika 15 Januari 2016