Ibadah merupakan suatu bentuk ketundukan dan ketaatan
terhadap pencipta alam semesta Allah Ta’ala. Namun, ada dua macam bentuk ibadah
yang penting untuk diketahui, yaitu ibadah mahdhah dan ghairu mahdhah. Kedua istilah
ini kadang masih disalahpahami oleh umat.
Secara umum, dijelaskan bahwa bentuk ibadah secara singkat,
yaitu ketundukan yang tidak terbatas bagi pemilik yang tidak terbatas.
Definisi ini, menunjukkan puncak tertinggi dari kerendahan
hati, kecintaan batin, serta peleburan diri kepada keagungan Allah.
Namun, disamping pengertian umum tersebut, ibadah mahdhah
dan ghairu mahdhah mempunyai pengertian yang lebih khusus. Hal ini karena
ibadah tersebut ternyata mengalami penyempitan makna saat para ulama menguraikan
hukum Islam, yang dapat menimbulkan kerancuan tentang makna ibadah yang
sesungguhnya.
Ibadah mahdhah adalah segala bentuk aktivitas yang cara,
waktu, atau kadarnya telah ditetapkan Allah dan Rasulullah. Kita tidak
mengetahui tentang ibadah ini kecuali melalui penjelasan Allah dalam Alquran
atau penjelasan rasul-Nya. Hal ini sesuai dengan kaidah yang berbunyi, “Dalam
soal ibadah segalanya tidak boleh, kecuali yang diajarkan Allah atau
rasul-Nya.”
Pada awal kehadiran Islam, istilah ini sebenarnya tidak
dikenal. Istilah ini baru dikenal setelah diperkenalkan oleh para ulama fikih
untuk tujuan memilah-milah uraian hukum atau pembagian teknis materi
pembahasannya.
Pada dasarnya, dalam masalah ibadah mahdhah, seorang mukalaf
harus mengindahkannya tanpa meneliti makna dan sebabnya, sedangkan dalam hal
muamalah, pada dasarnya adalah meneliti maksud tujuannya.
Hal ini dapat dicontohkan seperti halnya puasa. Mengapa
puasa harus sebulan penuh? Mengapa tidak seminggu saja? Atau mengapa hanya
sampai terbenamnya matahari? Nah, jika pertanyaan tersebut sudah terjawab,
pertanyaan baru akan tetap muncul dan tidak ada habisnya. Karena itu, peranan
akal dalam masalah ibadah mahdhah ini sangatlah terbatas.
Di dalam masalah ibadah mahdhah ini tampak jelas kebutuhan
manusia kepada Sang Pencipta, yakni dalam hal-hal yang tidak dapat dijangkau
oleh akal.
Sementara, ibadah ghairu mahdhah merupakan semua bentuk amal
kegiatan yang tujuannya untuk mendekati Allah. Namun, tempat dan waktunya tidak
diatur secara rinci oleh Allah. Di antara ibadah yang termasuk ibadah ghairu
mahdhah, yaitu sedekah, infak, belajar, mengajar, berzikir, dakwah, tolong
menolong dan gotong royong.
Namun, berbeda dengan ibadah mahdhah, dalam melaksanakan
ibadah ghairu mahdhah tidak perlu berpola kepada contoh Rasulullah, sehingga
perkara baru dalam ibadah ini dibolehkan. Inilah yang kadang sering
disalahpahami. Sehingga, umat perlu memahami lebih dalam lagi tentang hal ini.
Dalam ibadah ghairu mahdhah terdapat empat prinsip yang bisa
menjadi acuan. Pertama, keberadaannya didasarkan atas tidak adanya dalil yang
melarang. Kedua, tata laksananya tidak perlu berpola kepada contoh Rasulullah.
Ketiga, bersifat rasional. Dan terakhir, azasnya adalah manfaat.
Dengan tidak adanya aturan baku dari Rasulullah tersebut,
maka dalam ibadah ghairu mahdhah ini Allah memberikan ruang kepada hambanya
untuk berijtihad.
Republika 29 Januari 2016