Era modern telah memunculkan beberapa gaya hidup baru. Salah
satunya adlah bepergian atau travelling. Berpetualang ke daerah baru kini sudah
menjelma menjadi sebuah gaya hidup.
Tak hanya pria, para wanita pun banyak yang menggandrungi
travelling sebagai sebuah hobi. Bahkan dalam beberapa kondisi, travelling tak
hanya sekadar hobi, namun bisa menjadi mata pencaharian baru.
Lalu bagaimanakah jika seorang muslimah memiliki kebiasaan
travelling yang mengharuskan ia pergi dari rumah dalam beberapa waktu?
Secara fikih, bab ini masuk dalam bahasan wanita keluar
rumah. Islam sebagai agama yang komprehensif memberikan pengaturan demi
perlindungan umatnya. Termasuk dalam urusan seorang wanita bepergian keluar rumah.
Wanita pada dasarnya boleh keluar rumah untuk urusan
tertentu seizing walinya jika ia masih gadis atau seizing suaminya jika ia
sudah menikah.
Para wanita di zaman Rasulullah juga terbiasa keluar untuk
ikut shalat berjamaah di dalam masjid. Saat keluar rumah pun, seorang wanita
harus memperhatikan adabnya. Pertama, ia harus menutup auratnya, kemudian ia
tidak berdandan, menggunakan perhiasan, dan menjaga diri dari fitnah.
Beberapa ulama mewajibkan seorang perempuan keluar rumah
ditemani mahramnya. Menurut mantan mufti Mesir Syekh Ali Jum’ah Muhammad, ada
perbedaan pendapat tentang boleh tidaknya seorang wanita keluar rumah tanpa
ditemani mahram.
Golongan pertama memandang sama sekali tidak boleh seorang
perempuan keluar rumah tanpa ditemani mahram. Golongan ini mendasarkan
pendapatnya pada hadis Ibnu Abbas, “Seorang perempuan tidak boleh bepergian
tanpa ditemani oleh seorang mahram. Dan dia tidak boleh dikunjungi oleh seorang
laki-laki kecuali dia bersama mahramnya.” (HR. Muttafaqalaih)
Pendapat ulama golongan ini dikuatkan dengan beberapa
keterangan jika wanita keluar rumah lebih dari tiga hari maka ia wajib ditemani
mahramnya. Hal ini berdasarkan pada hadis dari Ibnu Umar bahwasanya Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidak diperbolehkan seorang wanita
bepergian selama tiga hari melainkan bersamanya ada seorang mahram.” (HR.
Muttafaqalaih)
Hal ini berlaku bagi wanita yang ingin menunaikan haji. Ia
harus ditemani mahramnya, baik keluarga maupun suaminya jika ia sudah menikah.
Pendapat kedua mengatakan sebagian ulama memperbolehkan
wanita untuk bepergian sendirian dengan syarat jalan yang akan ditempuhnya dan
daerah yang akan didatanginya dalam kondisi aman.
Golongan ulama yang membolehkan wanita keluar rumah
beralasan, berdasarkan hadis di atas, maka sebab hukum dari larangan bepergian
yakni faktor keamanan. Jika dipastikan perjalanannya aman dan tujuannya sangat
aman, maka hukumnya menjadi boleh.
Meski begitu, golongan yang membolehkan tetap mensyaratkan
bagi wanita yang ingin bepergian sendiri tetap wajib meminta izin dari wali
jika ia belum menikah atau suaminya jika ia sudah menikah.
Republika 26 Februari 2016